Goenawan Mangoenkoesoemo

0
8745

MOTIVATOR ORGANISASI PEMUDA BOEDI OETOMO.

Pengantar

Apabila kita   membahas tentang  proses pendirian organisasi Boedi Oetomo (selanjutnya disingkat BO)  pada 20 Mei 1908, kita tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan dua tokoh pendirianya. Kedua tokoh itu adalah Raden Soetomo dan Mas Goenawan Mangoenkoesoemo (selanjutnya disingkat GM).  Walaupun kedua tokoh ini memiliki dua karakter yang berbeda, namun saling melengkapi.   Soetomo memiliki karakter yang tenang, dan berhati-hati dalam mengeluarkan pendapatnya, sementara GM lebih tajam dan lebih tegas dalam menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan.  Selain Soetomo, tercatat  beberapa nama yang diterima menjadi siswa STOVIA angkatan 1903 seperti RM Goembreg, GM, Sulaiman, Soewarno, Saleh, Boediardjo Mangoenkoesoemo.  Sementara itu, kebanyak di antara mereka lulus dari Sekolah Kedokteran STOVIA  pada 1911.  Selanjutnya, kedua sahabat itu bersama-sama menjadi pengurus organisasi BO.

            Witing tresna jalaran soko kulino (Awal datangnya  cinta datang dari kebiasaan),  demikian bunyi pepatah Jawa. Pepatah ini terbukti dengan seringnya Soetomo bergaul dengan teman-temannya, baik di STOVIA maupun di luar STOVIA. Salah satu sahabat dan rekan seangkatan Soetomo, yakni GM tertarik dengan salah satu saudara kandung Soetomo yang bernama Raden Adjeng Srijati (1895-1963). Sejak Srijati menamatkan sekolahnya di sekolah dasar Belanda,  GM tertarik dengan sosok gadis itu. Kegiatan bersama Soetomo menyebabkan keduanya sering berjumpa.  Kemudian mereka berdua mengikat hubungan sehidup semati dengan meningkatkan hubungan ke jenjang pernikahan pada 1911.  Kehidupan keluarga GM beserta isterinya, sama seperti halnya kehidupan keluarga lainnya. Pada 1919, Soetomo dan GM berangkat bersama-sama ke Negeri Belanda untuk melanjutkan sekolah kedokteran di sana.  Di negara inilah GM berhasil menyelesaikan studinya pada 1921. Sekembalinya ke tanah air, kedua sahabat ini berpisah. Dr. GM ditempatkan di Palembang  sebagai dokter kabupaten, sementara dr. Soetomo ditempatkan di Surabaya.   Pada 1927-1928, Dr. GM berangkat kembali ke Belanda untuk mengambil spesialisasi penyakit paru-paru.  Sekembalinya di tanah air, ia ditempatkan sebagai dokter di Rumah Sakit Umum Semarang. Belum begitu lama menjalankan sebagai dokter di Semarang, pada 1929, Dr. GM meninggal dunia.  Isterinya Srijati, setelah Dr. GM wafat, ia pindah ke Surabaya. Di sana ia mengasuh asrama sekolah yang didirikan  oleh kakak kandungnya  di bawah pengawasan organisasi BO. Sebagai isteri sahabatnya sekaligus adik kandungnya, Dr. Soetomo mengajak Srijati untuk berlayar ke Jepang, Hongkong dan Singapura. Srijati kemudian menikah lagi pada 1939 dengan dr. Raden Sahit yang wafat paa 1957. Sementara Srijati sendiri meninggal dunia pada 1963.

            BO sebagai suatu organisasi memerlukan orang-orang yang mampu untuk menjadi konseptor dalam menyusun pokok-pokok keorganisasiannya.  Apa yang menjadi kepakaran GM adalah menyusun konsep-konsep keorganisasian yang nantinya dijadikan pedoman dalam pengembangan organisasi.  Oleh karena itu, kemampuannya yang pandai dalam berlogika dan berargumen menjadi pelengkap bagi berkembangnya organisasi ini.  Kemampuan kedua tokoh ternyata saling melengkapi. Dr. Soetomo lebih tenang dan berhati-hati dalam berbicara, dan dalam tindakan, sementara GM lebih banyak menuangkan gagasannya dalam tulisan. Dengan demikian, pantaslah bahwa dua serangkai (Soetomo dan GM) merupakan motor, penggerak, dan motivator dari gerakan organisasi BO, seperti apa yang dikatakan oleh dr. Tjipto Manoenkoesoemo  yang dikutip dr. Soetomo dalam buku Kenang-Kenangan Dr. Soetomo.

