Zonasi Masjid Bayan Beleq

0
4607
Batas Zonasi Bayan Beleq

Masjid Kuno Bayan Beleq merupakan salah satu Situs Cagar Budaya dari masa peninggalan Islam yang berada di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Propinsi Nusa Tenggara Barat dan terletak pada titik koordinat 50 L 0436919, 9086170 UTM, dengan ketinggian 278 meter diatas permukaan air laut. Dengan batas-batas situs; sisi Utara : Rumah Adat Karang Bajo, Timur : Sawah, kebun, Selatan : Pemukiman, dan Barat : Jalan Raya Bayan.

Masjid kuno Bayan Beleq merupakan peninggalan terpenting dan terbesar yang dapat dijadikan sebagai bukti dan bahan kajian tentang masa awal berkembangnya ajaran agama Islam di Pulau Lombok pada umumnya dan Bayan khususnya. Bila diperhatikan bentuk, ukuran, dan gaya arsitekturnya terdapat persamaan yang sangat mendasar dengan bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Rembitan, dan Gunung Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Persamaan ini dapat menjadi petunjuk bahwa ketiga bangunan Masjid itu berasal dari periode yang sama. Bentuk dasar bangunan bujur sangkar, kontruksi atap tumpang dengan hiasan puncak berupa mahkota yang merupakan ciri khas dari bangunan masjid periode awal berkembangnya agama Islam di Indonesia. Ajaran Islam yang berlaku bagi kelompok masyarakat pengguna masjid kuno ini dikenal dengan “Waktu Telu”. Selain itu di sekitar masjid kuno terdapat enam buah cungkup makam terbuat dari bambu yang didalamnya berisikan makam para ulama, yaitu : makam Plawangan, Karang salah, Anyar, Reak, Titi Mas Penghulu, dan Sasait.

Mengingat pentingnya tinggalan tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya sangat perlu dilindungi karena peninggalan Islam di Indonesia sudah dikenal sejak abad ke VII Masehi dengan ditemukanya Makam Fatimah Binti Maimun yang berangka tahun 1082 M. Sesuai dengan tugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali wilayah kerja Propinsi Bali, NTB, dan NTT sebagai unit pelaksana teknis bidang kebudayaan di bawah Direkorat Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu Benda Cagar Budaya merupakan hasil karya manusia selama hidupnya dahulu kala berhadapan dengan alam lingkunganya, serta mempunyai fungsi antara lain : 1). Bukti dan sumber sejarah budaya. 2). Objek ilmu pengetahuan sejarah dan budaya. 3). Cermin sejarah dan budaya. 4). Media pembinaan pengembangan nilai – nilai budaya. 5). Media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang kebudayaan dan 6). Media untuk pengembangan obyek wisata budaya (Uka Tjandrasasmita, 1980 : 101).

Karena pentingya Cagar Budaya, maka kehilangan, kerusakan dan kemusnahan atas Cagar Budaya tersebut akan sangat merugikan, karena kita akan kehilangan suatu bukti dan sumber sejarah, sehingga akan dapat menimbukan bahaya bagi kelangsungan hidup di massa datang.

1.2 Dasar

Kegiatan Kajian Zonasi di Situs Cagar Budaya Masjid Bayan Beleq, dilaksanakan berdasarkan :

  1. Undang-undang RI Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
  2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang Benda Cagar Budaya;
  3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 062/U/1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan dan Penghapusan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs;
  4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya;
  5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2012, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya;
  6. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: 40 Tahun 2009 dan No: 42 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan.
  7. DIPA Balai Pelestarian Cagar Budaya BaliTahun 2017, Nomor : SP DIPA-023.15.2.427826/2016,
  8. Surat Penugasan dari Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB dan NTT. NOMOR : 231/E21/KP/2017.

 

1.3 Maksud dan Tujuan

Zonasi ini dimaksudkan untuk:

  1. Menentukan batas-batas lahan situs yang diperlukan untuk pelestarian dan pengamanannya.
  2. Menetapkan batas-batas lahan zona yang terdiri atas Zona Inti, Zona Penyangga, dan Zona Penunjang.
  3. Menyusun peruntukan lahan pada setiap zonadalam rangka mengendalikan aktivitas manusia maupun alam di dalam situs dan sekitarnya.

Tujuan kegiatan zonasi ini adalah:

  1. Memberikan pelindungan secara fisik pada Situs Cagar Budaya Masjid Kuno Bayan Beleq, Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi NTB.
  2. Membuka peluang pengelolaan sumberdaya budaya secara professional dan berkelanjutan.

1.4 Jangkauan dan Pelaksanaan

Adapun yang menjadi jangkauan dari kegiatan zonasi di Situs Masjid Bayan Beleq adalah perekaman data teknis arkeologis yang terdiri dari kegiatan Pendokumentasian, penggambaran, pendenahan, pemetaan dalam pembuatan peta situasi situs dalam rangka memberikan batasan zonasi dalam menentukan zona  inti,zona penyangga, zona pengembangan dan zona penunjang.

Kegiatan Zonasi di Situs Masjid Bayan Beleq, Dusun Bayan, Desa Bayan  Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, merupakan kegiatan teknis arkeologi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali, wilayah kerja Provinsi Bali, NTB dan NTT. Pelaksanaannya berlangsung selama 8 hari  mulai dari Tanggal17 s.d. 24Maret 2017 dengan susunan Tim sebagai berikut :

  1. Ketua Tim                         : I Nyoman Adi Suryadharma, SS
  2. Pengumpul data             : I Dewa Gede Maruti, SH
  3. Juru Peta                         : Anak Agung Raka, ST
  4. Juru foto                         : I Kadek Adi
  5. Juru bantu : I Made Agus Sugiarta

1.5 Metode

Untuk mencapai hasil sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatan, harus memenuhi kaidah-kaidah metodelogi yang lazim digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan lebih sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

  1. Kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu yang Selain itu studi pustaka merupakan metode untuk mendapatkan sumber-sumber data yang terkait dengan obyek yang akan diteliti.
  2. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan  langsung terhadap obyek yang akan diteliti untuk mengetahui kondisi benda yang sebenarnya.
  3. Wawancara adalah tehnik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan tokoh masyarakat, aparat kelurahan, atau orang-orang yang mengetahui informasi tentang obyek penelitian. Wawancara yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah wawancara tanpa struktur.
  4. Pengolahan data, berdasarkan data yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data secara kualitatif, kuantitatif dan deskriptif. Data yang telah diolah selanjutnya dihasilkan suatu kesimpulan. Kesimpulan digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan pelestarian terhadap cagar budaya lebih lanjut.

