PAMERAN PELSESTARIAN CAGAR BUDAYA DI GALERI TENUN, KOTA ATAMBUA

0
1870

Andi Syarifudin

Pokja Pengembangan dan Pemanfaatan

Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali


Latar Belakang

Pelestarian warisan budaya memiliki lingkup yang luas, pelestarian tidak semata berhubungan dengan kegiatan pemugaran bangunan kuno atau perawatan naskah-naskah kuno saja. Pelestarian mencakup upaya-upaya pemeliharaan, pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai yang terkandung dan keberadaan warisan budaya. Pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya merupakan alat dan strategi pelestarian, dalam upaya memberdayakan dan mengangkat nilai-nilai penting warisan budaya. Nilai-nilai penting warisan budaya meliputi nilai penting bagi ilmu pengetahuan, edukasi, kebudayaan, sejarah dan nilai ekonomik yang terkandung dalam warisan budaya. Suatu kawasan akan dilestarikan, apabila kawasan tersebut mempunyai potensi atau nilai penting tertentu. Karena itu, nilai-nilai penting yang terkandung dalam kawasan itulah yang semestinya menjadi dasar utama dalam menentukan perencanaan pelestarian dan pengembangannya. Dengan kata lain, pelestarian adalah kata kunci utama dalam melakukan pengelolaan warisan budaya.

Pelestarian warisan budaya pada hakekatnya adalah melestarikan warisan budaya agar tetap ada dalam konteks sistem dan berguna bagi kehidupan masyarakat sekarang. Pelestarian warisan budaya adalah upaya untuk memberi makna baru bagi warisan budaya itu, apakah sebagai identitas atau jatidiri, daya tarik wisata ataupun untuk kajian ilmu pengetahuan. Oleh karena itu jika tidak ada makna baru yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekarang, upaya pengelolaan itu akan terasa sulit atau bahkan tidak akan mencapai sasaran. Lebih jauh dijelaskan bahwa ada tiga sudut pandang dalam melihat nilai penting suatu sumberdaya budaya, termasuk suatu kawasan cagar budaya, berdasarkan azas kegunaan (use-value), pilihan (option value), dan azas keberadaan (existence value).

Berdasarkan azas kegunaan, suatu sumberdaya budaya mempunyai nilai penting apabila dapat memberikan manfaat beragam pada saat ini dan mendatang baik bersifat material maupun non-material. Azas keberadaan berpandangan bahwa yang paling penting sumberdaya budaya itu tetap ada, walau pun kini kegunaannya tidak dirasakan sama sekali. Kepuasan pendukung azas ini tercapai kalau mereka mendapatkan kepastian bahwa sumberdaya itu akan bertahan atau tetap eksis.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB dan NTT yang selanjutnya sering disebut  BPCB Bali adalah salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Kebudayaan. Balai Pelestarian Cagar Budaya betugas di daerah yang khusus menangani pelestarian terhadap cagar budaya yang dijabarkan dalam kegiatan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan.

Cagar budaya sebagai warisan budaya masa lalu memiliki nilai penting bagi sejarah ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan yang merupakan sumber informasi yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan di masa lalu. Karena nilai-nilai penting yang dimiliki oleh cagar budaya tersebut perlu diinformasikan dan dipublikasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat dapat memberikan apresiasi kepada tinggalan masa lalu yang merupakan akar dari kebudayaan di masa kini. Dengan demikian akan memotifvasi  masyarakat untuk melestarikan cagar budaya yang ada dan menanamkan kesadaran bahwa masyarakat adalah ujung tombak  terhadap pelestarian cagar budaya.

Penyebar luasan informasi tentang pelestarian cagar budaya salah satunya dapat dilakukan melalui pameran. Pameran berasal dari kata “pamer” yang berarti menunjukkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan. Dalam pameran ini akan ditampilkan kelebihan atau kunggulan karya nenek moyang di masa lalu. Secara tidak disadari pameran memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pameran dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan berbagai keputusan dan pameran dapat juga mempengaruhi tindakan seseorang. Dengan kata lain pameran dapat menjadi sebuah  agen  perubahan menuju pada kondisi yang lebih baik.