            Dalam perjalanan perjuangan BO, Soetomo yang bergerak maju ke depan mengembangkan organisasi itu, sementara GM yang mendampinginya, guna memperkuat, menangkis atau bahwa melawan  dalam berdebat tentang BO.  Kedua tokoh ini tidak dapat saling dipisahkan, karena keduanya saling mengisi  bahkan memiliki jiwa dan  dan semangat yang tinggi dalam menentang tekanan terhadap kaum bumiputera yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.  Apa yang mereka berdua perjuangkan adalah membangkitkan semangat kaum bumiputera untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bangsa Eropa yang saat itu menguasai seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Keduanya bersama-sama terpanggil untuk membela bangsanya yang berada di bawah tekanan pemerintah kolonial. Secara naluri mereka berdua sejalan untuk melakukan perubahan dengan cara yang cermat,  akurat dan akuntabel dengan keyakinan bahwa sesuatu akan terjadi sebagai akibat dari perjuangan organisasi yang mereka dirikan bersama beberapa teman STOVIA lainnya (Soembangsih,  hlm. 5).

            Soetomo mengakui bahwa “Tiada satu kali saja kita berdua (Soetomo dan GM) pada diri sendiri: Siapakah gerangan yang menyuruh kita, maka berdua melukiskan perasaan dan kemauan yang tidak berbeda ini? Jawab kita yang mengherankan betul karena persamaannya, ialah bahwa “de lucht is zwanger van deze gedachten en lideen” Udara mengandung cita-cita dan kemauan ini, udaralah yang kita berdua sama-sama mengisapnya”  demikian tulisan Soetomo tentang GM yang ditulis dalam buku Kenang-Kenangan yang ditulisnya dan diedit oleh van der Veur. Soetomo mengakui bahwa GM memiliki peranan yang sama besar dengan dirinya. Tanpa kehadiran GM organisasi ini akan timpang. Persamaan keduanya sebagai warga yang senasib digambarkan oleh Soetomo sebagai “udara yang sama-sama kita berdua menghisapnya”. Ini merupakan suatu bukti dan pengakuan yang dibuat oleh Soetomo terhadap rekan seperjuangannya itu. Dorongan utama kedua tokoh ini dalam  pendirian BO dapat dilihat dari Soembangsih yang merupakan buku peringatan 10 tahun berdirinya BO. Didesak oleh  tuntutan masyarakat baik di dalam negeri maupun di dalam negeri mendorong mereka untuk mengumpulkan teman-teman yang sedang mengenyam pendidikan di STOVIA untuk membentuk organisasi pemuda. Berangkat dari berita yang dimuat koran-koran terbitan luar negeri yang mereka baca, meyakinkan mereka bahwa  bangsa yang bersatu pasti mampu mengalahkan kekuatan negara-negara adidaya.

Jasa GM bagi Perkembangan BO

GM yang menjabat sebagai sekretaris Boedi Otomo menurut pengakuan Soetomo adalah  seorang pribadi yang sangat setia pada organisasi BO.  Ia adalah orang yang sangat konsisten terhadap pendiriannya bahkan merupakan motor, penggerak, dan motivator  dari organisasi ini.  Hal ini dinyatakan oleh Soetomo tatkala memberikan catatan pribadinya pada tokoh yang baru saja meninggal dunia. Ia menyatakan bahwa GM telah mengorbankan dirinya demi organisasi mereka, dan jasanya terhadap nusa dan bangsa tidak tertandingi oleh siapa pun.

            Dalam kegiatan berorganisasi GM memiliki pekerti dan rasa dalam berbahasa, sehingga karena kesantunan berbahasa, organisasi BO diapresiasi baik oleh lawan maupun kawan.  Tulisan-tulisannya membuat kawan menjadi lebih gembira, sementara di kalangan lawan-lawannya dengan keahlian yang dimilikinya dapat membuat kawan-kawan yang tidak menyetujui pandangannya menjadi lebih paham akan maksud dan tujuan organisasi yang dipimpinnya.  Ia dikenal sebagai orang yang gemar akan keadilan  dan kemerdekaan. Oleh karena itu, perasaan persamaan di antara bangsa baik  bangsa bumiputera maupun bangsa Eropa merupakan semboyan yang terus hidup dalam sanubarinya. Perbuatan yang membedakan penduduk bumiputera, apalagi perbuatan yang membuatnya bodoh menjadi sasaran serangannya yang terus hidup dalam sanubarinya secara konsisten.  Paham demokrasi selalu diperjuangkan dalam setiap rapat, diskusi atapun kongres BO selalu diperjuangkan, sehingga organisasi ini diharapkan mampu menampung seluruh aspirasi komponen-kompenennya.