 

SEJARAH DAN NILAI PENTING MASJID KUNO BAYAN BELEQ

2.1 Sejarah Singkat Situs Masjid Kuno Bayan Beleq

Berdasarkan data sejarah, Masjid Kuno Bayan Beleq dapat kita lihat dari masuknya agama Islam di Pulau Lombok yaitu pada awal abad ke-16 Masehi. mungkin sekali ajaran Islam masuk di pulau Lombok pada awal abad ke-16. Dilihat dari dua kalimat Syahadat-nya, kitab fiqih, suluk, dan lontar yang menjadi pedoman pemeluk agama Islam pada masa awal di Lombok, jelas bahwa agama Islam datang di Pulau Lombok dari Pulau Jawa. Menurut data sejarah, setelah raja Lombok yang pada saat itu berkedudukan di Teluk Lombok, menerima Islam sebagai agama kerajaan, dari Lombok agama Islam dikembangkan ke seluruh wilayah kerajaan tetangga, seperti Langko, Pejanggik, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong, dan sasak (Sejarah Daerah NTB, Depdikbud, 1988, hal. 76).

Dalam catatan sejarah disebutkan pula bahwa Sunan Pengging, pengikut Sunan Kali Jaga, datang ke Lombok pada tahun 1640 Masehi untuk menyiarkan agama Islam (sufi). Ia menikah dengan puteri dari kerajaan Parwa sehingga menimbulkan kekecewaan raja Goa. Selanjutnya raja Goa menduduki Lombok pada tahun 1640. Sunan Pengging yang terkenal dengan nama Pangeran Mangkubumi lari ke Bayan. Di Bayan ia mengembangkan ajarannya, yang kelak menjadi pusat kekuatan suatu aliran yang disebut “waktu Telu” (Sejarah daerah NTB, Depdikbud, 1998, hal 79-80).

Bagi masyarakat pulau Lombok pada umumnya, Bayan dikenal sebagai sebuah “desa tua” dalam arti kebudayaannya. Nama Bayan identik dengan sosok desa tradisional, adat istiadat dan norma-norma budaya lama yang masih mewarnai pola kehidupan masyarakatnya.

Masyarakat tradisional Bayan, pada masa lalu dikenal sebagai penganut ajaran Islam “waktu telu”. Walaupun keberadaan ajaran ini secarara formal sudah tidak ada lagi, namun sisa-sisa kepercayaan lama itu masih dapat dilihat pada saat diselenggarakannya upacara tradisi misalnya upacara “sedekah urip”, upacara minta hujan, dan sebagainya. Dalam berbagai aspek penganut kepercayaan “Islam Waktu Telu” di Bayan memiliki pandangan yang serba tiga, misalnya :

  1. Dalam kehidupan bermasyarakat, sumber hukum yang dianutnya terbentuk atas tiga prinsip yaitu : Agama, Adat, dan Pemerintahan.
  2. Sistem organisasi kemasyarakatan, masyarakat Bayan mengenal tiga lembaga yaitu :
    1. Pemangku Adat, yang menjadi ppimpinan tertinggi di desa, biasanya dijabat secara turun temurun.
    2. Pembantu pemangku, bertindak menangani urusan pemerintahan.
    3. Penghulu, dijabat oleh Kiyai, bertugas menangani urusan ke-agamaan.

Dari informasi yang diberikan oleh Pemangku Adat, diperoleh keterangan manganai bilangan tiga, yang merupakan cermin dari pemahaman terhadap asal-usul kejadian manusia. Manusia lahir di dunia atas kehandak Tuhan dengan perantara ayah dan ibu. Inti ajaran “Waktu Telu” merupakan pengejawantahan ajaran budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Unsur ajaran “Islam” nya tampak pada adanya sejumlah perintah dan larangan seperti :

  1. Tidak boleh melawan orang tua
  2. Harus menghormati saudara tua
  3. Tidak boleh bertengkar
  4. Tidak boleh membunuh

Bagi kelompok masyarakat ini, yang terpenting adalah sikap hidupnya di dunia. Manusia harus bersikap atau berbuat baik terhadap sesamanya. Perkara pelaksanaan syariat agama (fiqih), cukup melaksanakan yang menonjol (pokok-pokok) saja. Misalnya menyelenggarakan upacara peringatan Maulid Nabi Muhamad S.A.W., shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, atau ngaji makam pada tahun Alip.

Dari uraian-uraian tersebut dapat kita gambarkan tentang kondisi sosial budaya masyarakat tradisional Bayan, sebagai masyarakat pendukung keberadaan dari Bangunan Cagar Budaya Majid bayan Beleq dan semua bangunan Cagar Budaya yang ada di sekitarnya.

Masjid Kuno Bayan Beleq merupakan tinggalan terpenting dan terbesar yang bisa dijadikan sebagai bukti dan bahan kajian tentang masa awal berkembangnya agama Islam di pulau Lombok pada umumnya, dan Bayan khususnya. Meliihat dari bentuk, ukuran dan gaya arsitekturnya, terdapat persamaan yang sangat mendasar dengan bangunan-bangunan Masjid kuna yang terdapat di Rembitan dan Gunung Pujut, Kabupaten lombok Tengah. Persamaan ini dapat menjadi petunjuk bahwa ketiga bangunan masjid tersebut berasal dari periode yang sama. Melihat dari bentuk dasar bangunan Masjid yang berbentuk bujur sangkar, dengan kontruksi atap tumpang dengan hiasan puncak berupa mahkota yang merupakan ciri khas dari bangunan masjid periode awal berkembangnya agama Islam di Indonesia.

Masjid Kuno Bayan Beleq berbentuk bujur sangkar dengan ukuran panjang dan bagian sisi Masjid 8, 90 meter yang terdiri dari tiang utama (saka guru) yang terbuat dari 4 (empat) buah tiang. Berbentuk bulat (silinder) dengan garis tengah 23 cm, tinggi 4,60 meter yang terbuat dari bahan kayu nangka. Dimana dari masing-masing tiang berasal dari Desa yang berbeda yaitu : tiang yang berada di sebelah Tenggara berasal dari Desa Sagang Sembilok, tiang di sebelah Timur Laut berasal dari Desa Tereng, tiang sebelah Barat Laut berasal dari Desa Senaru dan tiang dari sebelah Barat Daya berasal dari Desa Semokon.

