Masjid Caringin berada di Jl. Raya Carita Km. 2, Desa Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dan terletak pada koordinat 06° 30’ 93” Lintang Selatan dan 106° 10’ 50” Bujur Timur. Batas utara berupa permukiman warga, batas selatan berupa Desa Teluk, batas timur berupa Desa Banyubiru, dan batas barat berupa Jl. Raya Carita.
Bangunan masjid ini memiliki denah persegi empat berukuran 12 x 12 m dengan ketinggian lantainya ± 120 cm dari permukaan tanah. Pintu masuk utama ke dalam masjid berada di sisi timur, jumlahnya tiga buah terbuat dari kayu dan kaca. Bentuk lubang angin pada pintu tengah yaitu setengah lingkaran bermotif trawangan. Sedangkan dua pintu lainnya memiliki bentuk lubang angin persegi empat dengan hiasan geometris. Pintu-pintu tersebut mempunyai dua daun pintu. Di sisi utara pun terdapat dua pintu yang terdiri dari dua daun pintu dengan lubang angin berhias geometri. Jendela di dinding ini berbentuk persegi empat dengan daun jendela berupa bilah-bilah kayu. Pada dinding selatan hanya terdapat satu pintu berdaun dua dengan bagian atasnya berupa jeruji kayu. Di atasnya terdapat lubang angin berbentuk setengah lingkaran. Selain lubang angin yang berada di atas pintu, terdapat pula tujuh lubang angin lainnya yang berjajar di dinding ini. Bentuknya terdiri dari empat lubang berbentuk setengah lingkaran, tiga lubang berbentuk lingkaran. lubang angin berbentuk lingkaran berhias motif bintang dan roda putar. Dinding ini menjadi penyekat antara ruang shalat utama dengan ruang shalat khusus untuk perempuan atau pawestren.
Di bagian dalam ruang shalat utama, terdapat empat tiang penyangga atap pertama yang disebut dengan soko guru. Bentuk tiang ini yaitu persegi delapan dengan ketinggian 550 cm. Tiang berdiri di atas umpak batu berbentuk seperti buah labu. Di sisi barat terdapat mihrab berbentuk persegi dengan ukuran 150 x 115 cm yang diapit oleh empat tiang semu. Dua tiang berfungsi sebagai penyangga penampil lengkung. Bagian atasnya terdapat hiasan pelipit rata dan pelipit penyangga. Dua tiang lainnya berhias pelipit rata dan di bagian atasnya terdapat hiasan bunga teratai mekar. Pada bagian tengan dinding ini terdapat lubang angin berbentuk lingkaran dengan berhiaskan huruf Arab Muhammad. Atap mihrab disangga oleh tiang berbentuk lengkungan dan di bidang lengkungan tersebut terukir kaligrafi. Sedangkan di sisi utara dan selatan terukir hiasan tumpal. Di sisi barat bagian dalam berhias sulur-sulur daun. Puncak atap mihrab terdapat ukiran buah nanas.
Di utara mihrab, terdapat mimbar dengan bentuk seperti kursi yang terdiri atas dua bagian, yaitu bawah dan atas. Bagian bawah berupa bangunan massif, sedangkan bagian atasnya terbuat dari kayu. Untuk menuju tempat duduk di bagian atas harus menaiki tiga anak tangga. Di kiri dan kanan tangga terdapat pipi tangga dengan hiasan pelipit rata.
Di sudut tenggara ruang shalat, terdapat tangga untuk menuju ke loteng. Dasar tangga berada dalam ruang yang difungsikan sebagai gudang. Tangga ini terbuat dari tembok. Ruang lonteng berbentuk persegi empat dengan lantai dari kayu. Pada setiap sisi dinding terdapat dua lubang angin. Atap masjid terdiri atas tiga tingkatan. Atap ini bersatu dengan atap ruang pawestren. Atap tingkat pertama disangga oleh tiang soko guru. Pada puncak atap tingkat tiga terdapat mustaka dari tanah liat dengan bulan sabit di puncaknya. Hiasan yang berada pada bagian ujung kerangka atap berupa hiasan tumpal.
Di sisi timur dari bangunan masjid, terdapat dua kolam berbentuk empat persegi. Kolam ini berfungsi untuk mencuci kaki sebelum memasuki ruang masjid. Pada halaman timur, terdapat Istiwa atau alat penunjuk waktu yang menggunakan sinar matahari. Berbentuk seperti huruf L berukuran panjang 100 cm, lebar 50 cm dan tinggi 50 cm. Tubuhnya berbentuk kubus dengan bagian kaki yang berlapik. Pada sisi utara dan selatan terdapat busur setengah lingkaran dan dibagi menjadi 12 bagian.
Di sisi barat masjid, terdapat makam seorang tokoh agama setempat bernama KH Muhammad Asnawi, pendiri Masjid Caringin. Makam dikelilingi oleh pagar besi dengan pintu masuk di sisi utara.
Pada tahun 1883 Desa Caringin ditinggalkan oleh penduduknya karena terjadi gempa bumi akibat Gunung Krakatau meletus. Setelah sepuluh tahun akhirnya tempat tersebut ditinggali kembali dan seorang ulama bernama Syekh Asnawi bersama dengan penduduk secara gotong royong membangun masjid. Masjid tersebut kemudian menjadi pusat syiar agama islam dan menjadi basis perjuangan rakyat Banten.
Masjid Caringin ini pernah dipugar pada tahun 1980-1981 oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang sekarang Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten. Kegiatan pemugaran tersebut adalah pelaksaan penyelamatan dari bahaya pelapukan. Selain itu membangun bangunan baru untuk tempat generator dan kamar mandi. (Sumber : Buku Data Base Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang, BPCB Banten).