Sehubungan dengan pernyataan di atas Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali akan melaksanakan kegiatan pameran untuk menunjukkan keunggulan dari warisan budaya masa lalu (cagar budaya) hasil-hasil pelestarian di wilayah kerja BPCB Bali, serta untuk menggugah masyarakat agar meningkatkan peran sertanya dalam pelestarian cagar budaya dengan memasyarakatkan Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Kegiatan pameran ini akan dilaksanakan dalam rangka Festival Fulan Tahun 2018 di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur terkait dengan pengembangan platform Indonesiana. Dengan disahkannya UU No. 5 Tahun 2017 muncul kebutuhan untuk menangani kegiatan budaya secara lebih sistematis. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merancang sebuah inisiatif baru, yaitu kegiatan pengembangan platform Indonesiana, yaitu sebuah struktur hubungan terpola antar penyelenggara kegiatan budaya daerah di Indonesia, yang dibangun secara gotong royong.

Indonesiana bukan suatu festival kebudayaan. Indonesiana adalah platform (pijakan bersama) untuk merangkai ekosistem kebudayaan (kegiatan, sumber daya, dan sebagainya). Adapun maksud dari Indonesiana yaitu bermaksud Menghidupkan ekosistem obyek pemajuan kebudayaan secara merata dan berkelanjutan, serta menguatkan identitas budaya di daerah untuk mengimbangi penguatan identitas politik yang memanfaatkan kebudayaan. Bertujuan agar terpolanya gotong royong pemajuan kebudayaan dengan tingkat efektivitas, efisiensi, dan keberlanjutan yang tinggi pada tahun 2020, yang diwujudkan melalui penyelenggaraan kegiatan budaya berstandar nasional dalam platform Indonesiana.

Dalam penyelenggaraan pameran akan dipilih di tempat-tempat yang strategis dengan memamerkan beragam cagar budaya, baik dalam bentuk fisik maupun berupa foto-foto benda berikut keterangannya termasuk tugas pokok dan fungsi BPCB dan upaya-upaya pelestariaannya.

 

Materi Pameran

Adapun materi pameran yang akan ditampilakan adalah sebagai berikut :

  1. Infografis pelestarian cagar budaya yang dilakukan oleh BPCB Bali di Provinsi Bali, NTB, dan NTT
  2. Banner tentang Tusi BPCB Bali, Cagar Budaya di wilayah kerja BPCB Bali
  3. Foto cagar budaya
  4. Slide foto dan video tentang cagar budaya
  5. Video interaktif tentang cagar budaya
  6. Leaflet dan brosur tentang cagar budaya

 

Pelaksanaan Kegiatan Pameran

Cagar budaya sebagai warisan budaya masa lalu memiliki nilai penting bagi sejarah ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan yang merupakan sumber informasi yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan di masa lalu. Karena nilai-nilai penting yang dimiliki oleh cagar budaya tersebut perlu diinformasikan dan dipublikasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat dapat memberikan apresiasi kepada tinggalan masa lalu yang merupakan akar dari kebudayaan di masa kini. Dengan demikian akan memotifvasi  masyarakat untuk melestarikan cagar budaya yang ada dan menanamkan kesadaran bahwa masyarakat adalah ujung tombak  terhadap pelestarian cagar budaya.

Penyebar luasan informasi tentang pelestarian cagar budaya salah satunya dapat dilakukan melalui pameran. Pameran berasal dari kata “pamer” yang berarti menunjukkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan. Dalam pameran ini akan ditampilkan kelebihan atau kunggulan karya nenek moyang di masa lalu. Secara tidak disadari pameran memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pameran dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan berbagai keputusan dan pameran dapat juga mempengaruhi tindakan seseorang. Dengan kata lain pameran dapat menjadi sebuah  agen  perubahan menuju pada kondisi yang lebih baik.