Berdasarkan informasi dari Pemangku Adat, tiang utama ini dipergunakan bagi para pemangku Masjid yang masing-masing tiang mempunyai fungsi yang berbeda yaitu : tiang sebelah Tenggara difungsikan untuk Khatib, tiang di sebelah Timur Laut untuk Lebai, tiang di sebelah Barat Laut untuk Mangku Bayan Timur, sedangkan tiang sebelah Barat Daya untuk Penghulu. Disamping tiang utama dilengkapi pula dengan tiang keliling berjumlah 28 buah, termasuk dua buah tiang Mihrab. Tinggi tiang keliling rata-rata 1,25 meter dan tiang Mihrab 80 cm.

Tiang-tiang ini selain berfungsi sebagai penahan atap pertama, juga berfungsi sebagai tempat menempelkan dinding yang terbuat dari bambu yang dibelah dengan cara ditumbuk, disebut pagar rancak. Khusus dinding bagian Mihrab terbuat dari papan kayu berjumlah 18 bilah. Perbedaan badan dinding ini bermakna simbolis, bahwa tempat kedudukan imam(pemimpin) tidak sama dengan makmum (pengikut atau rakyat). Berbeda tempat kedudukan, tetapi dalam satu areal tidak terpisahkan. Sedangkan bagian atap berbentuk Tumpang terbuat dari bambu (disebut santek).

Pada bagian puncaknya terdapat hiasan Mahkota”. Pada bagian Blandaratas terdapat sebuah Jaityaitu tempat untuk menaruh hiasan terbuat dari kayu berbentuk ikan dan Burung. Ikan adalah binatang air yang melambangkan dunia bawah yaitu tentang kehidupan duniawi. Sedangkan burung sebagai binatang yang terdapat di udara melambangkan dunia atas artinya yaitu kehidupan di alam sesudah mati (akhirat). Makna perlambang yang ada dibalik itu artinya manusia hendaknya selalu menjaga keseimbangan antara tujuan hidup dunia dan akhirat. menurut informasi dari Pemangku Adat Bayan bahwa atap bangunan masjid harus diambil dari tempat khusus, di desa Senaru. Bila atapnya rusak atau hancur, perbaikannya harus pada tahun Alip yang datangnya sewindu (8 tahun) sekali. Pembebanan biayanya pun secara tradisional telah terbagi kepada masyarakat desa sekitar yaitu :

  • Atap sebelah Utara oleh Desa Anyar
  • Atap sebelah Timur oleh Desa Loloan
  • Atap sebelah Selatan oleh Desa Bayan
  • Atap sebelah Barat oleh Desa Sukadana

Selain itu pengerjaan (tukang) yang mengerjakan perbaikan terhadap bangunan-bangunan yang terdapat di situs Masjid Kuno Bayan Beleq harus masyarakat adat, tidak diperbolehkan dikerjakan (tukang) dari luar.

Pada bagian atas mimbar, terdapat hiasan berbentuk Naga, dimana pada bagian badan Naga terdapat hiasan (gambar) tiga buah binatang yang masing-masing berbentuk persegi 7, 8 dan 12. Hiasan ini melambangkan jumlah bilangan bulan (12),Windu (8), dan banyaknya hari (7). Disamping itu terdapat juga hiasan berbentuk Pohon, Ayam, Telur dan Rusa. Di dalam seni rupa Islam pada umumya hampir tidak pernah ditemukan motif atau ragam hias makluk hidup yang digambarkan secara jelas. Adapun ragam hias dengan motif makluk hidup pada mimbar Masjid menunjukkan berapa kuatnya tradisi pra-Islam masih mewarnainya.

selain bangunan Masjid pada komplek ini juga ditemukan enam buah makam yang dilengkapi dengan cungkup sederhana. Makam-makam ini dikeramatkan oleh penduduk setempat karena yang dimakamkan adalah beberapa tokoh antara lain :

  1. Makam Plawangan yang berada di sebelah Selatan masjid, yang berukuran 3,60 m X 2,70 m yang dimakamkan di sini adalah orang Bayan asli yang pertama kali masuk Agama Islam.
  2. Makam Karangsalah yang berada di sebelah Timur Laut masjid berukuran 3,80 m X 2,60 M
  3. Makam Anyar yang berada disebelah Barat Laut masjid berukuran 7,60 m X 6 m
  4. Makam Reak yang berada di sebelah Selatan masjid berukuran 8,40 m X 6,20 m
  5. Makam Titi Mas Penghulu yang berada di sebelah Utara masjid berukuran 3,9 m X 2,65 m yaitu makam tokoh penyebar agama Islam yang belakangan
  6. Makam Sesait yang berada di sebelah Utara Masjid berukuran 10,20 m X 33,80 m

 

2.2 Nilai Penting Situs Masjid Kuno Bayan Beleq

Sesuai dengan Undang-Undang RI no. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, warisan budaya harus dilestarikan apabila memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan. Berdasarkan hasil kajian yang sejauh ini telah dilakukan, Masjid Kuno Bayan Beleq ternyata memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, jati diri dan publik.

Nilai penting ilmu pengetahuan, Masjid Kuno Bayan Beleq terbukti telah menumbuhkan minat untuk meneliti bagi para ahli di bidang ilmu arkeologi, sejarah dan antropologi. Situs Masjid Kuno Bayan Beleq dapat menjadi sumber informasi untuk pengujian maupun pengungkapan sejarah terutama pada proses masuknya Agama Islam di Lombok pada umumnya dan Lombok Utara pada khususnya. Penelitian juga telah membuktikan bahwa situs ini dapat menyediakan informasi yang cukup menarik untuk merekontruksi proses terjadinya akulturasi budaya antara Agama Islam dengan budaya pra Islam di Lombok pada umumnya dan budaya masyarakat Bayan Lombok Utara pada khususnya. Terlihat dengan adanya tatacara ritual sistim sembahyang “waktu telu” yang dilakoni oleh masyarakat pada masa itu. Dari bentuk arsitektur bangunan Masjid Kuno Bayan Beleq ini memerikan informasi yang yang menarik, khususnya bangunan ibadah yang masih mempertahankan bentuk bangunan kuna dari masa pra Islam. Dari struktur dan bangunan menunjukan pemanfaatan sumber daya alam sekitar pada saat itu.

