Pemilu 1999

Bogor (29/4) Hasil Pemilu 1997 yang menempatkan Golkar sebagai pemenang pemilu tidak memiliki legitimasi dimata rakyat pasca turunnya Presiden Soeharto. Legitimasi diperlukan untuk mengubah situasi negara yang dalam keadaan krisis. Atas alasan itu, maka Presiden BJ. Habibie mengusulkan pelaksanaan Pemilu dipercepat, kemudian Presiden BJ Habibie melakukan kosultasi dengan pimpinan DPR/MPR pada tanggal 25 Mei 1998 untuk membahas hal tersebut dan bersepakat untuk melaksanakan Pemilu lebih cepat. Dalam Sidang Istimewah MPR 10-13 November diputuskan bahwa Pemilu dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999.

Pemilu 1999 merupakan Pemilu pertama pasca Orde Baru sekaligus penting demokrasi baru di Indonesia.  Selain memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga pertama kalinya dipilih anggota Dewan Perwakilan Daerah. Anggota DPD ini menggantikan Fraksi Utusan Daerah di MPR yang kemudian menjadi DPD. Pemilu kali ini sangat berbeda dari Pemilu sebelumnya dimana dulu terdiri dari 2 Partai Politik dan Golkar. Dalam UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik banyak bermunculan partai baru. Pada Pemilu 1999 terdapat 48 Partai Politik peserta Pemilu dan PNS dan TNI/Polri dilarang memihak salah satu konsestan partai politik peserta pemilu.

Untuk menghindari campur tangan pemerintah dan menjaga objektifitas Pemilu dalam pelaksanaan Pemilu 1999 dibentuklah Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU 1999 di ketuai oleh Bapak Jend (purn) Rudini. Bapak Adnan Buyung Nasution dan Harun Al Rasyid sebagai Wakil Ketua. KPU terdiri dari 48 anggota yang mewakili 48 partai politik dan ditambah 4 wakil pemerintah. Hasil dari Tabulasi Nasional Pemilu 1999 di KPU dimenangkan oleh PDI Perjuangan, kemudian Golkar, PKB, PPP, PAN, dan PBB.