Pameran dilaksanakan oleh tim dari Balai Pelestaraian Cagar Bali dalam rangka mendukung program Indonesiana oleh Pemerintah Kabupaten Belu dan komunitas budaya setempat yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Materi yang pameran yang ditampilkan berupa informasi mengenai pelestarian cagar budaya dan kegiatan pelestarian yang telah dilaksnakan oleh Balai Plestarian Cagar Budaya Bali di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Media yang menjadi bahan pemeran berupa banner berisikan informasi cagar budaya, infografis pelestarian cagar budaya, foto cagar budaya, dan video interaktif tentang cagar budaya. Buku-buku tentang kebudayaan ikut dipamerkan. Pencetakan undang-undang cagar budaya dan undang undang pemajuan kebudayaan juga diberikan untuk pengunjung pameran.

Sasaran utama dari pengunjung pameran adalah peserta didik dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas, dan masyarakat umum. Secara efektif pameran berlangsung selama 4 hari yaitu dari tanggal 2 – 5 Oktober 2018. Materi pokok yang ditonjolkan pada pameran cagar budaya ini yakni penampilan video intrekatif tentang cagar budaya dan pelestariannya. Pada video interktif ini pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan media pameran untuk mengetahui informasi tentang cagar budaya yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pameran dibuka pada pagi hari tanggal 2 Oktober 2018 jam 08.30 oleh Bapak Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu. Dalam sambutannya, beliau sangat mengapresiasi kegiatan pameran cagar budaya ini di Kabupaten Belu karena dalam pameran pengunjung dapat memperoleh informasi dan dapat menggugah betapa penting kepedulian kita akan kebudayaan terutama terhadap pelestarian cagar budaya. Disamping itu sasaran utama pengunjung pameran adalah peserta didik di Kota Atambua, maka dengan segera beliau menugaskan para kepala sekolah agar peserta didiknya segera berkunjung ke pameran sebeleum pameran ini berakhir.

Pembukaan secara resmi pameran cagar budaya di Kota Atambua oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Belu
Materi pameran cagar budaya
Video interaktif tentang cagar budaya
Materi pameran tentang pelestarian cagar budaya

Adapun uraian materi yang dipamerkan adalah sebagai berikut:

Benteng Ranu Hitu (Benteng Makes)

Wilayah Kabupaten Belu merupakan salah satu kabupaten yang langsung berbatasan dengan Negara Republic Democratic Timor Leste.Wilayah ini diduduki  oleh 4 suku besar  yang dikenal sebagai suku bangsa Melus yakni suku Kemak, Bunak, Tetun dan Dawan. Ke empat suku ini mendiami wilayah kabupaten Belu secara aman dan damai dengan memegang teguh nilai-nilai budaya orang Timor.

Kehidupan nenek moyang orang Timor dewasa ini sebagai warisan sejarah terlihat dalam berbagai peninggalan sejarah yang masih alami. Salah satu warisan budaya leluhur orang Belu yang masih tersisa adalah benteng 7 lapis Makes yang terletak di bawah kaki gunung Lakaan Kabupaten Belu Provinsi NTT. Di sekitar benteng kuno itu terdapat pemandangan padang sabana Fulan Fehan yang indah danpanorama perbukitan yang mampu membius pandangan mata para wisatawan.

Benteng Makes terdiri dari 7 lapis dinding batu yang cukup tebal. Dikatakan sebagai benteng 7 lapis  karena jika ingin memasuki benteng ini terdapat 7 lapis  batu batuan karang. Maksud dari 7 lapis ini merupakan lapisan untuk melindungi diri dari musuh. Benteng ini didirikan oleh warga sekitar untuk melindungi diri dari serangan musuh.Letak benteng yang berada diketinggian ini sebagai tempat yang aman untuk berlindung dari serangan musuh. Di tengah-tengah benteng Makes ini terdapat sebuah Ksadan atau tempat berlangsungnya perkumpulan adat. Selain itu terdapat pula makam para raja dari wilayah setempat seperti makam raja Dirun yang sangat dihormati oleh warga setempat sebagai pahlawan. Benda- benda bersejarah masih tersimpan dan sudah cukup tua seperti menhir atau meja persembahan, kubur batu  maupun tempat duduk raja yang terbuat dari batu.

Selain itu terdapat meriam tua yang merupakan peninggalan jaman Jepang sebanyak 2 buah yang terdapat didalam benteng. Pepohonan yang cukup tua masih dijaga dengan baik mengingat tempat tersebut masih dikeramatkan oleh masyarakat. Wilayah hutan disekitar benteng makes merupakan hutan adat yang masih dijaga dengan baik.

