Media Sosial sebagai Media Pelestarian Cagar Budaya (3)
Sebagai contoh yang lain, Balai Konservasi Borobudur, sebuah instansi pemerintah yang bergerak di bidang konservasi dan pelestarian cagar budaya khususnya Borobudur, sudah melakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat di media daring maupun luring. Untuk di media luring, upaya yang sudah dilakukan adalah melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar kompleks Candi Borobudur, melakukan pameran terkait dengan cagar budaya, menerbitkan buku-buku, serta menerbitkan warta dan jurnal. Pada media daring, Balai Konservasi Borobudur sudah berupaya mempublikasian dan mensosialisasikan kegiatan serta hal-hal mengenai pelestarian melalui website resmi, facebook, instagram, website Borobudurpedia, dan pengadaan buku serta jurnal secara online. Balai Konservasi Borobudur juga sudah mulai mengembangkan publikasi pelestarian lewat aplikasi mobile phone bernama borobudurpedia yang isinya merupakan ensiklopedia, artikel, video, foto dan bahkan buku yang terkait dengan borobudur dan pelestarian. Komunitas-komunitas pemerhati budaya pun sudah mulai gencar untuk menggalakkan pentingnya pelestarian cagar budaya dengan menggunakan media sosial.
Walaupun sudah dilakukan berbagai macam upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian cagar budaya, tapi pada kenyataannya masyarakat belum sepenuhnya berpartisipasi dalam pelestarian. Mungkin di kota-kota yang warisan budayanya sudah sangat diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat, kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian cagar budaya sudah tinggi. Tetapi Indonesia merupakan negara yang luas, dengan sumber daya ahli pelestari cagar budaya yang minim, serta budaya yang sangat kaya dan beragam. Hal ini membuat edukasi masyarakat tentang pelestarian menjadi terkonsentrasi di beberapa daerah saja, dan tidak semua kalangan masyarakat tertarik untuk melestarikan. Kurangnya sumber daya instansi/ahli pelestari cagar budaya erlihat dari satuan kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya yang hanya berjumlah 12 unit dan mencakup seluruh Indonesia, belum lagi satuan kerja Balai Arkeologi yang hanya berjumlah 10 unit mencakup seluruh Indonesia.