Penggalian Sumber Sejarah Kerajaan di Cantung, Kabupaten Bondowoso 12-13 Maret 2015

0
4222

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya memiliki peran yang strategis dalam pemahaman nilai-nilai sejarah bangsa. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, salah satunya adalah penggalian sumber sejarah. Tugas ini dimulai dengan pencarian sumber sejarah, verifikasi dan analisa.

 

Pencarian sumber sejarah dilakukan dengan mencari sumber-sumber primer yang menunjang data, seperti dokumen resmi, artikel surat kabar yang sejaman, rekaman, autobigrafi, surat-surat, dan foto. Kemudian, dilakukan verifikasi untuk mengetahui otentisitas dan kredibilitas sumber sejarah. Otentisitas adalah keaslian sumber, misalnya jika itu dokumen adalah jenis kertas, tinta, gaya tulisan, bahasa, kalimat yang dipilih, jenis huruf serta penampilan dokumen secara utuh. Sedangkan kredibilitas menyangkut sejauh mana sumber dapat kita percayai.

 

Berkas Surat

 

Seperti kita ketahui, Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya (Dit. SNB) telah lama merangkul komunitas-komunitas di bidang Sejarah dan Nilai Budaya untuk terlibat dalam menyebarluaskan informasi kesejarahan bagi masyarakat. Proses penggalian sumber sejarah ini dimulai dari laporan salah satu tokoh masyarakat adat Kalimantan Selatan dengan didampingi Komunitas Historia Indonesia. Pada bulan Febuari lalu Hendri Nindyanto, SH selaku Ketua Lembaga Kerukunan dan Kerakatan Kerajaan Cantung, melakukan audiensi dengan Direktur Sejarah dan Nilai Budaya, perihal lokasi makam Raja Cantung, yakni Aji Pangeran Kusumanegara (1863-1929) di Kabupaten Bondowoso, yang belum terungkap kepada publik. Untuk diketahui bahwa Kerajaan Cantung kini melebur dalam wilayah Kecamatan Kelumpang Hulu, Kota Baru, Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai keturunan Aji Pangeran Kusumanegara, Hendri Nindyanto menyampaikan informasi mengenai keberadaan makam dan bekas rumah tinggal sang Raja yang berada di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.  Aji Pangeran Kusumanegara mendapatkan mandat sebagai raja dari ayahnya Aji Daha/Aji Madura pada tahun 1864. Pada tahun 1890, Aji Pangeran Kusumanegara dituduh berkongsi dengan Gusti Arsyad dan Mohammad Seman membuat pemufakatan untuk makar terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Berdasarkan Besluit Nomor 46 tanggal 30 Oktober 1901, Aji Pangeran Kusumanegara diasingkan dari Kota Baru dan dibuang ke Bondowoso pada tahun 1890. Kota yang jauh dari kampung halaman ini dipilih lantaran secara iklim memiliki kesamaan dengan Kota Baru yang sejuk. Dari sumber lisan keturunannya, Aji Pangeran Kusumanegara dibawa beserta kursi kerajaannya ke Banjarmasin, lalu berlayar ke Batavia, Tanjung Perak dan Panarukan (Situbondo). Dari Panarukan sang raja diusung dengan menggunakan cikar naik ke wilayah perbukitan di Karesidenan Besuki. Untuk diketahui bahwa ibukota Karisidenan Besuki berada di Bondowoso.

 

Bondowoso Residen

 

 

Di kota yang sejuk ini, Aji Pangeran Kusumanegara ditempatkan di sebuah rumah yang berseberangan dengan rumah Residen Besuki. Hal ini tentunya untuk mempermudah Pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi gerak-gerik Aji Pangeran Kusumanegara. Tak lama berselang, ibu, istri dan anak-anaknya menyusul ke Bondowoso. Istana di Cantung ditinggalkan, dan tak lama dibakar oleh Pemerintah Hindia Belanda. Keluarga kerajaan Cantung bermukim di kota ini, hingga Aji Pangeran Kusumanegara wafat pada tanggal 17 Muharam 1348 H atau 25 Juni 1929. Makamnya berada di TPU Keluarahan Badean, Kota Bondowoso.

