Kajian pengembangan wisata interpretasi Candi Borobudur bertujuan untuk menyebar pengunjung ke Kawasan Borobudur, agar tidak hanya terpusat pada Candi Borobudur. Fokus pada kajian ini adalah dengan melihat potensi desa-desa yang ada di Borobudur. Sebelumnya kajian ini berjudul Kajian Pendistribusian Pengunjung Zona 1 Borobudur. Namun karena adanya pandemi, yang berdampak terhadap berkurangnya pengunjung, judulnya berubah menjadi Kajian Pengembangan Wisata Interpretasi Candi Borobudur.
Borobudur telah menjadi destinasi wisata super prioritas dari program 10 Bali baru, yang merupakan program pemerintah. Presiden Joko Widodo menargetkan pengembangan destinasi super prioritas rampung tahun 202. Pemanfaatan Candi Borobudur untuk pariwisata dapat menimbulkan hal -hal yang positif tetapi bisa juga menimbulkan hal – hal yang negatif. Pelanggaran – pelanggaran yang sering terjadi adalah vandalisme seperti permen karet, coret-coret, memasukan koin atau puntung rokok. Terdapat pula pelanggaran lain seperti memanjat stupamaupun pagar langkan. Pelanggaran berat lain dapat mengakibatkan batuan candi hancur dan tidak dapat disambung lagi.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui jenis – jenis interpertasi, mengetahui potensi dan bagaimana melibatkan pemberdayaan masyarakat. Pada prinsipnya pengembangan wisata ini tetap harus mempertahankan OUV. Sebagaimana telah mendapatkan teguran UNESCO tentang minimnya pengalaman kunjung pada tahun 2006, sehingga perlu upaya untuk dapat menyebarkan kunjungan. Narsumber kajian, Dr. Ir. Dwita Hadirahmi, M.A juga menyebutkan bahwa kegiatan wisata interpretasi memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk lebih menikmati Candi Borobudur dan kawasannya. Pengunjung dapat melihat alam dengan menaiki andong, mengelilingi desa dan menaiki kuda, yang mana hal tersebut juga akan melibatkan masyarakat sekitar Borobudur.