Temuan Gugusan Batu di Kecamatan Karangmoncol, Desa Sirau Purbalingga

Temuan Gugusan Batu di Kecamatan Karangmoncol, Desa Sirau Purbalingga

Berdasarkan laporan dari Dinas Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Purbalingga diinformasikan bahwa di wilayah Kecamatan Karangmoncol, tepatnya di Desa Sirau telah ditemukan gugusan batu yang dianggap oleh masyarakat sebagai cagar budaya. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah segera mengirim dua staff untuk meninjaunya.

Untuk mencapai lokasi ternyata diperlukan waktu lebih kurang 3 jam perjalanan menyusuri jalan setapak dan pematang sawah dengan dengan kondisi perjalanan naik dan turun bukit (gambar 1). Sepanjang perjalanan seringkali dijumpai singkapan-singkapan lempeng batuan dan stratigrafi tanahnya.

 Peninjauan diawali berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kab. Purbalingga dan selanjutnya dengan Pemerintah Desa Sirau. Berdasarkan hasil peninjauan diketahui bahwa di lokasi terdapat beberapa susunan batu yang berbentuk menyerupai jamur dan spiral dalam berbagai gugusan.Temuan tersebut terletak di antara tebing dan apabila terjadi hujan, di sekitarnya menjadi aliran air yang membujur utara-selatan.Setelah dilakukan plotting lokasi, diketahui batu-batu tersebut cenderung mengikuti aliran air tersebut. Batu-batu tersebut secara jarak antar temuan terbagi menjadi 5 kelompok (gambar 2), yaitu;

Kelompok I

Merupakan kelompok susunan batu yang letaknya paling bawah.Terletak di pinggir aliran sungai dengan susunan batu berjumlah 9 (Sembilan) buah yang disusun menjadi setengah melingkar.Batu-batu tersebut memiliki bentuk bervariasi, tetapi yang paling umum berbentuk seperti jamur dan spiral. Ukuran batu terbesar dari batu tersebut memiliki tinggi 85 cm, diameter 35 cm sedangkan batu terkecil memiliki ukuran tinggi 30 cm dan diameter 30 cm.

1

Kelompok II

Terdapat di pinggir aliran sungai dan disusun memanjang dengan jumlah batu sebanyak 10 buah.Ukuran batu-batu tersebut juga bervariasi. Batu terbesar dari susunan batu ini memiliki tinggi 50 cm dan diameter 39 cm, sedangkan batu yang terkecil memiliki tinggi 20 cm dan diameter 25 cm.

2

Kelompok III

Terdiri dari 12 buah yang posisinya sidah tidak begitu teratur, sehingga bentuk susunannya tidak jelas. Batu terbesar dari susunan batu ini memiliki ukuran tinggi 70 cm dengan diameter 25 cm, sedangkan yang terkecil memiliki ukuran tinggi 35 cm dan diameter 25 cm.

3

Kelompok IV

Terdiri dari dua buah batu yang letaknya berdekatan dan berada di pinggir sungai. Batu pertama memiliki ukuran tinggi 30 cm dengan diameter 26 cm, sedangkan batu kedua memiliki tinggi 28 cm dengan diameter 25 cm.

4

Kelompok V

Terdiri dari 1 (satu) buah batu berukuran besar yang bagian sisinya terdapat guratan-guratan.Kemungkinan besar batu ini dahulu posisinya berdiri, karena terletak di pinggir sungai maka tanah di sekitarnya mengalami erosi sehingga yang tadinya berdiri menjadi roboh.Batu ini memiliki bentuk seperti prisma dan di sisi-sisinya terdapat guratan atau alur-alur serta memiliki ukuran panjang 245 cm dan lebar 160 cm.

5

Selain bebatuan yang mengelompok, di lokasi tersebut juga masih ada batu-batu yang bentuknya serupa namun posisinya tersebar.Hal tersebut kemungkinan karena apabila terjadi hujan, lingkungan sekitar menjadi sungai, sehingga dapat dipastikan bahwa batu-batu tersebut tertransformasi karena adanya pengaruh air.

Dugaan pembentukan batuan berbentuk spiral akibat adanya proses geologi didukung dengan datatidak adanya jejak pengerjaan oleh manusia sehingga batuan tersebut bukan sebagai artefak.Batuan seperti ini juga ditemukan di Desa Tunjungmuli, Karangmoncol.

Posisi batuan berbentuk spiral diketahui sudah ada intervensi manusia berupa relokasi dan reposisinya.Relokasi dilakukan terhadap batuan yang berukuran kecil (removable) yaitu kelompok 2 sampai 5.Reposisi yaitu dengan cara menegakkan batu dan diletakkan di permukaan tanah tanpa dipendam membentuk deretan.

Pemanfaatan materi alam ini disebut ekofak, yaitu materi alam yang tidak dimodifikasi dan dibuat manusia tapimengalami interaksi dengan kebudayaan manusia sehingga dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.Untuk mengetahui adanya keterkaitan batuan dengan masa budaya tertentu perlu ditinjau dari berbagai aspek.

Pada dasarnya tradisi megalitik merupakan tradisi penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang yang bersemayam di gunung.Dalam melakukan aktivitas pemujaan masyarakat megalitik menggunakan media diantaranya batu-batu yang berorientasi ke gunung.Peletakan batu dapat berdiri sendiri maupun ditata membentuk formasi tertentu.

Konsepsi tradisi megalitik ini jika dikatkan dengan temuan batu=batu di Karangmoncol belum mengindikasikan adanya orientasi penataan batu ke arah Gunung Slamet. Penataan batu membujur utara-selatan, sedangkan Gunung Slamet berada di sebalahBaratnya.Selain orientasi, peletakan batu-batu cenderung hanya diletakkan di permukaan tanah dan tidak dipendam seperti halnya bangunan megalitik yang telah banyak ditemukan.

Setelah diadakan kajian maka dapat sisimpulkan bebatuan yang ditemukan di Desa Sirau, Kec. Karangmoncol, Kab. Purbalingga merupakan batuan yang terbentuk oleh peristiwa alam, sehingga dapat dikatakan bukan benda cagar budaya.Bebatuan telah mengalami relokasi dan reposisi oleh masyarakat tertentu yang memiliki ketertarikan terhadap obyek sebagai benda seni (dilaporkan oleh M. Junawan).