Nilai Penting Sejarah, Situs Masjid Kuno Bayan Beleq menujukan peran yang besar dalam perjalanan masuknya Agama Islam di Desa Bayan Lombok Utara pada abad XVI, yang di bawa dari tanah Jawa oleh Sunan Pengging salah satu pengikut dari Sunan Kalijaga pada tahun 1640 Masehi. Menurut data sejarah, setelah raja Lombok yang pada saat itu berkedudukan di Teluk Lombok, menerima Islam sebagai agama kerajaan, dari Lombok agama Islam dikembangkan ke seluruh wilayah kerajaan tetangga, seperti Langko, Pejanggik, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong, dan Sasak.

Nilai Penting Jatidiri, karena perannya dalam sejarah Masjid Kuno Bayan Beleq dapat menjadi bagian dari identitas atau jatidiri masyarakat Desa Bayan. Keberadaan Masjid kuno Bayan Beleq menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di Kabupaten Lombok Utara, yang dimana masyarakat Bayan pada saat itu bisa menerima masuknya sebuah ajaran baru dengan damai, selain itu terlihat juga kebersamaan gotong royong, saling memiliki dari masyarakat Bayan terhadap Majid Bayan Beleq dalam pendirian sebuah tempat ibadah. Bagian-bagian dari bangunan masjid Bayan Beleq merupakan hasil cipta rasa dan karya dari masyaraat adat yang dikerjakan bersamadimana dari masing-masing tiang berasal dari Desa yang berbeda yaitu : tiang yang berada di sebelah Tenggara berasal dari Desa Sagang Sembilok, tiang di sebelah Timur Laut berasal dari Desa Tereng, tiang sebelah Barat Laut berasal dari Desa Senaru dan tiang dari sebelah Barat Daya berasal dari Desa Semokon. Kegiatan ritual atau persembahyangan pada masa itu menyesuaikan dengan tradisi lokal yang sudah ada sebelum masuknya Islam, sistim “waktu telu” yang berasal dari tradisi pra Islam.Bagi kelompok masyarakat ini, yang terpenting adalah sikap hidupnya di dunia. Manusia harus bersikap atau berbuat baik terhadap sesamanya. Perkara pelaksanaan syariat agama (fiqih), cukup melaksanakan yang menonjol (pokok-pokok) saja. Misalnya menyelenggarakan upacara peringatan Maulid Nabi Muhamad S.A.W., shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, atau ngaji makam pada tahun Alip.

Nilai penting publik, nilai-nilai penting yang terdapat pada Situs Masjid Kuno Bayan Beleq juga mempunyai nilai penting bagi publik karena dapat dijadikan sarana pendidikan masyarakat, khususnya untuk menumbuhkan nilai keteladanan, toleransi beragama, tenggang rasa, gotong royong, dan tatanan sosial dalam masyarakat adat. Desa Bayan merupakan Desa tradisional, adat istiadat dan norma-norma budaya lama yang mewarnai pola kehidupan masyarakatnya. Seperti bilangan tiga, yang merupakan cermin dari pemahaman terhadap asal-usul kejadian manusia. Manusia lahir di dunia atas kehandak Tuhan dengan perantara ayah dan ibu. Inti ajaran “Waktu Telu” merupakan pengejawantahan ajaran budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Unsur ajaran “Islam” nya tampak pada adanya sejumlah perintah dan larangan seperti :

  1. Tidak boleh melawan orang tua
  2. Harus menghormati saudara tua
  3. Tidak boleh bertengkar
  4. Tidak boleh membunuh

Selain itu, Masjid kuno Bayan Beleq juga memiliki nilai penting bagi pariwisata terutama wisata yang bersifat religi. Nilai penting potensial ini dapat digarap dengan baik melalui penyajian yang menarik dan edukatif.

Nilai-nilai penting Masjid Kuno Bayan Beleq inilah yang harus dilestarikan, dipertahankan dan disajikan kepada masyarakat melalui keberadaan bukti fisik Masjid Kuno Bayan Beleq. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya akan mendengar kisah tentang nilai-nilai pentinganya  tetapi juga menyaksikan dan menyentuh tinggalan-tinggalannya secara nyata.

KONSEP PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

3.1 Hakekat Pelestarian

Pada dasarnya, kegiatan pelestarian merupakan suatu proses budaya yang hampir selalu dilakukan oleh manusia, baik secara pribadi maupun sebagai anggota komunitas tertentu. Upaya pelestarian muncul karena dorongan manusian untuk mempertahankan milik atau unsur budaya yang dianggap masih memiliki niali tertentu dalam kehidupan. Karena itu, pada hakektnya pelestarian adalah upaya agar suatu karya budaya (baik itu berupa gagasan, tindakan atau perilaku, maupun budaya bendawi) agar berada dalam sistem budaya yang masih berlaku. Seringkali, karya budaya yang hendak dilestarikan pernah terbuang atau ditinggalkan, tetapi kemudian ditemukan kembali. Selanjutnya, karena nilai-nilai karya budaya itu dianggap penting maka karya budaya itu dimasukkan kembali dalam sistem budata yang berlaku saat ini. Proses pelestarian karya budaya yang pernah hilanh atau hampir hilang untuk dimanfaatkan kembali oleh masyarakat dalam konteks budaya saat ini seringkali disebut revitalisasi. Misalnya, candi atau benteng yang sudah ditinggalkan, kemudian digali kembali sebagai benda tinggalan sejarah yang mempunyai nilai penting untuk membangkitkan semangat dan kebanggaan masyarakat saat kini, atau juga sebagai tujuan wisata. Dengan demikian, pelestarian pada umumnya tidak bersifat statis, tetapi dinamis. Pada dasarnya kegiatan pelestarian harus memberi peluang pada perubahan secara terkendali.

Selain itu, ada kesan bahwa pelesatrian selalu dipandang sebagai usaha untuk mempertahankan keberadaan wujud benda budayanya saja. Padahal, sesungguhnya upaya pelestarian yang tidak kalah penting justru adalah melestarikan nilai-nialai yang terkandung didalam benda-benda itu. Karena nilai-nilai penting tinggalan bendawi itu tidak disajikan dengan baik, maka seringkali banyak pihak tidak menghargai tinggalan yang tampaknya “tidak berharga”.

