Masyarakat Indonesia menyimpan beragam kearifan lokal dalam berbagai aspek kehidupannya, tidak terkecuali untuk perawatan benda yang dianggap berharga oleh masyarakat tersebut. Dalam hal ini, praktek konservasi modern dapat belajar dan terinspirasi dari praktek-praktek yang telah menjadi tradisi didalam sebuah masyarakat. Salah satu contohnya adalah penggunaan jeruk nipis di lingkungan keraton dalam merawat keris yang telah dikembangkan menjadi bahan konservan cagar budaya berbahan besi. Contoh lainnya berupa aplikasi air rendaman tembakau yang digunakan oleh masyarakat Kudus untuk merawat rumah mereka, yang saat ini telah dikembangkan untuk cagar budaya berbahan kayu.
Berawal dari pemahaman tersebut, Jurnal Borobudur Volume XII Nomor 2 dibuka dengan artikel berjudul Kajian Konservasi Tradisional berdasarkan Tinjauan Naskah Kuno oleh Isni Wahyuningsih, dkk yang mencoba memetakan dan mencatat berbagai praktek tradisional yang dalam konteks modern dapat diutarakan sebagai langkah-langkah perawatan cagar budaya. Dua artikel berikutnya dalam edisi kali ini mencoba menyajikan pengembangan bahan alternatif untuk menghambat ancaman maupun mengkonsolidasi material cagar budaya. Absari Hanifah mempresentasikan Potensi Minyak Atsiri dalam Menghambat Pertumbuhan Isolat Bakteri yang Ditemukan di Candi Borobudur, sedangkan Rizka Rahma Sakti, Riyanto, dan Nahar Cahyandaru mengkaji Sintesis Litium Silikat (Li4sio4) dari Abu Sekam Padi untuk Konsolidan Bata. Sementara itu, studi kasus konservasi disajikan oleh Kajian Konservasi Gua Gajah di Gianyar Bali yang ditulis oleh Yudi Suhartono, dkk. Ketika sebuah wajan besar ditemukan di Kutoarjo, Purworejo pada tahun 2016, penemuan ini menginspirasi penelitian tentang Gondorukem oleh Yustinus Suranto, yang hasilnya kemudian disajikan dalam artikel berjudul Karakter dan Kualitas Gondorukem Kuna Hasil Penemuan di Pemukiman Pecinan Kutoarjo Kabupaten Purworejo.
Penyajian berbagai hasil kajian awal dalam artikel yang terangkum dalam edisi kali ini semoga dapat menginspirasi penelitian lebih lanjut, baik berupa pemanfaatan naskah kuno sebagai sumber ilmu konservasi, pengembangan metode dan bahan konservasi, metodologi studi kasus, maupun analisis temuan arkeologis. Perhatian yang lebih besar diperlukan, terutama dalam aspek kehati-hatian dan intervensi minimal, dalam melakukan pelestarian cagar budaya sehingga tidak malah kemudian tidak memberikan dampak negatif di masa depan.
Untuk melihat Jurnal selengkapnya silahkan kunjungi tautan berikut