 

Situs Gereja Tua Kota Kupang

Jemaat  Kota Kupang adalah jemaat tua dalam Gereja Masehi Injili Timor  (GMIT) yang telah berusia 400 tahun. Gereja itu bertumbuh, bersama dengan berdirinya Benteng VOC di Kupang. Embrio pelayanan selaku jemaat dimulai pada tahun 1614 di dalam Benteng Fort Concordia (Asrama Benteng TNI sekarang).

Berawal datangnya seorang Pendeta Belanda bernama Ds. Matheos Van den Broeck yang dipindahkan oleh Pemerintah VOC dari Saparua Ambon. Jemaat kecil yang bertumbuh dalam benteng inilah yang kemudian hari berkembang menjadi cikal bakal berdirinya Jemaat Kota Kupang sekarang ini.Sejak didirikan pada tahun1614, pendeta yang memimpin majelis jemaat Kota Kupang bernama Mattias van den Broeck. Kala itu jemaat yang ada belum terdata dengan jelas.

Pada tahun 1967 baru ada sepuluh jemaat yang terdata. Dan pada tahun   1753 jumlah jemaat menjadi 1300 orang. Meskipun gereja tersebut telah ada sejak 1614, namun bangunan gereja Kota Kupang baru diresmikan pada tahun 1887. Seiring berjalannya waktu, pendeta yang memimpin jemaat Kota Kupang hingga 1947 atau pendeta 65, semuanya berasal dari Belanda, dan yang terakhir menjadi pendeta adalah E Durkstra pada 1947. Sejak saat itu hingga kini pendeta yang memimpin jemaat Kota Kupang adalah orang Indonesia. Dalam perkembangan misi pelayanannya selama kurang lebih 4 abad (1614 – 2005) Jemaat ini telah mengalami berbagai keadaan pasang surut, jatuh lalu bangkit lagi, namun demikian berkat kasih karunia penyelamatan dari Tuhan Jesus Kristus Pemilik dan Kepala Gereja sampai saat ini masih tetap berfungsi melayani umatnya dengan baik.

Jemaat Kota Kupang dalam wilayah pelayanan Badan Pekerja Klasis Kota Kupang adalah sebuah Jemaat tua di Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT) yang telah berdiri sejak era VOC. Hingga kini masih berfungsi melayani umatnya. Kini gereja ini dilindungi oleh Undang-undang Cagar Budaya No.11 Tahun 2010. Letaknya berada di Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, di Jalan Sukarno No. 23, jalur jalan utama yang padat lalu lintas. Sejak diresmikan pada tahun 1887, bangunan gereja Kota Kupang baru direhab sebanyak satu kali yakni pada tahun 2009. Fisik bangunan dikerjakan oleh  Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali-NTB-NTT  dengan biaya sebesar Rp 207 Juta, dan pada tahun 2011 dengan biaya sebesar Rp 370 juta. Rehab itu tidak merombak arsitek asli dari bangunan tersebut, tetapi hanya merehab dinding bangunan yang sudah lapuk.

 

Situs Gereja Noemuti

Daratan Timor merupakan daerah jajahan bangsa Portugis di awal abad ke-18, banyak tinggalan bangunan bersejarah yang memberikan gambaran tentang masa lalu terkait dengan misionaris yang dilakukan oleh Bangsa Portugis selama di Daratan Timor. Salah satu bangunan yang masih tegak berdiri dan berfungsi dengan baik adalah Gereja Noemuti di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Gereja ini memiliki lahan seluas 1 hektar yang dimiliki oleh Uskup Atambua (Dominikus Saku) yang dikelola oleh Rm. Agustinus Berek, Pr. Gereja Noemuti telah diregistrasi oleh Tim Registrasi BPCB Bali dengan nomor Bangunan 2/16-21/BNG/09 Gereja Noemuti dibangunan pada tahun 1925 dan sudah dilakukan perbaikan sebanyak 3 (tiga) kali khususnya pada bagian atap. Gereja ini memiliki pondasi pada bagian depan lebih rendah karena  pada halaman depan Gereja tanahnya lebih tinggi dari pada halaman belakang. Denah bangunan Gereja Noemuti berbentuk seperti huruf  “L” dengan pondasi dilapisi semen halus. Fasad pada pintu masuk gereja terlihat menara lonceng yang disangga oleh dua buah tiang beton yang dilapisi batu alam. Selain bangunan gereja terdapat juga bangunan tempat peristirahatan bagi pastur gereja yang disebut sebagai Rumah Pastur.