Pelestarian seringkali menimbulkan masalah karena adanya pandangan yang mempertentangkan antara pelestarian dan pembangunan. Seakan-akan, pelestarian selalu menghambat dan menghalangi pembangunan atau pengembangan suatu area yang mengandung tinggalan sejarah dan purbakala, atau cagar budaya pada umumnya. Sesungguhnya proses pelestarian dan pembangunan harus dapat berjalan searah dan bahkan dapat saling mendukung. Situasi sinergis ini akan terjadi apabila perencanaan, pelestarian dan pengembangan di area yang mengandung cagar budaya dapat dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi. Bahkan, pembangunan dan pengembangan area dapat menjadi faktor pendukung penyajian dan pelesatrian nilai-nilai penting dari cagar budaya yang ada disekitarnya.

Sehubungan dengan hal itu, maka kajian nilai penting merupakan keharusan bagi setiap upaya pelestarian. Kajian harus menemukan dan menentukan nilai penting apa saja yang dikandung oleh cagar budaya yanghendak dilestarikan. Hasil kajian nilai penting akan menentukan apakah suatu karya budaya harus dilestarikan dan bagaimana cara-cara pelestariannya. Dengan mengetahui nilai penting yang ada, dapat ditentukan keijakan pelestarian yang dapat diterapkan terhadap karya budaya yang dimaksud.

Perlu dipahami pula bahwa pelestarian tidak hanya berorientasi masa lampau. Sebaliknya, pelestarian harus berwawasan ke masa depan, karena nilai-nilai penting itu sendiri di peruntukan bagi kepentingan masa kini dan masa depan. Dari aspek pemanfaatan cagar budaya, tujuan pelestarian dapat diarahkan untuk mencapai nilai manfaat (use value), nilai pilihan (optional value) dan nialai keberadaan (exsistence value). Nilai manfaat lebih mengutamakan pemanfaatannya saat ini, baik untuk ilmu pengetahuan, sejarah, agama, jatidiri, kebudayaan, maupun ekonomi melalui pariwisata yang keuntungannya dapat dirasakan oleh generasi saat ini. Nilai pilihan mengasumsikan cagar budaya adalah simpanan untuk generasi mendatang, sehingga cagar budaya dilestarikan demi generasi mendatang. Karena itu, pilihan pemanfaatannya diserahkan kepada generasi mendatang dan generasi saat ini bertugas menjaga stabilitasnya agar cagar budaya tidak akan mengalami perubahan sama sekali. Nilai keberadaan lebih mengutamakan pelestarian yang bertujuan untuk memastikan bahwa karya budaya akan dapat bertahan atau tetap ada, walaupun tidak merasakam manfaatnya.

Berdasarkan kerangka pikiran itu, maka pelestarian memiliki dua aspek utama. Pertama, pelestarian terhadap nilai budaya dari masa lampau, nilai penting yang ada saat ini, maupun nilai penting potensial untuk masa mendatang. Kedua, pelestarian terhadap bukti bendawi yang mampu menjamin agar nilai-niali penting masa lampau, masa kini, maupun masa mendatang dapat diapresiasi oleh masyarakat.

3.2 Pelaksanaan Pelestarian

Sebagaimana yang telah dikemukakan pelestarian tidak hanya dilakukan terhadap bukti bendawi (fisik) yang ada, tetapi juga nilai-nilai penting yang terkandung didalamnya. Agar kedua hal tersebut dapat tercapai maka pelestarian bukti bendawi harus dapat dipertahankan, karena tanpa bukti bendawi nilai-nilai penting yang ada hanya akan menjadi wacana saja atau bahkan dapat dianggap sebagai “ dongeng atau legenda” belaka. Untuk dapat menjamin agar bukti-bukti bendawi dapat mempresentasikan nilai-nilai, bukti-bukti itu harus terjaga kondisinya. Dua aspek fisik yang harus dapat dipertahankan kondisinya adalah keaslian (authenticity) dan keutuhan (integrity).

Untuk mempertahankan keaslian dapat dialakukan dengan upaya-upaya mempertahankan kondisi unsur-unsur berikut ini; (a) bentuk dan rancangan (desain), (b) bahan, (c) kegunaan dan fungsi, (d) tradisi, teknik, sistem manajemen, (e) lokasi dan latar lingkunga, (f) bahasa dan warisan budaya tak bendawi lainnya, (g) perasaan dan semangat yang melingkupinnya. Sementara itu, untuk memenuhi kondisi keutuhan dan keterpaduan unsur, maka pelesatrian harus mampu mempertahankan unsur-unsur karya budaya yang ada dalam keadaan cukup lengkap sedemikian rupa sehingga masih mampu memberikan gambaran yang utuh tentang cagar budaya yang ada dan mencerminkan nilai-nilai penting yang dikandungnya.

Dalam rangka mencapai tujuan pelestarian dari suatu karya budaya, maka ada tahapan-tahapan persiapan maupun pelaksanaan pelestarian. Tahapan-tahapan yang umumnya yang dilakukan adalah sebagai berikut; (1) meneliti dan mengungkapkan nilai-nilai penting cagar budaya, (2) melindingi sebagian atau seluruh cagar budaya agar dapat bertahan lebih lama dalam sistem budaya, (3) sedapat mungkin menghambat kerusakan atau merosotnya nilai-niali pentingnya, (4) menyajikan dengan sebaik-baiknya nilai-nilai penting cagar budaya agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Presentasi atau penyajian nilai penting itu kepada masyarakat seringkali menjadi masalah dalam pelestarian. Kurangnya informasi nilai-nilai penting dibalik  benda-benda cagar budaya mengakibatkan masyarakat tidak mersakan manfaatnya. Pada gilirannya, mereka seringkali melihat upaya hanya untuk kepentingan sekelompok masyarakat saja. Karena itu, pelestarian yang bermanfaat menekankan perlunya penyajian nilai-nilai penting ini.

Upaya pelestarian dapat dilaksanakan dalam tiga kegiatan utama yaitu Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan. Perlindungan dimaksudkan untuk mencegah agar cagar budaya tidak mengalami kerusakan dan kehancuran, sehingga kita akan kehilangan selamanya. Pengembangan dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga kualitas tampilan cagar budaya agar dapat difungsikan terus seperti fungsi semula atau untuk fungsi lain yang sesuai dengan ketentuan undang-undang. Pemanfaatan, memberikan kegunaan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik untuk pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, ekonomi, maupun kebudayaan di masa kini dan mendatang.