            Sejak pertama kali menulis dalam usia 15 tahun, ia selalu konsisten dalam berdiskusi tentang perubahan adat-istiadat, tentang persamaan hak antara kaum bumiputera dan orang Eropa serta kaum Vreemdeoosterlingen.  Gagasan dan pemikirannya seringkali dituangkan dalam  surat kabar harian Java Bode. Dalam harian ini sering kali GM menyatakan kekecewaannya terhadap ketidakadilan, kekolotan kaum bumiputera yang selalu mengalah dan menerima nasib. Ia juga seringkali melontarkan kritikan terhadap seringnya terjadi pernikahan muda yang menyebabkan kesengsaraan dan penderita rakyat bumiputera.

            Selanjutnya  Soetomo memberikan kesaksian bahwa sejak lahirnya BO hingga wafatnya GM (1929) hubungan mereka berdua semakin lama semakin erat, sehingga keluarlah pernyataan Tjipto Mangoenkoesomo yang melukiskan bahwa dengan meninggalkan GM Soetomo telah kehilangan dalangnya.  Tjipto Mangoenkoesoemo sebagai kakak kandung GM merasa bahwa hubungan baik secara pribadi maupun secara organisatoris di antara keduanya hubungannya sangatlah kental. Tjipto Mangoenkoesoemo menyadari betul bahwa di balik kemajuan BO, terdapat GM yang selalu mengarahkan organisasi ini hingga menjadi besar seperti yang terjadi saat itu. Hal ini diketahui benar oleh Tjipto Mangoenkoesoemo karena adiknya selalu berkorespondensi dengannya.  Dalam menyampaikan pendangannya yang dituangkan dalam surat itu, GM tidak pernah merasa memiliki konflik dengan Soetomo dan  pengurus organisasi itu.  Persamaan visi, semangat,  pandangan politik  dan perjuanganan GM  selalu cocok dan selaras dengan pandangan Soetomo.   Hal ini terbukti dari surat yang ia kirimkan kepada GM dan demikian pula jawaban atau surat yang dikirimkan oleh GM kepadanya yang berupa  satu cita-cita yang sama. Dalam hati, Soetomo pernah berfikir  siapakah gerangan yang menyuruh mereka berdua seia sekata  yang hampir tidak pernah berbeda pandangan.

            Semua orang mengakui bahwa GM memiliki kemampuan untuk  meyakinkan orang atas gagasan dan pendapat yang dilontarkannya demi kemajuan BO. Bagi orang-orang yang belum yakin terhadap pandangan organisasi BO,   dengan mudah akan diyakinkan oleh GM. Berkat kemampuannya yang tinggi dalam berargumentasi, GM mampu mengubah pikiran “lawan-lawan” BO untuk bergabung dengan organisasi ini tanpa ada keraguan sama sekali.  GM-lah yang diberi tugas untuk menentang dan melawan siapa saja yang menentang atau merintangi BO. Dengan gembira ia menjalankan kewajibannya itu dan dengan gembira pula ia mengorbankan tenaga, pikiran, bahkan hartanya apabila organisasi memerlukannya.

            Solidaritas GM berserta siswa-siswa STOVIA lainnya mulai muncul tatkala Soetomo akan dikeluarkan dari sekolah dokter itu, karena dianggap  akan melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Namun, siswa STOVIA lainnya di bawah perintah GM mengancam akan segera keluar dari STOVIA apabila Soetomo dikeluarkan dari sekolah dokter tersebut.  Soetomo beserta kawan-kawannya di STOVIA akhirnya dipanggil oleh Direktur Stovia de. H.F. Roll. Berkat pandangannya yang luas, dan pemahaman akan jiwa anak-anak muda, Direktur sekolah dokter sangatlah bijaksana, karena ia berani menghadapi resiko dalam menghadapi anak-anak muda. Persatuan anak-anak muda ini dipahami betul oleh H.F. Roll, dan hal ini belum pernah terjadi di sekolah kedokteran di Weltevreden ataupun di institusi lain.

