Implementasi manajemen risiko dalam Konservasi Kawasan Cagar Budaya merupakan kebutuhan yang mendesak, mengingat cagar budaya memiliki risiko, baik ancaman proses alam maupun aktivitas manusia. Untuk melindungi dari berbagai risiko, maka digunakan paradigma baru dalam konservasi, yakni prinsip preventif, berupa pengelolaan risiko. Pendekatan ini bertujuan untuk menemukan strategi penanganan risiko yang tepat, terpadu, dan berkelanjutan sehingga risiko dapat dikelola dan diminimalisasi untuk mempertahankan kualitas cagar budaya dan mensejahterakan masyarakat.
Manajemen resiko dilakukan dengan pendekatan sistematik melalui tahap identifikasi dan analisis, penilaian, dan pengurangan risiko. Dalam artikel ini digambarkan studi kasus risiko pemanfaatan Kawasan Candi Gedongsongo. Metode risiko yang digunakan dinilai secara kualitatif dan kuantitatif yang dirumuskan R(Risiko)= H(Ancaman)xV(Kerentanan)/C(Kapasitas). (1) risiko rendah, (2) risiko sedang, dan (3) risiko tinggi.
Berdasarkan penilaian tersebut, Kawasan Candi Gedongsongo mempunyai risiko tinggi, baik risiko strategi pengurangan risiko. Langkah tersebut adalah: (1) komitmen publik mencakup peraturan perundangan, kerangka kelembagaan, pengembangan kebijakan, (2) manajemen lingkungan, (3) pelindungan cagar budaya, (4) sosial mencakup peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat, kemitraan dan stakeholder, (5) finansial, (6) monitoring, dan (7) sistem peringatan dini. Diharapkan dengan implementasi manajemen risiko dalam konservasi Kawasan Cagar Budaya dapat diterapkan dan direncanakan sehingga dapat dimanfaatkan selama mungkin dan tetap tertangkap makna kulturalnya.
Untuk artikel selengkapnya silahkan unduh disini