Salah satu bentuk perlindungan terhadap cagar budaya adalah zonasi atau pemintakatan. Dalam konteks penerapannya di Indonesia, pemintakan atau zonasi telah diatur dalam Undang-Undang no. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan “ Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya “. Sementara itu, zonasi dipahami sebagai penetuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

3.3 Riwayat Pelestarian Situs Masjid Kuno Bayan Beleq

Dari informasi yang didapatkan di lapangan, dan hasil koordinasi dengan stakeholder, intansi terkait seperti Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Lombok Utara, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Lombok Utara dapat diketahui riwayat pelestarian Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

Dari informasi yang diperoleh, bahwa Masjid Kuno Bayan Beleq untuk pertama kalinya mengalami pemugaran pada tahun 1993, yang dimana pihak yang terlibat pada saat itu adalah Pemerintah Pusat dan Dinas Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara barat melakukan pemugaran total terhadap Masjid Kuno Bayan Beleq, dan Makam-makam Kuno  yang terdapat di Situs Masjid Bayan Beleq. Selain itu pada tahun 1993 dilaksanakan pembuatan penahan tanah berbentuk terasering/talud.

Pada tahun 2010 dilaksanakan renovasi Masjid Bayan Beleq beserta makam-makam kuno oleh Pemerintah Daerah Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dari hasil kordinasi dengan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata, bagian Destinasi, diperoleh infomasi bahwa pada tahun 2018 akan dibuat pintu gerbang utama di sisi Barat, pintu gerbang pendukung di sisi Utara, Tugu Batu di sisi Barat, bangunan semi permanen (bale saka enam), jalan setapak dengan lebar 150 cm dan 250 cm, pembuatan talud di sisi barat, pembuatan lahan parkir di sisi barat, dan pagar keliling dari sisi utara sampai barat dan selatan. (gambar rencana penataan Situs Masjid Kuno Bayan Beleq Terlampir)

Sedangkan dari hasil kordinasi dengan Dinas Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Lombok Utara, Bagian Kebudayaan belum adanya suatu perencanaan untuk Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

HASIL KEGIATAN KAJIAN ZONASI SITUS MASJID KUNO BAYAN BELEQ

4.1Prinsip-prinsip Tentang Zonasi

Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan. Zonasi dibuat setelah suatu lokasi ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya atau satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya. Zonasi dilakukan tanpa mengubah luas dan batas Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang telah ditetapkan. Zonasi dibuat berdasarkan kriteria lokasi atau satuan ruang geografis yang sudah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya yang:

  1. Rawan ancaman yang disebabkan faktor alam maupun manusia;
  2. Mempunyai potensi Pengembangan dan Pemanfaatan; dan/atau
  3. Memerlukan pengelolaan khusus.

Zonasi dibuat berdasarkan hasil kajian terhadap ruang Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya untuk kepentingan Pelindungan Cagar Budaya, dan berdasarkan prinsip: Perlindungan, Keseimbangan, Kelestarian, Koordinasi, dan Pemberdayaan masyarakat. Zonasi dilakukan dengan membagi ruang menjadi beberapa zona berdasarkan tingkat kepentingan dan rencana pemanfaatannya, yaitu:

  1. Zona Inti, merupakan area pelindungan utama untuk menjaga bagian dari Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang paling penting
  2. Zona Penyangga, merupakan area yang melindungi Zona Inti
  3. Zona Pengembangan, merupakan area yang diperuntukan bagi Pengembangan potensi Cagar Budaya untuk kepentingan rekreasi, konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan
  4. Zona Penunjang, merupakan area yang diperuntukkan bagi penempatan sarana dan prasarana penunjang untuk mendukung kegiatan usaha dan/atau rekreasi umum.

Zona Inti, Zona Penyangga, Zona Pengembangan, dan Zona Penunjang, dapat dimanfaatkan untuk rekreasi, edukasi, apresiasi, dan religi. Zonasi pada satu Kawasan Cagar Budaya dapat terdiri atas lebih dari satu Zona Inti. Komposisi jumlah zona, penempatan, dan keluasannya dibuat berdasarkan keadaan dengan mengutamakan Pelindungan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau lanskap budaya yang berada di dalam Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya.

 

Pemanfaatan Zona Inti didasarkan pada kriteria :

  1. Mutlak untuk mempertahankan keaslian Cagar Budaya;
  2. Tidak boleh merusak atau mencemari Cagar Budaya maupun nilainya;
  3. Tidak boleh mengubah fungsi, kecuali tetap mempertahankan prinsip Pelestarian Cagar Budaya;
  4. Tidak boleh untuk kepentingan komersial, kecuali memenuhi kepatutan;
  5. Tidak boleh didirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman, fasilitas pelindung, dan fasilitas Pengamanan; dan
  6. Tidak menjadi ruang kegiatan yang bertentangan dengan sifat kesakralan.

 

Pemanfaatan Zona Penyangga didasarkan pada kriteria :

  1. Mutlak untuk melindungi Zona Inti;
  2. Tidak boleh untuk kepentingan komersial, kecuali memenuhi kepatutan;
  3. Tidak boleh didirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman, fasilitas pendukung, dan fasilitas Pengamanan; dan
  4. Boleh untuk ruang kegiatan yang tidak bertentangan dengan kelestarian.

 

Pemanfaatan Zona Pengembangan didasarkan pada kriteria :

  1. Mengembangkan nilai manfaat dari Cagar Budaya;
  2. Dapat dipergunakan untuk tempat fasilitas umum;
  3. Dapat dipergunakan untuk kawasan permukiman dan fasilitas pendukung; dan/atau
  4. Dapat untuk kepentingan komersial dengan mempertahankan nilai lingkungan budaya.

 

Pemanfaatan Zona Penunjang didasarkan pada kriteria :

  1. Diperuntukkan bagi penempatan sarana dan prasarana penunjang;
  2. Untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum; dan
  3. Luas Zona Penunjang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setempat.

 

Penentuan luas zona, batas zona, dan sistem zona dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal terhadap Cagar Budaya maupun lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan luas zona, batas zona, sistem zona, dan tata letak dengan memperhatikan:

  1. Kepentingan negara, kepentingan daerah, dan kepentingan masyarakat;
  2. Kepadatan serta persebaran Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dalam satuan ruang geografis;
  3. Pelestarian kebudayaan pendukung Cagar Budaya yang masih hidup di masyarakat; dan
  4. Lingkungan alam.