            GM sanggup menjembatani celah antara kaum muda dan kaum tua atau antar-kaum muda. Siswa STOVIA saat itu memerlukan beaya yang tidak sedikit untuk penyelenggaraan Kongres BO yang Pertama. Bantuan dana yang tidak mengikat diterima dari banyak pihak, termasuk di dalamnya siswa-siswa STOVIA.  Banyak di antara para siswa itu yang menyerahkan arlojinya untuk dijual dan hasilnya digunakan sebagai beaya kongres. Selain itu ada yang menyerahkan kain panjang, sarung, kain kepala dan benda-benda lain milik pribadi siswa sekolah dokter STOVIA yang hasilnya digunakan untuk membantu pelaksanaan Kongres BO yang I, yang akan dilangsungkan di Yogyakarta. Dalam merealisasikan dukungannya, masing-masing siswa mengundang tokoh-tokoh yang dikenalnya, antara lain: RM Adipati Ario Koesoemo Oetojo, bupati Jepara; Pangeran Acmad Djajadiningrat, bupati Serang; saudara-saudara Soetomo; bupati Temanggung,  adik-adik Raden Adjeng Kartini dihubungi oleh dr. Moehammad Saleh; Regent Karanganyar RAA Tirtokoesoemo ikut diundang berkat bantuan  GM.

            Dalam pelaksanaan kongres itu,  GM juga mengundang dr. Wahidin Soedirohoesodo, Douwes Dekker. Bersama dengan mereka itu GM membahas tentang peraturan dan tata tertib Kongres I BO.  Untuk mempersiapkan pidato pembukaan, tugas GM-lah yang harus menyusun dan merumuskan pidato itu.  Sementara itu, dalam sidang komite, GM akan bergabung dalam komite yang membicarakan tentang pendidikan bagi kaum bumiputera. Bahkan tidak segan-segan GM menjadi ketua Indische Vereniging yang kelak menjadi Perhimpunan Indonesia bersama dengan RM Soewardi Soerjaningrat.

 Gagasan GM dalam BO

Apa yang disampaikan oleh Soetomo tentang tujuan didirikannya BO pada saat pendiriannya, antara lain:

  1. Memajukan pengajaran sesuai yang dicita-citakan oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mengilhami kaum muda STOVIA dalam membentuk BO.  Pendidikan merupakan upaya pertama yang harus dijalankan demi tercapainya kemajuan bangsa;
  2. Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan;
  3. Memajukan teknik dan industri;
  4. Menghidupkan kembali kebudayaan.

Keempat gagasan ini disempurnakan oleh GM selaku sekretaris BO. Unsur persatuan merupakan kunci dari keberhasilan suatu bangsa dalam memperjuangkan hak-haknya. Oleh karena itu, Persatuan seluruh komponen bangsa dijadikan tujuan utama dari pendirian organisasi BO ini.

            Menghadapi kenyataan bahwa kaum bumiputera menghadapi kesulitan dalam hidup, khususnya kehidupan sehari-harinya, pertanian perlu dimajukan. Demikian pula peternakan. Antara pertanian dan peternakan merupakan aktivitas sehari-hari penduduk bumiputera. Dari sinilah mereka dapat menyambung hidupnya dan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Oleh karena itu memajukan pertanian dan peternakan merupakan upaya untuk mensejahterakan kaum bumiputera. Sementara itu, perdagangan juga harus dimajukan. Kebutuhan akan model bagi para pedagang bumiputera sangat diperlukan. Oleh karena itu, tujuan memajukan perdagangan akan mensejahterakan kaum pedagang atau pun justru penduduk bumiputera dalam memperdagangkan hasil buminya.

            Kenyataannya bahwa pertanian di wilayah Hindia Belanda belum maju. Hasil panenan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak memungkinkan bagi mereka untuk mengolah sawah secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, memajukan teknik dan industri khususnya di kalangan kaum bumiputera menjadi prioritas untuk dikerjakan oleh organisasi yang menamakan BO ini. Kebudayaan merupakan kekayaan bangsa. Oleh karena itu, kebudayaan harus tetap diberikan ruang untuk maju.  Dalam memajukan kebudayaan ini, tentunya akan lebih memajukan kebudayaan sendiri bila dibandingkan dengan kebudayaan Barat. Oleh karena itu, karena kebudayaan merupakan identitas dari bangsa, memajukan kebudayaan merupakan prioritas yang akan dijadikan program dari pendirian organisasi BO.

            Dengan bertujuan hal-hal tersebut di atas, sangatlah mengagumkan bahwa organisasi ini setelah satu tahun berdiri  telah memiliki anggota sebanyak 10.000 orang. Kongres I yang diselenggarakan pada 1 sampai dengan 5 Oktober 1808 di Kota Yogyakarta itu menghasilkan susunan pengurus yang baru yang diketuai oleh R.T. Tirtokoesoemo, Bupati Karanganyar, Jawa Tengah.  Dari keputusan Kongres I di Yogyakarta ini, ada beberapa keputusan yang dianggap penting, terutama oleh para pendiri organisasi ini. Keputusan itu antara lain:

  1. Menolak untuk mengikuti kegiatan politik;
  2. Kegiatan BO lebih banyak diarahkan untuk pendidikan dan budaya;
  3. Ruang gerak organisasi terbatas hanya untuk bumiputera Jawa dan Madura saja.

