You are currently viewing Artikel Lada Banten 1: Lada dalam Surat

Artikel Lada Banten 1: Lada dalam Surat

Pada masa kuno, rempah adalah simbol eksotisme, kekayaan, prestise, dan sarat dengan kesakralan. Dalam berbagai catatan kuno di Mesir, Tiongkok, Mesopotamia, India, Yunani, Romawi, serta Jazirah Arab, rempah mulanya dipercaya sebagai panacea (obat penyembuh) daripada pecitarasa makanan. Mengulik rempah bukan hanya menyoal eksotisme. Di baliknya, ada berbagai hal yang mengubah perjalanan Nusantara. Secara bertahap, rempah menjadi cikal bakal komoditas ekonomi yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Tidak mengherankan jika di masa lalu rempah pernah dihargai setara dengan emas.

Lada, salah satu primadona rempah Nusantara, bahkan disebutkan dalam naskah dan surat kenegaraan pada masa lalu. Para sultan yang memerintah Banten menggunakan lada sebagai alat diplomasi dengan pihak asing. Beberapa isi surat yang dikirimkan oleh sultan, diiringi dengan pengiriman lada hitam sebagai ucapan terima kasih ataupun sebagai imbalan.

Sultan Abul Fath, yang juga dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa, berkirim surat kepada Raja Inggris, Charles II. Surat tersebut tanpa tarikh, namun diperkirakan ditulis tahun 1664. Sultan Abul Fath menuliskan permohonan agar Inggris bersedia menjual meriam, senapan, dan istinggar kepada Banten. Sebagai hadiah, Sultan Abul Fath mengirimkan lada hitam dan jahe kepada Raja Inggris, sebagaimana yang tertulis dalam surat:

“… surat persahabatan yang disertai 100 bahar lada hitam dan 100 pikul jahe sebagai bentuk cinta dan perdamaian.”

Lada, sebagai bentuk rasa terima kasih, tertuang dalam surat Pangeran Ratu Muhammad Aliuddin yang ditulis tahun 1802. Surat tersebut berisi ucapan terima kasih Pangeran Ratu Muhammad Aliuddin kepada Gubernur Jenderal Johanes Sieberg dan Raad van Indie karena telah diangkat sebagai Pangeran Ratu. Sebagai wujud rasa terima kasih, Pangeran Ratu Muhammad Aliuddin mengirimkan 50 bahar lada hitam, sebagaiman yang tertulis dalam surat:

“… Syahdan tiada ada suatu tanda alamat kecintaan hati yang dipesertakan dengan waraqat al-ihlas ini hanya diperhadiahkan hadiah yang manis yang amat sedikit yang terlihat dari hati yang suci yaitu lima puluh bahar lada hitam jua adanya.”

Sumber:

Fadly Rahman. 2019. “Negeri Rempah-Rempah” Dari Masa Bersemi Hingga Gugurnya Kejayaan Rempah-Rempah. Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

Titik Pudjiastuti. 2007. Perang, Dagang, Persahabatan: Surat-Surat Sultan Banten. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.