You are currently viewing Kesadaran akan Pentingnya Usaha Pelestarian Tinggalan Budaya

Kesadaran akan Pentingnya Usaha Pelestarian Tinggalan Budaya

Kesadaran akan Pentingnya Usaha Pelestarian Tinggalan Budaya
Oleh : Nahar Cahyandaru

Kesadaran akan kekayaan tinggalan budaya, ternyata tidak serta merta membawa kesadaran tentang pentingnya upaya pelestarian. Candi Borobudur sendiri setelah dibuka pada 1814 justru mengalamai berbagai macam permasalahan konservasi. Hal ini karena kondisi fisik candi yang menjadi terbuka sehingga mengalami tekanan kelestarian dari faktor lingkungan dan manusia. Berbagai peristiwa baik alam maupun campur tangan manusia terjadi secara intensif.

Kerusakan semakin mengkhawatirkan sehingga pemerintah Hindia Belanda memutuskan melakukan pemugaran. Pemugaran yang berlangsung tahun 1907 s.d. 1911 yang dipimpin oleh Theodore van Erp merupakan pemugaran yang sangat sukses dan berhasil mengembalikan kemegahan Candi Borobudur. Selesainya pemugaran Candi Borobudur, membuka kesadaran baru untuk melakukan pemugaran candi-candi lainnya. Cukup banyak candi di yang kemudian dipugar. Selanjutnya juga dilakukan pemugaran atau usaha pelestarian terhadap tinggalan-tinggalan lainnya.

Semua kegiatan pelestarian tersebut dicatat dan dipublikasikan dalam dokumen Oudheidkundig Verslag (OV). Dokumen ini mencatat semua kegiatan pelestarian termasuk pendataan, pendokumentasian, penelitian, pemugaran dan lain-lain. Dokumen OV ini terbit setiap tahun secara kontinyu bahkan hingga masa kemerdekaan, dan terakhir terbit tahun 1949. Dokumen ini sampai dengan saat ini masih menjadi referensi penting pada disiplin arkeologi.

Candi Borobudur hasil pemugaran Theodore van Erp

Secara kelembagaan, pemugaran Candi Borobudur juga membuka kesadaran baru. Hal ini dapat dicermati dari riwayat terbentuknya lembaga purbakala di Indonesia. Beberapa lembaga sempat dibentuk, dan semakin tertata serta professional setelah dipimpin oleh N.J. Krom, yang memiliki visi dan pengalaman dari belajar pada beberapa lembaga serupa di negara lain yang lebih maju. Ia kemudian ditunjuk untuk memimpin lembaga jawatan purbakala. Peristiwa pembentukan jawatan purbakala terjadi pada 14 Juni 1913. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Purbakala Indonesia. Wajar jika dikatakan bahwa pendirian lembaga ini tidak lepas dari kesadaran akan pentingnya pelestarian tinggalan budaya yang timbul setelah selesai memugar Candi Borobudur.

Sumber: Tulisan Nahar Cahyandaru berjudul Kesadaran-Kesadaran yang Bersumber dari Borobudur yang dimuat di Trilogi III