 

Penentuan batas zona dapat dibedakan atas :

  1. Batas asli, merupakan batas Cagar Budaya yang masih dapat dikenali berdasarkan sebaran dan kepadatan temuan arkeologi
  2. Batas budaya, merupakan batas kewilayahan menurut kesepakatan pendukung yang berbeda atau persebaran kelompok etnik tertentu.
  3. Batas arbitrer, merupakan batas yang ditentukan berdasarkan kebutuhan Pengamanan, batas wilayah pemerintahan, atau batas Kepemilikan tanah.
  4. Hubungan kontekstual, merupakan batas antara Cagar Budaya dengan lingkungan alam dan sosial budaya.
  5. Cakupan pandangan, merupakan batas pandangan mata terhadap Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya.
  6. Batas alam, merupakan batas yang terbentuk secara alamiah.

 

Teknik dasar cara penentuan zonasi dilakukan dengan :

  1. Teknik blok, dapat diterapkan jika Zonasi mencakup keseluruhan Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya menjadi satu kesatuan.
  2. Teknik sel, diterapkan pada wilayah yang mengandung sebaran Situs Cagar Budaya yang jaraknya relatif dekat dan tidak teratur.
  3. Teknik gabungan, diterapkan pada satu Kawasan Cagar Budaya jika persebaran Situs Cagar Budaya tidak merata, karena ada Situs Cagar Budaya yang terletak berdekatan sehingga dapat dijadikan blok dan ada Situs yang letaknya berjauhan dengan Situs lainnya sehingga dijadikan sel.

 

4.2 Penentuan Batas Zona di Situs Masjid Bayan Beleq

Penentuan batas situs adalah kegiatan utama yang dilakukan untuk kepentingan perlindungan dan pelestarian cagar budaya dan situs sesuai dengan data yang ada dengan tujuan untuk mengetahuai secara pasti letak geografis situs cagar budaya terhadap lingkungannya.penentuan batas situs ini dilakukan dengan berpedoman pada:Batas Asli dan Batas Alam, sedangkan teknik penentuan zonasi dilakukan dengan Teknik Blok.

Berdasarkan uraian diatas kegiatan zonasi yang dilaksanakan di Situs Masjid Kuno Bayan Beleq, Desa Bayan, Kecamaan Bayan, Kabupaten Lomok Utara, Provinsi NTB, adalah yang terdiri dari:

  1. Batas asli, yaitu batas asli situs yang ditandai dengan persebaran unsur-unsur bangunan terkait dengan kontekstual bila masih ditemukan.
  2. Geotopografi, batas situs yang ditandai dengan keadaan lingkungan alam, seperti lereng, sungai, jalan dan sebagainya.
  3. Kelayakan pandang, yaitu batas situs ditandai dengan kelayakan pandang dalam rangka mengapresiasikan nilai keaslian cagar budaya yang dilakukan melalui pandangan mata secara horizontal atau sesuai dengan pemanfaatanya.

 

Berdasarkan uraian diatas kegiatan zonasi yang  dilaksanakan di Situs Masjid Kuno Bayan Beleq, Desa Bayan, Kecamaan Bayan, Kabupaten Lomok Utara, Provinsi NTB,adalah yang terdiri dari:

  1. Zona inti (zoning I) merupakan Situs Masjid Kuno Bayan Beleq itu sendiri, dan 6 kuncup makam kuno, Luas 3.853 m², dalam peta/gambar dilambangkan dengan garis warna merah sebagai batas sisi terluar dari zona inti. Adapun batas dari zona inti adalah sebagai berikut:
  • Sebelah Utara : dibatasi dengan pagar kawat
  • Sebelah Timur :dibatasi dengan pintu masuk dan talud terbawah
  • Sebelah Selatan : dibatasi dengan talud terbawah
  • Sebelah Barat : dibatasi dengan Makam Anyar

 

  1. Zona penyangga (zoning II) merupakan kawasan yang diperuntukkan menjaga keharmonisan antara situs dan lingkungannya. Lahan mintakat/zona penyangga di Situs Masjid Kuno Bayan Beleq dengan luas 2.777 m ², dalam peta/gambar dilambangkan dengan garis warna kuning sebagai batas sisi terluar dari zona penyangga adapun batas dari zona penyangga adalah sebagai berikut :
  • Sebelah Utara : Halaman Sisi Selatan Rumah Adat Karang Bajo
  • Sebelah Timur : Saluran irigasi
  • Sebelah Selatan :Jalan Setapak Halaman Tengah Masjid Bayan Beleq
  • Sebelah Barat : Pintu masuk menuju Situs masjid Bayan Beleq

 

  1. Zona Pengembang (zoning III), Pengembangan potensi Cagar Budaya untuk kepentingan rekreasi, konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, Dkeagamaan, dan kepariwisataan. Dalam peta/gambar dilambangkan dengan garis warna hijau sebagai batas awal dari zona pengembang dari Masjid Kuno Bayan Beleq adalah sebagai berikut :
  • Sebelah Utara : Kalaman Selatan Rumah Adat Karang Bajo
  • Sebelah Timur : Sawah milik Raden Anggra Kesuma
  • Sebelah Selatan : Kebun milik Raden Sumangkal
  • Sebelah Barat : Jalan Raya Bayan

 

Batas-batas Zona Situs Masjid Kuno Bayan Beleq

 Batas Zonasi Bayan Beleq

Keterangan Gambar

merah : Zona Inti

kuning : Zona Penyangga

hijau : Zona Pengembang

Batas Zonasi Bayan Beleq

Peta Zonasi Situs Masjid Kuno Bayan Beleq

 

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka, pemanfaatan di dalam masing-masing zona harus mengikuti aturan sebagai berikut :

Zona Inti

No Boleh Dilakukan Tidak Boleh Dilakukan Persyaratan
1 Penataan situs dan lingkungannya ·         Penambahan/pendirian bangunan permanen,

·         Melakukan penebangan pohon jika tida membahayakan kelestarian cagar budaya

·         Konsultasi dengan BPCB Bali

·         Harus didahului dengan kajian atau penelitian

2 Kegiatan yang bersifat keagamaan, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan kebudayaan, sosial, yang tidak bertentangan dengan prinsp-prinsp pelestarian. ·         Kegiatan yang melanggar norma, dan etika masyarakat khususnya masyarakat adat setempat.

