Bagi insan yang berkecimpung di bidang pelestarian cagar budaya, khususnya di lingkungan instansi purbakala, tanggal 14 Juni merupakan tanggal istimewa. Di Indonesia, tanggal 14 Juni diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Purbakala. Pada tahun 2014 ini, kita memperingati HUT Purbakala yang ke-101. Sekilas perlu kita melihat ke belakang, mengapa tanggal 14 Juni diperingati sebagai Hari Purbakala.
Kegiatan kepurbakalaan di Indonesia telah berlangsung sejak abad 18. Semula kegiatan ini bersifat individual, namun kemudian meningkat menjadi sebuah kelompok masyarakat peminat tinggalan arkeologi dengan nama Bataviaassch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang terbentuk pada tahun 1778. Lembaga inilah yang mempelopori kegiatan penelitian, observasi, pemeliharaan, pengamanan, pendokumentasian, inventarisasi, penggambaran, penggalian, dan pemugaran terhadap tinggalan arkeologi. Kegiatan-kegiatan tersebut semakin intensif dengan dibentuknya sebuah lembaga swasta dengan nama Archaeologische Vereeniging pada tahun 1885, yang diketuai oleh Ir. J.W. Ijzerman.
Berkat campur tangan pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1901 dibentuklah Commissie in Nederlandsch-Indie voor Oudheidkundig Onderzoek op Java en Madoera yang dipimpin oleh Dr. J.L.A. Brandes, dengan tugas pokok menyusun, mendaftar, mengawasi, melakukan pengukuran, penggambaran, membuat perencanaan, melakukan tindakan penyelamatan, melakukan penelitian, serta epigrafi terhadap tinggalan kepurbakalaan di wilayah Jawa dan Madura. Berdasarkan surat keputusan pemerintah Hindia Belanda, tertanggal 14 Juni 1913 dengan nomor 62, dibentuklah Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie, yang diketuai oleh N.J. Krom, dimana lingkup kerjanya meliputi kepurbakalaan di seluruh Indonesia. Tanggal pendirian Oudheidkundige Dienst inilah yang selanjutnya ditetapkan dan diperingati sebagai Hari Purbakala.
Di bawah kepemimpinan F.D.K. Bosch, Oudheidkundige Dienst berhasil merumuskan Undang-Undang Kepurbakalaan yaitu Monumenteen Ordonantie Nomor 19 Tahun 1931 Staatsblads 238, yang bertujuan untuk melindungi tinggalan purbakala di Nusantara. Pada tahun 1936, nama Oudheidkundige Dienst berubah menjadi Jawatan Purbakala yang dipimpin oleh Dr. W.F. Stutterheim. Di bawah kepemimpinannya, beberapa bidang baru dikembangkan, antara lain keramologi, sejarah kesenian, dan arkeologi kimia.
Pada tahun 1942, saat Jepang mengambil alih kekuasaan atas Indonesia dari Belanda, sejak itu pula Jawatan Purbakala diambil alih oleh Jepang dan diubah namanya menjadi Kantor Urusan Barang-Barang Purbakala. Pada tahun 1947, Kantor Urusan Barang-Barang Purbakala diambil alih oleh Belanda kembali dan dipimpin oleh Prof. Dr. A.J. Bernet Kempers.
Pada tahun 1951, instansi ini diubah namanya menjadi Dinas Purbakala. Pada pertengahan tahun 1953, setelah sekian lama dikelola oleh bangsa asing, akhirnya Dinas Purbakala resmi dipimpin oleh bangsa Indonesia sendiri, yakni R. Soekmono. Dinas Purbakala yang kemudian berganti nama menjadi Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN), pada tahun 1975, membagi kegiatan kepurbakalaan dalam dua unit, yakni kegiatan yang bersifat teknis administrasi operasional dan kegiatan penelitian. Lembaga yang mengelola bidang teknis administrasi operasional adalah Direktorat Sejarah dan Purbakala, sedangkan yang mengelola kegiatan penelitian adalah Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional. Kedua lembaga tersebut mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah yaitu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) serta Balai Arkeologi. Kedua institusi kepurbakalaan beserta unit pelaksana teknisnya ini beberapa kali berganti nama, seiring dengan adanya perubahan struktur pemerintahan Republik Indonesia. Saat ini, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) berganti nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
Hingga saat ini, di seluruh Indonesia terdapat dua belas UPT Balai Pelestarian Cagar Budaya, yaitu:
- Prambanan untuk wilayah kerja Provinsi Jawa Tengah
- Yogyakarta untuk wilayah kerja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
- Mojokerto untuk wilayah kerja Provinsi Jawa Timur
- Gianyar untuk wilayah kerja Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
- Makassar untuk wilayah kerja Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
- Banda Aceh untuk wilayah kerja Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara
- Batusangkar untuk wilayah kerja Provinsi Sumatera Barat dan Riau
- Jambi untuk wilayah kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu
- Serang untuk wilayah kerja Provinsi Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Lampung
- Gorontalo untuk wilayah kerja Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah
- Ternate untuk wilayah kerja Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat
- Samarinda untuk wilayah kerja Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Selain kedua belas UPT Balai Pelestarian Cagar Budaya tersebut, dalam jajaran instansi purbakala juga terdapat Balai Konservasi Peninggalan Borobudur; Balai Arkeologi yang berkedudukan di Yogyakarta, Denpasar, Palembang, Medan, Banjarmasin dan Manado; serta Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Nah, sudah tahu kan mengapa tanggal 14 Juni ditetapkan sebagai Hari Ulang Tahun Purbakala. Biasanya, setiap instansi purbakala menggelar berbagai acara untuk memperingati HUT Purbakala ini. Untuk peringatan yang ke-101 ini, BPCB Serang mengadakan serangkaian kegiatan, antara lain lomba karya ilmiah tingkat pelajar, pameran temporer di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, sunatan massal, donor darah, upacara bendera, dan hiburan.
(dari berbagai sumber)