Dalam perkembangannya, hingga 1929 (sebelum meninggalnya GM), prinsip-prinsip  organisasi BO seperti  diungkapkan oleh Soetomo bahwa prinsip-prinsip ini merupakan hasil pemikiran BO sebagai suatu partai non politik. GM sebagai konseptor dan motivator organisasi sangat mengidolakan unsur persatuan, yang menjadi modal dasar perjuangan organisasi ini.  Ada pun prinsir-prinsip dasar itu antara lain:

  1. Prinsip Persatuan adalah yang paling utama. Prinsip inilah yang secara konsisten dipegang teguh oleh GM sejak ia masih berusia muda hingga perjuangannya dalam kancah perjuangan BO. Persatuan harus dicapai dengan segala daya upaya. Perbedaan pendapat haruslah dihormati. Kebenaran yang pahit sekalipun  hendaknya tetap diakui, sehingga prinsip demokrasi berdiri  dengan tegak pada organisasi ini;
  2. Perdebatan antara Kooperasi  dan Non Kooperasi bukanlah suatu prinsip yang harus diperjuangkan.  BO sadar bahwa kaum bumiputera memerlukan pemerintah kolonial Belanda.  Apabila hal itu dianggap bermanfaat maka harus secara jujur diakui  tanpa harus merendahkan martabat orang atau institusi lain;
  3. Menentang Ekstremitas Komunis dan intoleransi Golongan Islam. Hal ini merupakan suatu sikap organisasi terhadap pemberontakan komunis pada 1926. Dalam wawancara dengan harian De Indische Courant, Soetomo secara tegas menyatakan bahwa dirinya adalah seorang nasionalis yang tidak menyetujui cara-cara yang dilakukan oleh kaum Komunis.  Jalan kekerasan bukanlah jalan yang yang akan membawa bangsa ini menuju ke gerbang kemerdekaan.  Sementara itu, BO juga mengkritik intoleransi Islam. Walaupun Soetomo membina hubungan yang baik dengan KHM Mansoer  dan bertindak sebagai penasehat bidang sosial ekonomi Muhammadiyah sekaligus juga berhubungan dengan orang-orang penting dari kalangan Nahdatul Ulama,  secara terus terang BO menentang pernikahan  anak-anak.  Ia menyadari bahwa perkawinan anak-anak merupakan problem nasional. Ia juga menolak praktik perceraian di kalangan umat Islam;
  4. BO yakin bahwa jalan menuju ke Kemerdekaan Indonesia masih panjang dan sukar. Bagi BO masalah kemerdekaan merupakan gabungan dari pandangan praktis  dengan idealisme. Ia sepenuhnya sadar akan kelemahan masyarakat bumiputera  dan pemimpin politiknya.  Sebelum membicarakan tentang kemerdekaan bagi BO lebih penting membicarakan tentang nation building, morele herbewapening (kebangkitan moral),  otoaktiviteit (aktivitas sendiri) dan sebuah konsep tentang Indonesia Mulia.
  5. Pendidikan Barat telah mengasingkan bangsa Indonesia dari kebudayaannya sendiri. Pendidikan Barat telah membawa kesengsaraan bagi penduduk Bumiputera.  Pemerintah Kolonial Belanda hanya menyelenggarakan pendidikan cara Barat, namun mengesampingkan kondsi sosial ekonomi kaum bumiputera.

Hal-hal inilah yang merupakan gagasan BO yang diolah dengan baik oleh GM. Sebagai orang yang lihai dalam hal berdebat mengenai konsep yang dijadikan pedoman bagi BO, GM telah menggariskan prinsipnya untuk dijadikan pedoman dalam BO, di samping pedoman lain yang digagas oleh pengurus BO lainnya. Bagi GM, Unsur persatuan bangsa merupakan satu-satunya modal utama dalam memperjuangkan nasib bangsanya yang kondisinya saat itu sangat memperihatinkan. Sebagian besar dari gagasan GM  akhirnya dijadikan pedoman bagi BO seperti halnya yang ditulis dalam buku Kenang-Kenangan Dokter Soetomo  karya Paul W van der Voeur (1984).

