Budaya Mencari Cacing Sutra

You are currently viewing Budaya Mencari Cacing Sutra

Budaya Mencari Cacing Sutra

Budaya Mencari Cacing Sutra

Oleh:
Ria Intani
(BPNB Jabar)

Cacing sutra diketahui sebagai pakan ikan hias, seperti di antaranya manfish, nila hias, dan blida. Cacing sutra diberikan untuk ikan hias yang berumur 1-15 hari. Cacing sutra lebih halus dibandingkan cacing biasa sehingga ikan-ikan kecil dapat memakannya. Selepas umur 15 hari, ikan hias akan diberi makan cacing biasa.

Pembeli cacing sutra mayoritas adalah peternak ikan hias. Selebihnya adalah perorangan, baik itu penjual atau pemelihara ikan hias. Akan adanya kebutuhan cacing sutra maka bagi mereka yang dapat membaca peluang, dijadikanlah pencarian cacing sutra itu sebagai mata pencaharian. Kebutuhan cacing sutra ini sangatlah banyak, terbukti di beberapa daerah terdengar ada yang mengerjakan budidaya cacing sutra.

Pencari cacing sutra yang tinggal secara berpencar di beberapa daerah, barangkali tidak banyak diketahui orang. Namun berbeda dengan para pencari cacing sutra yang tempat tinggalnya terlokalisir di satu tempat. Seperti halnya para pencari cacing sutra yang ada di bantaran Sungai Cisadane Kota Tangerang, Provinsi Banten. Ada lebih kurang empat puluh (40) kepala keluarga (KK) tinggal di sana. Mata pencaharian mereka nyaris semuanya sebagai pencari cacing sutra hingga kemudian kampung tersebut dikenal sebagai Kampung Cacing. Kampung Cacing secara administratif termasuk wilayah Kelurahan Karawaci, Kecamatan Karawaci.

Kampung Cacing
Sungai Cisadane

Setahun yang lalu, pencarian cacing sutra dilakukan di Sungai Cisadane. Saat itu cacing sutra masih berlimpah di sana. Para pencari cacing sutra dengan bertransportasi perahu, mereka menyusur sungai. Alat yang digunakan untuk mengambil cacing sutra berupa serok yang disambung dengan galah. Sekali mengayunkan galah, seroknya akan berhenti pada endapan lumpur tempat cacing sutra berada. Selanjutnya cacing sutra diserok dan dimasukkan ke dalam ember yang sudah disiapkan di atas perahu. Itu setahun yang lalu.

Saat ini, cacing sutra tidak lagi ditemukan di Sungai Cisadane. Akibatnya para pencari cacing sutra harus mengarah ke tempat lain, seperti di antaranya Sungai Ciliwung, Kali Angke, dan sungai yang berlokasi tak jauh dari Bandara Soekarno Hatta. Mereka pergi pagi dengan bersepeda motor, dengan lama perjalanan lebih kurang satu jam. Sampai di tujuan, pencari cacing sutra bersalin dengan pakaian yang lain (seperti kaos dan celana kolor), khusus untuk mengambil cacing sutra.

Proses mengambil cacing sutra dilakukan dengan berenang di sungai. Mereka berenang dengan berbekal serok untuk mengambil cacing sutra, dan karung yang diikatkan di pinggang sebagai wadah cacing sutra. Cara mengambil cacing sutra dilakukan dengan menyelam. Beberapa kali menyelam di tempat-tempat yang berbeda, setalah karung penuh, mereka kembali ke darat. Banyak sedikitnya cacing sutra yang didapat bergantung ketekunan pencari cacing sutra.

Karung wadah cacing sutra
Serok

Usai bersalin dengan pakaian semula ketika berangkat, pencari cacing sutra pulang. Biasanya pulang pada sekitar pukul 10.00. Usai pencari cacing sutra “menyimpan” cacing sutra di tempat pengolahan tahap pertama, mereka umumnya tidak langsung beristirahat. Mereka akan kembali mencari cacing sutra di tempat yang sama. Sehari, seseorang bisa mencari dua hingga tiga kali.

Mencari cacing sutra tidak mengenal hari libur. Bulan puasa pun, tetap dilakukan. Mencari cacing sutra hanya libur apabila terjadi banjir dan saat lebaran (bagi mereka yang mudik). Apabila sedang banjir, untuk turun dan apalagi menyelam di sungai sangat membahayakan. Lagipula saat banjir biasanya lumpur-lumpur tempat cacing berkumpul akan hanyut terbawa air. Berikut adalah tahapan mengolah cacing sutra:

Pengolahan Tahap I

  1. Menumpahkan cacing sutra dari karung ke bak amparan.
  2. Meratakan lumpur yang menyatu dengan cacing sutra di bak amparan.
  3. Memisahkan cacing sutra dari lumpur dengan cara bak amparan diberi air, lalu lumpur diaduk-aduk dengan tangan.
  4. Menutup bak amparan supaya udara di dalamnya berasa dingin. Sekitar lebih kurang dua jam, cacing sutra akan ke atas.
  5. Mengangkat sampah yang terbawa lumpur.
  6. Mengangkat cacing sutra dari bak amparan lalu dimasukkan ke ember, untuk dibawa ke bak pembersih.

Pengolahan Tahap II

  1. Cacing sutra dimasukkan ke bak pembersih yang sudah dipasang blower untuk mendorong lumpur dan kotoran yang lepas dari cacing sutra ke arah saluran pembuangan.
  2. Lebih kurang setengah jam, air dalam bak pembersih akan mulai bening, lalu didiamkan sekitar 3-4 jam supaya benar-benar bersih.
  3. Cacing sutra yang sudah tampak bersih dapat terlihat dari warnanya, berupa pink tua. Selanjutnya cacing sutra diangkat dan dimasukkan ke bak yang ada di sebelahnya, yaitu tempat cacing sutra yang sudah siap untuk dijual.


Proses pengolahan cacing sutra

Cacing sutra dijual per gayung dengan harga minimal berkisar Rp 30.000,-. Pembelinya selain dari Kota Tangerang, juga dari luar kota dan bahkan luar pulau, seperti di antaranya Bogor, Solo, dan Lampung. Cara pembelian ada yang dipaketkan via bus malam, ada pula yang datang sendiri dengan bermobil box.