You are currently viewing Ilmu Tegangan Pertumbuhan Dan Peneresan Pohon Sebagai Satu Wujud Teknologi Kayu Berbasis Kearifan Lokal Budaya Jawa

Ilmu Tegangan Pertumbuhan Dan Peneresan Pohon Sebagai Satu Wujud Teknologi Kayu Berbasis Kearifan Lokal Budaya Jawa

Ketika berlangsung proses Pelatihan Konservasi Bahan Kayu yang dilaksanakan pada tanggal 20 September s.d 3 Oktober 2010 oleh Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dalam rangka meningkatkan kapasitas para pelestari Benda dan Bangunan Cagar Budaya (BCB), penulis sebagai pemateri menerima banyak pertanyaan dari para peserta pelatihan. Di dalam pertanyaan-pertanyaan itu, terdapat dua orang peserta yang mengajukan pertanyaan yang intinya sama, tetapi disampaikan dengan formulasi yang berbeda. Seorang peserta bertanya: “Mengapa nenek moyang kita memiliki tradisi tertentu dalam kaitan dengan penebangan pohon, yaitu bahwa pohon itu dithethaki terlebih dahulu sebelum pohon tersebut ditebang pada saat tertentu yang ditentukan berdasarkan pada perhitungan pranoto-mongso. Menurut informasi umum yang sulit dilacak dasar argumentasinya, tradisi nenek moyang tersebut dilakukan sebagai upaya agar mereka mendapatkan kayu yang berkualitas tinggi untuk digunakan sebagai bahan membuat komponen bangunan rumah. Adakah kebenaran yang terkandung di dalam tradisi ini dan apakah tradisi ini dapat dipertanggung-jawabkan?”. Pada sesi yang sama di dalam diskusi tersebut, seorang peserta lainnya juga mengajukan pertanyaan yang disampaikan dengan ungkapan berikut: “Mengapa pohon perlu diteres selama beberapa waktu, kemudian baru dilakukan penebangan terhadap pohon tersebut?”

Dua pertanyaan itu sangat menarik bagi penulis bila dilihat dari empat butir pendapat berikut. Pertama, dua pertanyaaan dari dua peserta tersebut memiliki inti pertanyaan yang sama, yakni mempertanyakan tentang ilmu yang menjadi basis pembenaran dan rasionalitas pemahaman terhadap peneresan pohon sebagai salah satu wujud praktek tradisi budaya etnik jawa yang berkait dengan teknologi kayu. Kedua, penanya kedua mungkin tidak begitu memahami arti kata dithethaki dan kata pranoto-mongso sebagai terminologi bahasa Jawa. Hal ini terlihat dari sikapnya untuk tetap mengajukan pertanyaan yang intinya sama. Ketiga, keilmuan yang melatar-belakangi rasionalitas tradisi berupa aktivitas nethaki pohon atau peneresan pohon itu merupakan informasi yang bernilai sangat penting. Oleh karena itu sangat diinginkan untuk diketahui oleh peserta. Keempat, berdasarkan pada pertimbangan yang tercantum di dalam butir pertama dan butir ketiga di atas, maka kiranya sangatlah bermanfaat untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah tentang keilmuan kayu yang dapat dijadikan landasan rasional tentang pelestarian tradisi peneresan pohon bagi para pelestari BCB.

Untuk artikel selengkapnya silahkan unduh ditautan ini