Bercermin dari Polandia

Diakui oleh Soetomo bahwa persatuan seluruh komponen bangsa merupakan kekuatan yang maha dahsyat, yang mampu menghancurkan kekuatan apa pun yang dihadapinya. Bercermin dari peristiwa di Polandia, Soetomo mengharapkan bangsa yang  saat itu terjajah dapat bangkit dan berdiri di tengah kancah politik dunia yang setiap saat mengancam negara itu. Polandia merupakan sebuah negara yang kuat, yang memiliki persenjataan dan tentara yang sangat kuat.  Akan tetapi dalam pertempuran melawan tiga negara yang memiliki peralatan persenjataan yang lengkap, rakyat Polandia tidak mampu untuk bertahan dalam menghadapi serangan itu.  Negara itu kemudian dibagi menjadi tiga  dan menjadi rebutan bagi ketiga musuh Polandia itu, yang membuat negara itu kehilangan kemerdekaannya.

            Merupakan suatu mimpi dan angan-angan saja apabila negara Polandia dapat memperoleh kembali wilayah yang telah dibagi tiga dan  menjadi milik ketiga negara pemenang perang itu. Juga merupakan hal yang sangat mustahil apabila Polandia dapat meraih kemerdekaannya kembali. Namun, kenyataannya berbeda dengan hitungan matematis yang meletakkan Polandia sebagai negara terjajah.  Bangsa Polandia berhasil memulihkan persatuannya  dalam satu ikatan kebangsaan yang menjadikannya suatu kekuatan yang luar biasa. Di samping itu, dukungan moral maupun material juga datang dari warga Polandia yang berada di pengasingan, atau yang metetap di luar wilayah negara itu.  Para pelarian ditampung di negara Swiss yang saat itu bersedia untuk menerima para pengungsi Polandia. Dari wilayah pengungsian inilah kemudian rakyat Polandia mengumpulkan dana untuk mendirikan Gedung Nasional di Swiss yang  mereka jadikan markas untuk menggalang persatuan bangsa Polandia pelarian agar dapat berpartisipasi dengan bangsa Polandia lainnya guna merebut kembali kemerdekaannya.  Dari gedung ini pulalah dirancang bagaimana mempersatukan rakyat Polandia yang tercerai berai, mempersatukan mereka dan yang paling utama adalah menghimpun kekuatan untuk merebut kemerdekannya kembali.

            Kenyataan yang ada saat itu, negara Polandia telah terbagi tiga, kaum terpelajar, politisi, birokrat, setiap tahun pergi ke negara Swiss untuk melakukan koordinasi dan menyusun strategi demi membebaskan negaranya dari cengkeraman bangsa asing.  Mereka bertekad untuk tetap berjuang  tanpa memikirkan ras, agama, atau kelompok masing-masing. Baru pada 1932 negara itu memperoleh kembali kemerdekaannya.  Namun,  teman diskusi Soetomo tentang masalah Polandia ini, yaitu GM telah mendahuluinya. Ia meninggal dunia pada 1929, mendahului rekan-rekan seperjuangannya.

Penutup

Peranan GM dalam organisasi BO tidak diragukan lagi. Ia adalah orang yang berada di belakang layar perkembangan BO. Upaya yang dilakukan untuk mengajak siswa-siswa lain di STOVIA menunjukkan bahwa GM adalah orang yang disegani karena selain ramah dan pandai bergaul dengan siswa lain, ia termasuk siswa yang pandai sehingga dipercaya oleh siswa SOVIA lainnya. Tidak segan-segan teman-temannya di STOVIA menyumbangkan harta mereka demi mensukseskan Kongres Pertama BO. Sebagai organisasi yang baru lahir, tentunya belum memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, dengan cara mengumpulkan sumbangan sukarela dari  siswa-siswa STOVIA yang percaya dan optimis terhadap perkembangan BO, kesukarelaan mereka merupakan dukungan moril bagi Soetomo dan GM yang menjadi penggerak dari organisasi ini.

            BO sebagai suatu organisasi memerlukan think tank. GM-lah orang yang berada di balik layar organisasi BO yang berkembang pesat. Di tangan GM-lah semua permasalahan organisasi ditangani.  Khusus untuk menanggapi  mereka yang menentangnya, Soetomo selalu menyerahkan hal tersebut kepada GM.  Tokoh ini memiliki ketajaman dalam menuangkan pikirannya, memiliki logika yang cukup baik. Dengan demikian mereka yang semula menentang organisasi BO, berubah bahkan mendukung organisasi ini. Hal ini diperkuat dengan pengakuan Soetomo yang mengatakan bahwa keduanya (Soetomo dan GM) memiliki kemauan dan tujuan yang sama. GM-lah yang menopang dari belakang kehidupan organisasi BO.