Rumah Pastur ini memiliki panjang 16,07 m  dengan lebar 9,71 m dengan kondisi masih utuh dan terawat. Pondasi bangunan rendah hampir bisa dibilang memiliki ketinggian yang sama dengan halaman rumah. adapun lantai yang digunakan adalah tegel berbentuk persegi dengan warna abu-abu dan hitam.Rumah pastur ini memiliki 12 daun jendela, 1 serambi, 3 buah kamar tidur, dan  1 ruang makan. Atap dari rumah pastur ini terbuat dari seng dengan plavon berwarna abu-abu dan terdapat tulisan “Made in Belgium”.

 

Situs Gereja Paroki Kristus Katedral Ende

Gereja yang didirikan oleh Uskup Mgr. Verstraelen yang awalnya dimaksudkan sebagai tempat Katedral Keuskupan Sunda Kecil. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan dengan upacara yang dipimpin oleh Mgr. Verstraelen pada tanggal 18 Mei 1930. Bangunan besar dan megah ini diselesaikan dalam waktu dua tahun dan ditahbiskan pada tanggal 7 Pebruari 1932 oleh Uskup Mgr. Verstraelen. Sebagai tanda bakti dan terima kasih umat kepada Uskup Mgr. Verstraelen, ketika meninggal dunia beliau dimakamkan dalam gereja.  Uskup Mgr. Verstraelen meninggal pada tanggal 16 Maret 1932. Ketika ditahbiskan, bangunan gereja yang berukuran 52 m x 16,50 m ini belum sepenuhnya selesai, lantai, kaca jendela dan ventilasi dengan model mozaik sedang dalam penataan. Kaitan gereja ini dengan Bung Karno adalah selama masa pengasingannya di Ende, Bung Karno memperluas jaringan dengan menjalin persahabatan dengan para pastor. Bung Karno dibebaskan untuk mempergunakan perpustakaan para pastor.Bung Karno biasa mengunjungi teman-teman dan melakukan diskusi di MISI Ende. MISI Ende pada saat ini menjadi kompleks Biara Santo Yosef dan Gereja Katedral Ende.

 

Situs Gereja Tua Riung

Gereja ini terletak di Kampung Riung, Desa Sambinasi, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Bangunan Gereja Tua ini memiliki pondasi berbentuk huruf ‘T’, menghadap ke barat (kompas). Bagian depan dengan satu pintu masuk dan satu pintu samping pada bagian belakang pada sisi kanan. Bangunan ini telah ditambah dengan serambi beratap seng bertiang pipa besi. Bagian sisi samping kanan dan kiri dengan lubang jendela tanpa kusen berbentuk segi tiga berjumlah tiga buah. Bagian interior bangunan dengan konstruksi tiang berjumlah delapan buah. Tiang penyangga bangunan berbentuk melengkung membentuk satu titik bubungan atap. Ruangan dalam berbentuk sebuah aula.

Lantai ruangan sebagian dengan PC 19 dan sebagian lagi memakai keramik khusus pada bagian mimbar. Pada bagian tengah-tengah sisi kanan dan kiri ruangan aula dibuat persegi menjorok keluar. Gereja Tampak Depan Bagian Dalam Gereja. Gereja ini didirikan pada masa penjajahan Belanda tahun 1942, dan telah direnovasi kembali pada tahun 1995 dengan mengganti beberapa atap seng dengan bahan atap seng yang baru. Batas-batas bangunan, di sebelah utara: tanah ladang, di sebelah selatan: tanah ladang, di sebelah timur: pemakaman (kuburan), dan di sebelah barat: tanah ladang dan perkampungan.

