Seni Lebon Kabupaten Pangandaran

You are currently viewing Seni Lebon Kabupaten Pangandaran

Seni Lebon Kabupaten Pangandaran

Seni Lebon adalah salah satu kesenian khas Kabupaten Pangandaran yang mulai di kenal dan berkembang di Pangandaran pada tahun 1950. Seni Lebon sebagai salah satu tradisi adat pertarungan jawara antar kampung dan salah satu kebudayaan untuk menyelesaikan suatu permasalahan seperti sengketa lahan, sengketa wilayah yang sudah tidak dapat di selesaikan pada jaman dahulu maka di selesaikan dengan seni lebon.
Kata Lebon tersendiri berarti “kubur, ataupun dikubur”. Maknanya yaitu, dalam seni Lebon asli pada jaman dahulu memang bagi pihak jawara yang kalah ataupun yang mati dalam petarungan langsung dikubur di tempat. Oleh karena itu dua belah pihak jawara dalam setiap pertarungan masing masing menyiapkan kain kafan, pacul dan sekop untuk menguburkan lawan yang kalah dalam pertarungan.
Namun seiring dengan perubahan jaman Seni Lebon ini berubah menjadi pementasan seni reka dari adegan pertarungan Lebon sesungguhnya dengan dibuat alur cerita yang menarik agar tetap terlihat seperti aslinya. Untuk menghindari cedera dalam “perkelahian” antar jawara, menggunakan pelindung di beberapa bagian tubuhnya.
Bagian tubuh yang dilindungi yaitu kepala menggunakan pelepah daun pinang yang dibungkus dengan kain. Anggota badan lannya yang dilindungi yaitu tangan sampai siku dan kaki terutama bagian betis menggunakan kulit hewan. Sedangkan untuk “mengalahkan” lawan masing-masing petarung diberi sebuah alat pukul yang terbuat dari rotan.

Peragaan Lebon (Sumber Foto: www.survive-giezag.org)

Para pemain seni Lebon dalam melakukan “perkelahian” biasanya memperagakkan jurus-jurus tertentu seperti halnya pada pencak silat. Jurus-jurus pencak silat tersebut dikolaborasi dengan dengan ibingan dan iringan tetabuhan layaknya pencak silat saja.
Pada pertunjukkan seni Lebon, petarung yang dapat memukul tangan lawan dengan selisih bilangan tertentu, maka dinyatakan sebagai pemenang. Dalam pementasan tersebut juga setiap petarung di berikan doa-doa dan membakar kemenyan dan sesaji sebagai ritual pemberangkatan dan berdoa bersama agar jawara pulang dengan selama.
Skenario dalam seni lebon masa kini sudah di setting antara yang menang dan yang kalah sudah di tentukan, dan pada saat di akhir setiap sponsor bertarung membela Jawaranya, alhasil, sponsor kemudian dilerai oleh para Jawara yang bertarung dan akhirnya berdamai. Pertarungan Lebon yang begitu keras kini berubah menjadi sarana hiburan yang di atur sedemikian rupa agar dapat terus di lestarikan seiring kemajuan jaman.
Kesenian Lebon sendiri yang awalnya merupakan pertarungan bebas antara jawara, kemudian bertransformasi menjadi seni pertunjukkan. Dalam pelaksanaannya pementasan seni Lebon biasanya dipadupadankan dengan kesenian gondang buhun, eok-beluk, ronggeng gunung, angklung Lebon, maupun kesenian lainnya. Properti utama yaitu sebilah tongkat rotan yang dipegang oleh tangan kanan, dan pada tangan kiri dibungkus dengan selongsong berujung runcing yang juga terbuat dari rotan. Pemain menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang lengkap dengan penutup kepala yang terbuat dari kain.
Untuk melestarikan seni Lebon sering dipentaskan pada hari raya kemerdekaan Republik Indonesia di tingkat desa maupun kecamatan, atau pada sesudah panen raya. Selain itu, seni Lebon biasa ditampilkan pada prosesi Hajat Leweung di Kampung Pepedan Desa Selasari Kabupaten Pangandaran.

Sumber:
Adeng dkk. “Potensi Budaya di Kabupaten Pangandaran”,
Laporan Penyusunan Dokumentasi Pelestarian Nilai Budaya,
Bandung: BPNB Jabar, 2018.