            Gagasan utama dari GM terhadap perkembangan BO adalah prinsip persatuan. Prinsip inilah yang paling utama, yang harus diprioritaskan dalam kegiatan berorganisasi. Hingga akhir hayatnya (1929) GM bersama Soetomo sedang mengamati proses demokratisasi di Polandia. Walaupun GM tidak mengetahui hasil akhir dari perjuangan rakyat Polandia, namun pada 1932, rakyat Polandia berhasil memperoleh kedaulatannya kembali setelah negara itu dipecah menjadi 3 bagian. Berkat persatuan rakyat Polandia, kemerdekaan dan demokrasi di Polandia dapat diperoleh kembali.

            GM tidak mempermasalahkan konsep Kooperasi atau Non-Kooperasi. Bagi GM, keduanya tidak akan berarti apa-apa apabila kaum bumiputera masih mengalami penderitaan seperti yang ada pada saat itu.  Seperti apa yang dikutip dalam koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 17 September 1917  perdebatan dalam tubuh BO khususnya tentang sikap Kooperatif dan Non-Kooperatif tidak begitu penting bagi GM. Ia lebih mementingkan manfaat apa yang akan dihasilkan baik melalui Kooperatif maupun Non-Kooperatif. Apa pun yang akan diambil, bagi GM yang penting  adalah mengentaskan kemiskinan dan penderitaan kaum bumiputera dengan meningkatkan pendidikan bagi mereka.

            Sejak GM meninggal dunia pada 1929, perkembangan BO mengalami pasang surut.  Soetomo setelah kematian GM banyak hal yang justru memperkecil perkembangan dan peranan BO. Soetomo berperan besar dalam penyelenggaraan Kongres Indonesia Raya yang  pertama di Surabaya (1-3 Januari 1932).  Hal lain yang agak mengganggu perkembangan BO adalah solidaritas Soetomo terhadap kaum radikal tatkala terjadi pememberontakan di kapal Zeven Provincien  pada Februari 1933.  Dalam menjelaskan pemberontakan ini, Soetomo memohon pengertian dari pemerintah kolonial Belanda tentang sebab-sebab terjadinya pemberontakan itu. Akibat dari pemberitaan itu, pemimpin redaksi Soeara Oemoem,  RT Tjindarbumi ditangkap dan dipenjara dengan dakwaan menghasut rakyat untuk melakukan pemberontakan itu.

     Boedi Oetomo harus berjalan tanpa ada orang yang mengarahkan untuk memperjuangkan tujuan BO, tatkala Soetomo harus pergi ke luar negeri selama 2 tahun (1936-1937).  Setelah kembali dari tugas keluar negeri, organisasi BO  gemanya sudah tidak begitu besar lagi. Hal ini disebabkan oleh kegiatan Soetomo yang harus mengajar di pagi hari dan membuka praktek di Surabaya pada sore dan malam hari.  Walaupun BO masih tetap hidup, namun dengan absennya GM dan kesibukan Soteomo  menjadikan organisasi ini kurang terasa peranannya dibandingkan dengan organisasi lainnya yang sezaman.  Bahkan di antara organisasi itu muncul beberapa partai politik yang secara tegas memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Apalagi setelah tokoh pendiri BO ini meninggal dunia pada 30 Mei 1938, organisasi ini nyaris tidak terdengar lagi gerak perjuangannya baik dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia maupun dalam mengisi kemerdekaan itu.

 Daftar Pustaka

Koran

Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 17 September 1917, lembar 1

Soerabajasch Handelsblad, 28 April 1934, lbr. 1 “Dr. Soetomo”

De Indische Courant, 31 Mei 1938, lbr. 1” Bij Het Heengaan van Dr. Soetomo”

Bataviaasch Nieuwsblad, 5 Mei 1927, lbr. 1 “De legenda over dr. Soetomo”

Buku

Abdulgani, Dr. H. Roeslan (1976). Alm. Dr. Soetomo yang saya kenal.  Yayasan Idayu, Jakarta.

Firdaus, A.N. K.H. (1997) Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Perjuangan Bangsa.  Jakarta: CV. Datayasa.

Museum Kebangkitan Nasional (2011). Soetomo dan Perjuangannya.  Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.

Panuju, Redi (2002). Dr. Soetomo Pahlawan bangsaku.  Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Soerjowinoto, Raden (1918) Soembangsih: Gedenkboek Boedi Oetomo 1908-1916. Tijdschrift Nederlandsch Indie Oud & Nieuw.

