Media Sosial sebagai Media Pelestarian Cagar Budaya (2)
Dengan kemampuannya yang begitu cepat manghantarkan informasi dengan jaringan yang luas, selain dapat digunakan sebagai media pelestari budaya yang bersifat intangible (tak kasatmata), penggunaan media sosial ini dapat juga digunakan sebagai media untuk menyelesaikan permasalahan tentang kesadaran masyarakat terkait dengan pelestarian warisan budaya yang bersifat tangible (kasat mata), yang bisa disebut sebagai cagar budaya. Perlu diketahui bahwa mengedukasi publik mengenai pelestarian cagar budaya adalah salah satu upaya terbesar untuk melestarikan masa lalu (Estrabok, -).
Dalam Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 56, disebutkan bahwa setiap orang dapat berperan serta melakukan perlindungan cagar budaya. Di dalam undang-undang ini, hampir pada setiap kegiatan pelestarian selalu melibatkan peran serta masyarakat, antara lain dari pendaftaran cagar budaya, pelestarian cagar budaya, pemeliharaan cagar budaya, sampai dengan pengembangan cagar budaya. Pelestarian cagar budaya tersebut dapat dicapai dengan upaya pengembangan masyarakat lokal serta pelatihan berbasis masyarakat.
Upaya-upaya pelestarian cagar budaya yang melibatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pelestarian sudah banyak dilakukan oleh instansi-instansi maupun komunitas-komunitas terkait. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, berbagai upaya keterlibatan atau peran serta masyarakat sudah mulai dilakukan oleh bebagai pihak terkait, baik oleh perguruan tinggi, LSM, lembaga swasta, maupun pemerintah. Upaya tersebut berupa berbagai program yang terkait dengan pelestarian, seperti pelatihan pemeliharaan bangunan, bimbingan teknis rehabilitasi bangunan tradisional, dan yang lain sebagainya (Hadiyanta, 2017).