Pertanian Masyarakat Jawa Kuno pada Masa Borobudur
oleh Timbul Haryono
Masyarakat Jawa Kuno pada masa Borobudur adalah masyarakat yang perekonomiannya berbasis pertanian baik sistem sawah basah maupun sawah kering. Pertanian padi adalah menjadi faktor penting sebagaimana dapat dilihat dari beberapa relief di Candi Borobudur.
Beberapa prasasti menginformasikan sistem pengolahan sawah dari penyiapan lahan sampai penanaman dan panen. Beberapa istilah dalam pengolahan sawah masih bisa dijumpai sampai sekarang, antara lain amaluku, atanam, amatun, ahani, anutu. Pada relief Borobudur (Iba 336) adalah contoh ketika petani sedang membajak sawah ( amaluku ). Bentuk luku seperti yang digunakan petani Jawa sekarang yang ditarik oleh dua ekor sapi. Secara tidak langsung relief ini muga memberikan gambaran bahwa masyarakat Jawa Kuno memelihara ternak sapi untuk kepentingan pengolahan lahan pertanian.
Selain pertanian, sumber untuk makanan juga diperoleh dari sumber pangan hewani. Usaha peternakan unggas seperti jenis itik, ayam, kambing adalah untuk mencukupi akan kebutuhan makanan hayati dan nabati. Prasasti menyebutkan adanya kebutuhan akah hayam, hantiga, hantrini atau hantlu (telor) yang digunakan di dalam upacara ritual khususnya upacara penetapan sima (daerah perdikan).
Barangkali di sela-sela waktu masyarakat juga berburu burung atau mencari ikan di sungai, di danau atau di laut. Alat-alat penangkap ikan adalah jala, icir, wuwu sebagaimana digunakan oleh para pencari ikan di sungai masa sekarang; dan untuk menangkap burung mereka menggunakan tulup.