Soeroto (1985).  Dr. Soetomo Peletak Batu Pertama Cita-Cita Indonesia Raya.  PN. Balai Pustaka: Jakarta.

Veur, Paul W. van der (Ed.) (1984). Kenang-Kenangan Dokter Soetomo.  Jakarta: Sinar Harapan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1]Makalah ini disajikan pada acara Diskusi Tokoh Goenawan Mangoenkoesoemo, yang diselenggarakan pada 25 Oktober 2016 di Gedung Museum Kebangkitan Nasional Jakarta.

[2]Pemakalah adalah pengajar tetap di Departemen Sejarah, Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Yang bersangkutan dapat dihubungi melalui email Djoko_marihandono@yahoo.com.

[3] Roeslan Abdulgani, 1976. Alm. Dokter Soetomo yang Saya Kenal. Jakarta: Yayasan Idayu, hlm. 18. Diploma Indlansche Arts  atau ijazah sebagai dokter bumiputera diberikan kepada siswa STOVIA yang telah lulus. Pada 1911, beberapa siswa yang lulus dari sekolah kedokteran ini antara lain: Raden Soetomo, Mas Goenawan mangoenkoesoemo, J. Latumenten, Raden Slamet, Mas Mohamad Saleh,  A. Andu, Raden Mas Gumbrek, dan Mas Ramelan. Lihat juga De Sumatra Post,  18 April 1911, hlm. 1.

[4]Pada saat dr. GM wafat, kakak kandungnya, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo mengatakan bahwa Soetomo telah kehilangan dalangnya. Nyatanya benar bahwa atas wafatnya  rekan seperjuangan sejati, Soetomo telah kehilangan separuh hidupnya, khususnya dalam kehidupan berorganisasi  seperti dikatakan oleh kakaknya, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo.

[5]Lihat Paul W. van der  Veur (ed.). 1984.  Kenang-Kenangan Dokter Soetomo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Buku ini  berisi 3 bagian. Bagian I berisi tentang tulisan van der Veur tentang Dokter Soetomo. Bab II berisi tentang bunga rampai tulisan Soetomo  pribadi dan bab III berisi tentang Kenang-kenangan yang bersangkutan dengan kehidupan pribadi Dokter Soetomo.  Bagian II dan III dari buku ini merupakan tulisan dr. Soetomo pribadi, yang dihumpun oleh pengarang, sehingga dapat dijadikan bukti otentik dari apa yang dijadikan pokok pikiran dari pendidi organisasi Boedi Otomo ini.

[6]Pengurus Perkumpulan Boedi Utomo yang didirikan pada Rabu, 20 Mei 1908 pukul 9 pagi menetapkan pengurus perkumpulan BO terdiri atas: R. Soetomo sebagai Ketua, M. Soelaiman sebagai wakil ketua, Soewarno sebagai Sekretaris 1, M. Goenawan Mangoenkoesoemo sebagai Sekretaris 2, R. Angka sebagai Bendahara dan M. Soewarno, M. Mohamad Saleh, dan M. Goembrek sebagai komisaris. Lihat  Museum Kebangkitan Nasional, 2011. Soetomo dan Perjuangannya, Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional, hlm. 22.

[7] Raden Surjowinoto (1918) Soembangsih: Gedenkboek Boedi Oetomo 1908-1916. Tijdschrift Nederlandsch Indie Oud & Nieuw.

[8] Lihat De Indische Courant, 31 Mei 1938, lbr. 1” Bij Het Heengaan van Dr. Soetomo”

 

[9]Lihat  Bataviaasch Nieuwsblad, 5 Mei 1927, lbr. 1 “De legenda over dr. Soetomo”

 

[10]Lihat Redi Panuju. 2002. Dr. Soetomo Pahlawan bangsaku,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 23-25.

[11] Lihat Paul W. van der  Veur (ed.). 1984.  Kenang-Kenangan Dokter Soetomo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 15-46.

 

[12] Soetomo belum berani menggunakan istilah Indonesia Merdeka.  Untuk menghaluskannya, ia menggunakan istilah Indonesia Mulia.

[13]Lihat Koran De Indische Courant, 31 Mei 1938, lbr. 1 yang berjudul « Bij het Hengaan van Dr. Soetomo»

 

 

 

[14]Lihat  Paul van der Veur (Ed.) “Bagian II: Bunga Rampai Karangan Soetomo” dalam Kenang-Kenangan Dr. Soetomo,  Jakarta, Penerbit Sinar Harapan, hlm. 72-74.