Sidang Komisi 2 Sesi 2, Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 (9/10)

0
532

Sidang komisi 2 pada sesi 2 dilaksanakan di Hotel New Saphir Yogyakarta, Rabu (9/10) dengan Topik Kebijakan Budaya yang dimoderatori oleh Hari Untoro Dradjat.

Paparan dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Frans Rumbrawer dengan judul Memanfaatkan Kearifan Lokal (Etnosains) untuk mencegah Konflik Sosial di Tanah Papua.

Akhir-akhir ini berbagai pihak, terutama  para aparat pemerintah (eksekutif, legislatif),  akademisi, tokoh agama,  pekerja lembaga swadaya masyarakat (LSM),  dan kelompok pemerhati  kedamaian dan keadilan sosial di Tanah Papua, tak henti-hentinya saling menuding  dan  menya-lahkan satu sama lainnya dan berulangkali mengupayakan  pendekatan  yang tepat,  untuk mencegah dan menyelesaikan permasalahan konflik sosial di Tanah Papua. Para pihak itu, selalu  menerapkan paradigma, metode, dan pendekatan asing  untuk mencegah dan menyelesaikan konflik sosial yang berkepanjangan di Nusantara.

Pemerintah,  para negarawan, politisi dan para ilmuan sosial telah berupaya maksimal untuk mencegah fenomena perubahan sosial tersebut, dengan hanya mengandalkan  teori, paradigma, dan pendekatan asing, dan selalu menggunakan  kekerasan sebagai cara  penyelesaian sengketa atau konflik. Sangat jarang  memanfaatkan  kearifan lokal (etnosains)  Indonesia, yang  sebetulnya cocok, tepat guna, dan tepat konteks untuk penyelesaian konflik yang khronis di antara masyarakat bangsa kita, baik konflik horisontal maupun vertikal.

DSC_0050

Konflik sosial terus menerus terjadi dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia karena para penggagas berbagai  program pembangunan di Indonesia umumnya dan khususnya pembangunan politik dan ekonomi di Tanah Papua,  tidak memanfaatkan etnosains yang telah  dianugerahkan Tuhan bagi umat ciptaan-Nya, sebagai  modal sosial (social capital)  penting yang pantas dimanfaatkan untuk  membangun  rakyat bangsa Indonesia agar hidup survive dan mengalami damai sejahtera di atas bumi Nusantara yang kaya akan sumber daya alam,  terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Etnosains  dan konflik sosial adalah dua konsep penting yang jarang disinergikan dalam  perencanaan dan pelaksanaan berbagai program kema-nusiaan yang pancasilais, baik program pembangunan secara fisik maupun mental spiritual di Tanah Papua. Orang modern selalu mematok bahwa etnosains (indigenous knowledge) atau pengetahuan lokal (local wisdom) yang dimiliki masyarakat lokal (indigenous peoples)  sebagai bukan ilmu (fiktif). Sedangkan, teori, pendekatan,  atau sains orang  asing  adalah ilmu pengetahuan berdasarkan pembuktian atau praktek (faktual).