·         Menutup akses publik terhadap Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

·         Konsultasi dengan BPCB Bali

·         Harus didahului dengan kajian atau penelitian

 

Zona Penyangga

No Boleh Dilakukan Tidak Boleh Dilakukan Persyaratan
1 ·         Penambahan bangunan tidak permanen yang bersifat reversibleatau mudah dibongkar dan dipindahkan serta menyesuaikan dengan Cagar Budaya yang ada di Zona Inti.

·         Penataan situs dan lingkungannya

·         Penambahan/pendirian bangunan permanen,

·         Melakukan penebangan pohon jika tida membahayakan kelestarian cagar budaya

·         Konsultasi dengan BPCB Bali

·         Harus didahului dengan kajian atau penelitian

2 Kegiatan yang bersifat keagamaan, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan kebudayaan, sosial, yang tidak bertentangan dengan prinsp-prinsp pelestarian. ·         Kegiatan yang melanggar norma, dan etika masyarakat khususnya masyarakat adat setempat.

·         Menutup akses publik terhadap Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

·         Konsultasi dengan BPCB Bali

·         Harus didahului dengan kajian atau penelitian

 

Zona Pengembangan

No Boleh Dilakukan Tidak Boleh Dilakukan Persyaratan
1 ·         Penambahan bangunan tidak permanen yang bersifat reversible atau mudah dibongkar dan dipindahkan. Penambahan/pembangunan permanen ·         Konsultasi dengan BPCB Bali

·         Harus didahului dengan kajian atau penelitian

2 Penataan lingkungan dan pengolahan sawah Melakukan penebangan pohon jika tida membahayakan kelestarian cagar budaya ·         Konsultasi dengan BPCB Bali
·         Kegiatan yang bersifat keagamaan, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan kebudayaan, sosial, yang tidak bertentangan dengan prinsp-prinsp pelestarian.

·         kawasan yang secara langsung mendukung kegiatan wisata cagar budaya yang merupakan pusat dari vasilitas pelayanan kegiatan pariwisata yang dibutuhkan oleh masyarakat dan juga wisatawan, serta melakukan tindakan pemeliharaan terhadap objek wisata alam dan cagar budaya, agar tetap terjaga kelestariannya.

·         Kegiatan yang melanggar norma, dan etika masyarakat khususnya masyarakat adat setempat.

·         Menutup akses publik terhadap Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

·         Konsultasi dengan BPCB Bali

·         Harus didahului dengan kajian atau penelitian

 

Selain aturan-aturan yang telah diatur dalam Undang-undang No.11 Tahun 2010, mengenai pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya, terdapat aturan-aturan lokal (aturan adat) yang masih berlaku sampai saat ini di Situs Masjid Kuno Bayan Beleq, terutama di zona inti baik untuk pelestarian Cagar Budaya, dan tindakan yang boleh atau tidak boleh dilakukan di zona inti. Setiap tindakan pelestarian yang akan dilakukan harus diawali dengan koordinasi, terutama dengan masyarakat adat sebagai pemilik dan pengelola dari Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

PENUTUP

Sebagai penutup dari laporan ini dapat ditemukan beberapa hal sebagai berikut :

5.1 Kesimpulan

  1. Situs Makam Kuno Bayan Beleq merupakan Situs Cagar Budaya yang dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
  2. Situs Makam Loang Balok merupakan bukti sejarah penyebaran agama islam di daerah Lombok Utara.
  3. Penanganan keadaan lingkungan perlu mendapatkan perhatian, karena dengan keberadaan lingkungan yang asri akan dapat mewujudkan keindahan dan keserasian lingkungan Situs Makam Kuno Bayan Beleq secara keseluruhan.
  4. Hasil dari kegiatan ini adalah Peta Zonasi yang terdiri dari zona inti dan zona

 

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan pada kondisi umum yang dialami situs tersebut maka diperlukan sebuah komitmen dari berbagai pihak untuk mendukung pemanfaatan hasil pemintakatan/zonasi ini untuk pengelolaan dan pemanfaatan cagar budaya berkelanjutan tanpa mengabaikan prinsip-prinsip pelestarian. Komitmen ini tidak cukup hanya sampai pada tataran konsep pemintakatan/zonasi ini, tetapi lebih jauh adalah pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan secara teknis. Beberapa hal yang perlu direkomendasikan untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan yang berbasis pelstarian adalah sebagai berikut:

  1. Perlu adanya suatu regulasi tentang pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya dan situs yang disusun berdasarkan berbagai pertimbangan secara komprehensif atas berbagai bidang pada tingkat Pemerintah Daerah.
  2. Perlu segera adanya pembuatan SK Cagar Budaya dari Kepala Daerah / Bupati Lombok Utara, sebagai Cagar Budaya Kabupaten, agar Situs Cagar Budaya Masjid Kuno Bayan Beleq memiliki kekuatan hukum dalam kegiatan pelestariannya.
  3. Perlu adanya sosialisasi tentang pelestarian, pengembangan dan tata cara pemanfaatan cagar budaya Situs Masjid Kuno Bayan Beleq kepada para stakeholder baik itu instansi terkait, dan masyarakat adat sebagai pemilik serta pemangku Situs Masjid Kuno Bayan Beleq, agar tercipta pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya yang baik.
  4. Hasil zonasi ini segera disosialisasikan dengan pihak-pihak terkait, baik Pemerintah Daerah maupun Masyarakat Adat sebagai pemilik.
  5. Untuk mengembangkan suatu situs atau cagar budaya, terlebih dahulu perlu diadakan koordinasi dengan instansi yang berwenang terhadap pelestarian benda cagar budaya dan situs dan pelaksanaan pemintakatan arkeologi;
  6. Penting untuk melakukan kajian dan penelitian secara khusus di Situs Makam Kuno Bayan Belequntuk membuka kemungkinan untuk pengembangannya ke depan.
  7. Perlu dibuatkan Papan Cagar Budaya karena situs Makam Kuno Bayan Beleq, sudah termasuk cagar Budaya dan dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
  8. Perlu dibuatkan sebuah tempat atau papan informasi yang didalamnya berisikan informasi mengenai keberadaan Situs Masjid Kuno Bayan Beleq.

Masih banyak persoalan lain yang perlu dilakukan untuk mencapai penanganan cagar budaya secara ideal, namun hal-hal tersebut diatas adalah merupakan kunci keberhasilan untuk pelaksanaan pada tingkat berikutnya.