Situs Majau terletak di Desa Majau, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, tepatnya pada koordinat 06°25’31.4” Lintang Selatan dan 105°58’19.0” Bujur Timur. Situs ini berada di pemakaman umum. Masyarakat sekitar menyebut tempat ini dengan sebutan Makam Keramat Ki Buyut Dalem. Tokoh “Ki Buyut Dalem” dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tokoh penyebar agama Islam di daerah Pandeglang dan sekitarnya. Di situs ini terdapat menhir yang dikelilingi batu “temu gelang” dan empat makam. Tiga makam kuna yang berada di dekat menhir dilingkupi akar pohon cempaka yang tumbuh tinggi menjulang di area ini. Belum diketahui siapa tokoh yang dimakamkan dengan penanda nisan-nisan tersebut.
Dua makam yang berada di barat menhir terdiri atas jirat berupa susunan bolder berbentuk empat persegi. Nisan berada di sisi utara di atas jirat, berbentuk empat persegi dibuat dari batu pasir. Motif hias di kedua nisan tersebut serupa. Dimulai dari nisan bagian bawah bidang empat persegi polos tanpa ragam hias, kemudian di atasnya terdapat takikan yang memisahkan bidang bawah dan atas. Bidang atas dimulai dari bawah terdapat pahatan garis-garis, kemudian di atasnya terdapat motif tumpal segitiga yang diapit kelopak bunga. Bagian dalam tumpal terdapat motif garis geometris dan bulatan yang tidak terlalu jelas karena aus dan sebagian tertutup lumut. Ragam hias ini terdapat di bidang utara dan selatan. Adapun bidang barat dan timur dimulai dari bawah terdapat pahatan garis-garis geometris kemudian di atasnya terdapat kelopak bunga dan sulur. Puncak nisan dipahat bergelombang. Adapun satu nisan kuno yang berada di dekat menhir tidak mempunyai motif hias pada permukaan nisannya.
Makam Ki Buyut Dalem berada di timur menhir, agak terpisah dari tiga nisan yang lain. Makam terdiri dari jirat berupa gundukan tanah yang ditutup oleh susunan batu dan nisan. Makam berukuran 200 cm x 90 cm. Nisan berbentuk empat persegi, berukuran tinggi 40 cm, lebar nisan bagian atas 28 cm, lebar nisan bagian bawah 17 cm, tanpa motif hias di permukaan nisannya. Makam dikelilingi pagar dan terdapat cungkup tepat di timur makam. Menhir di Situs Majau berukuran lebar 60 cm dan tinggi 90 cm, dikelilingi bolder batu yang dalam istilah prasejarah disebut dengan “batu temu gelang”. Masyarakat setempat menyebut menhir ini sebagai Ki Buyut Sepotong.
Dilihat dari adanya menhir yang dikelilingi batu temu gelang, membuktikan bahwa pada masa prasejarah, daerah ini memang dianggap sakral oleh masyarakat pendukungnya. Tidak mengherankan jika di masa kemudian lokasi ini dijadikan tempat peristirahatan terakhir tokoh yang dikeramatkan. Menhir merupakan tinggalan tradisi megalitik yang banyak ditemukan di setiap wilayah di Nusantara. Menhir atau batu tegak, menurut arkeolog, Haris Sukendar, secara umum mempunyai tiga fungsi, yaitu batu tegak yang berfungsi dalam upacara penguburan, upacara pemujaan, dan batu tegak yang tidak berfungsi religius. Fungsi menhir, sebagai pertanda adanya penguburan dapat dilihat di berbagai daerah. Haris Sukendar mengatakan, umumnya menhir digunakan dalam kurun waktu yang panjang, maka tidaklah mengherankan jika terdapat perkembangan pada bentuk-bentuk menhir dan fungsinya. Menhir merupakan tinggalan tradisi megalitik yang sangat banyak ditemukan di berbagai situs dan berbagai masa setelah periode Neolitik. Tradisi ini terus berkembang hingga masa pengaruh Hindu, Islam bahkan hingga masa sekarang, atau sering disebut dengan istilah kesinambungan budaya.
Leluhur kita memandang kuburan bukan sekadar gundukan tanah dan tempat menimbun orang yang sudah meninggal. Masyarakat sering menyebut makam kuna Islam sebagai makam keramat. Hal ini karena biasanya yang dimakamkan adalah tokoh-tokoh besar. Baik itu tokoh penyebar Islam (biasanya dianggap sebagai wali), maupun penguasa ataupun pemimpin Islam pada zamannya (sultan, raja, imam dan tokoh besar lainnya) yang disakralkan dan dihormati. (Buku Data Base Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang: BPCB Banten: 2019)