 

Situs Gereja Menggelama

Berada di tengah pusat Kota Kefamenanu.  Di lokasi ini  terdapat  bangunan gereja yang dibangun tahun 1938. Sampai saat ini bangunan tersebut masih berdiri dengan megah. Untuk dapat   menampung umat dalam jumlah yang lebih banyak, pada bagian belakang gereja ditambah bangunan baru, sehingga denah awal  yang berbentuk persegi empat berubah menjadi huruf “T”. Di lokasi ini juga terdapat aula untuk melaksanakan kegiatan pementasan, dan rumah Pastor. Di halaman depan terdapat beberapa tanaman hias serta pohon perindang yang ditata mengikuti jalan masuk menuju gereja. Lokasi gereja ini sangat mudah dijangkau dengan berbagai macam kendaraan bermotor mengingat tempatnya berada di pinggir jalan umum.

Bangunan peribadatan yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu bangunan gereja dan menara. Gereja  dibuat dengan arah hadap timur dengan sebuah pintu masuk utama dan satu pintu di sisi kanan dan satu pintu di kiri. Pintu terbuat dari kayu dengan cat  berwarna coklat dan memakai dua daun pintu. Bagian dinding dilapisi dengan plester pc dan setiap jendela dihias dengan kaca-kaca mozaik. Di dalam ruangan, pada sisi kiri dan kanan terdapat tiga buah ruangan tanpa pintu hanya tertutup tirai yang merupakan tempat pengakuan dosa. Pada bagian depan bangunan dibuat dua  lantai dengan dua buah ruangan di lantai I yang  digunakan sebagai tempat penyimpanan peralatan gereja. Ruangan di sebelah kanan terhubung dengan ruangan di bagian atas pintu dan menara. Plafon bangunan berwarna abu-abu tulisan “made in Belgium, atap terbuat dari seng.

 

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, sebagai penutup dari laporan ini dapat disampaikan beberapa simpulan dan rekomendasi sebagai berikut :

  1. Pameran dilaksanakan di Galeri Tenun Kota Atambua dalam rangka Festival Fulan Tahun 2018 di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur terkait dengan pengembangan platform Indonesiana. Indonesiana adalah platform (pijakan bersama) untuk merangkai ekosistem kebudayaan (kegiatan, sumber daya, dan sebagainya).
  2. Sasaran utama pengunjung dari pameran ini adalah peserta didik tingkat dasar dan menengah serta masyarakat umum sebagai penerima informasi mengenai cagar budaya kepada masyarakat, dan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat dalam rangka pelestarian cagar budaya, serta untuk meningkatkan apresiasi dan pengetahuan masyarakat tentang cagar budaya di daerahnya.
  3. Materi yang ditampillkan berisikan tetang informasi mengenai pelestarian cagar budaya dalam wujud bahan cetak berupa (banner, spanduk, brosur), film dan video interaktif.

 

Saran

Saran yang dapat disampaikan setelah kegiatan ini adalah sebgai berikut :

  1. Pada masa yang akan dateng sebaiknya pameran diselenggarakan tidak jauh dari kota, agar dapat dengan mudah diakses oleh pengunjung.
  2. Kegiatan sejenis ini hendaknya tetap dilaksnakan mengingat nilai-nilai penting yang dimiliki oleh cagar budaya tersebut perlu diinformasikan dan dipublikasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat dapat memberikan apresiasi kepada tinggalan masa lalu yang merupakan akar dari kebudayaan di masa kini. Dengan demikian akan memotifvasi  masyarakat untuk melestarikan cagar budaya yang ada dan menanamkan kesadaran bahwa masyarakat adalah ujung tombak  terhadap pelestarian cagar budaya.
  3. Materi pameran pada masa yang akan datang sebaiknya lebih beragam dengan sentuhan teknologi informasi agar mempermudah penyampaian pesan kepada pengunjung, dan menarik rasa ingin tahu pengunjung akan materi yang dipamerkan.

 

Lampiran Foto Kegiatan

Diskusi penataan ruang pameran
Penataan ruang pameran
Tampak depan lokasi pameran cagar budaya
Antusias Kunjungan Siswa