 

Setelah  90 tahun tidak terungkap kepada publik, Bapak Hendri Nindyanto selaku Ketua Lembaga Kerukunan dan Kerakatan Kerajaan Cantung yang juga salah satu keturunan Aji Pangeran Kusumanegara menyampaikan informasi kesejarahan ini kepada Direktur Sejarah dan Nilai Budaya. Makam yang bernilai sejarah tinggi ini baru ditemukan setelah melalui penelusuran panjang pihak keluarga yang berada di Kalimantan Selatan, Jakarta dan juga Bondowoso.

Laporan Belanda

 

 

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya dalam melakukan pengalian sumber sejarah, Direktur Sejarah dan Nilai Budaya, Endjat DjaenuDeradjat, beserta Kasubdit Sejarah Amurwani, dengan didampingi oleh Hendri Nindyanto melakukan kunjungan ke Bondowoso untuk memastikan keberadaan makam raja tersebut. Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya juga melibatkan UPT Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto.

 

Direktur Sejarah dan Nilai Budaya diterima dengan baik oleh Bupati Bondowoso, Drs Amin Said Husni di Kantor Bupati, dengan didampingi oleh Kepala Dinas Parporahub Drs Sigit Purnomo, MM. Bupati Bondowoso mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan informasi kesejarahan yang sangat berharga bagi masyarakat Bondowoso. Bahkan selama ini masyarakat tidak mengetahui keberadaan makam seorang raja wilayahnya. Informasi kesejarahan ini akan ditindaklanjut dengan instansi terkait. Setelah audiensi dengan Bupati Bondowoso, Direktur Sejarah dan Nilai Budaya mengunjungi rumah yang pernah ditinggali oleh Aji Pangeran Kusumanegara yang terletak di Jl Ki Ronggo Nomor 1 Kota Bondowoso. Rumah berlanggam antik ini masih menyimpan beberapa peninggalan Aji Pangeran Kusumanegara antara lain lemari, seperangkat kursi tamu, dan meja tulis. Kondisi fisik bangunan masih kokoh meskipun kurang terawat. Kini rumah ini kosong dan karena kondisi ekonomi, rumah ini akan dijual.

 

Dari rumah Aji Pangeran Kusumanegara, Direktur Sejarah dan Nilai Budaya melawat ke makam Aji Pangeran Kusumanegara di Keluarahan Badean, Kota Bondowoso.  Makam ini berada di Tempat Pemakaman Umum yang bercampur dengan makam pendudukan setempat.  Di sinilah Aji Pangeran Kusumanegara beserta keluarga disemayamkan. Batu nisan sang raja berbahan beton dan berlafadzkan huruf Arab. Sedangkan, batu nisan anggota keluarga yang lain berbahan kayu ulin. Selama di Bondowoso Direktur Sejarah dan Nilai Budaya menyempatkan diri menerima beberapa wartawan lokal.

Dari hasil penelusuran sumber-sumber sejarah tersebut, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah:

 

  1. Keberadaan makam Aji Pangeran Kusumanegara (1863-1929) di TPU Badean, Kota Bondowoso, secara fisik menunjukkan bukti signifikan seperti nisan bertuliskan nama Kusumanegara dengan huruf Arab dan sejaman. Beberapa nisan keluarga yang menggunakan kayu ulin menunjukkan kayu khas Kalimantan.
  1. Bekas rumah yang ditinggali masih utuh meskipun kondisi kurang terawatt. Rumah ini menunjukkan keasliannya yang dbuktikan dari tinggi plafon, lantai rumah, kusen jendela serta beberapa benda-benda peninggalan Aji Pangeran Kusumanegara berupa meja kursi, lemari, seperangkat meja tamu, kamar mandi serta ditunjang dengan besluit dan berita-berita koran pada zaman itu. Dapat dikatakan bahwa rumah ini memiliki nilai sejarah, dan dapat digunakan sebagai Museum Raja Cantung.
  1. Menurut informasi dari keluarga, terkait kondisi ekonomi, rumah ini akan dijual. Mengingat pentingnya nilai sejarah terhadap rumah tersebut, agar dapat dibebaskan oleh Negara.
  1. BPCP Mojokerto akan melakukan registrasi terhadap bangunan rumah dan makam Aji Pangeran Kusumanegara.
  1. Mengingat di Kabupaten Bondowoso belum memiliki museum daerah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong Pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk mendirikan Pusat Informasi Kesejarahan yang nantinya akan dijadikan Museum.

 

Demikian laporan kegiatan Penggalian Sumber Sejarah Kerajaan Cantung di Bondowoso, semoga berguna bagi pemangku kepentingan dan kebijakan.