Gus Dur dan Resolusi Konflik Aceh dan Papua

Presiden Ke-4 Abdurrahman Wahid

Bogor (28/8) Dalam pemerintahan Abdurrahman Wahid, konflik Aceh dan Papua masih belum selesai. Penyelesaian dikedua tempat itu dilaksanakan dengan opsi militer sehingga menutup penyelesaian melalui dialog terbuka. Pemerintah menggunakan kekuasaannya secara dominan kepada masyarakat di kedua daerah tersebit. Aspirasi masyarakat tidak didengar, sehingga konflik tidak pernah selesai secara tuntas. Secara sepintas konflik kelihatannya sudah selesai, tetapi kelompok yang oleh pemerintah Gerakan Pengacau Keamanan melakukan perlawanan diam-diam.

Untuk menjawab persoalan-persoalan keamanan di kedua daerah twersebut Gus Dur mencoba menggunakan pendekatan kebudayaan yang memungkinkan bagi kedua belah pihak melakukan dialog secara terbuka. Cara yang ditempuh Gus Dur seperti ini, membawa kesejukan dan kelegaan bagi masyarakat Aceh dan Papua. Pada tahun 1999 tepatnya Gus Dur mengeluarkan Keppres No. 88 mengenai Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh. Langkah ini memberikan harapan baru bagi masyarakat Aceh, sehingga Gus Dur dikenal sebagai presiden yang kaya akan penekatan kebudayaan dan humanis. Langkah ini juga dipergunakan oleh Gus Dur untuk mengakomodasikan aspiriasi masyarakat Irian Jaya yang menginginkan tanah tumpah darah mereka diberi nama Papua.

Dengan cara demikianlah Gus Dur dapat menyelesaikan konflik di daerah tersebut. Aceh menjadi Nangro Aceh Darussalam dan Irian Jaya menjadi Papua. Dengan Pendekatan kebudayaan dan humanis telah menjadikan konflik didaerah tersebut mereda. semoga sumbangsih yang besar dari Gus Dur menjadikan kedua daerah tersebut menjadi aman dan damai. Sumber : Buku Presiden Republik Indonesia 1945-2014. (Doni Fitra)