MENUJU NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Presiden dan Wakil Presiden RI 1945-2014

Bogor (10/5) Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah suatu badan bentukan pemerintah Jepang pada masa penjajahan di Indonesia. BPUPKI dibentuk pada 29 April 1945 dan bertujuan untuk mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan memberikan janji akan membantu proses terealisasikannya kemerdekaan Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dengan anggota semula berjumlah 70 orang, terdiri atas 62 orang Indonesia dan 8 orang istimewa Jepang yang hanya bertugas mengamati, kemudian pada sidang kedua ditambah 6 orang anggota dari Indonesia.

Upacara peresmian BPUPKI dilangsungkan di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (Sekarang gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta, pada tanggal 28 mei 1945. Upacara peresmian BPUPKI itu juga dihadiri oleh dua orang pejabat Jepang, yaitu Jendral Itagaki dan Letnan Jendral Nagano. Pada upacara itu bendera Jepang dikibarkan oleh Mr. A. G. Pringgodigdo, kemudian pengibaran bendera merah putih oleh Royohiko Masuda.

Latar belakang pembentukan BPUPKI secara tertulis termuat dalam Maklumat Gunseikan Nomor 23 tanggal 29 Mei 1945. Sebab dikeluarnya Maklumat No. 23 itu adalah  karena kedudukan Jepang yang sudah semakin terancam pada perang melawan sekutu. Sehingga dapat dikatakan kebijaksanaan Pemerintah Jepang sesungguhnya dengan membentuk BPUPKI bukanlah atas kebaikan hati yang murni, tetapi Jepang ingin memikat hati rakyat Indonesia untuk mempertahankan sisa-sisa kekuatannya. Selain itu juga untuk melaksanakan politik kolonialnya.

Sidang Pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945)

Sidang pertama BPUPKI diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta (sekarang gedung Pancasila). Sidang dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai pada tanggal 29 Mei 1945. Ada tiga puluh tiga pembicara pada sidang pertama yang membahas perumusan dasar negara Indonesia ini. Adapun tokoh-tokoh yang menyumbangkan pendapat tentang usulan dasar negara, antara lain: Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Setelah bermusyawarah, sidang BPUPKI sepakat menjadikan Pancasila sebagai nama dasar negara Indonesia. Pada 1 Juni 1945 inilah ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pada hari yang sama, tepatnya tanggal 1 Juni 1945, juga dibentuk Panitia Delapan, yang anggotanya berjumlah delapan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutardjo, A. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Mr. Moh. Yamin, dan Mr. A. A. Maramis. Tugas Panitia Delapan ini adalah menampung dan mengidentifikasi rumusan dasar negara pada sidang BPUPKI. Dari Panitia Delapan kemudian diketahui terdapat perbedaan usulan dasar di antara golongan. Golongan Islam menghendaki negara berdasarkan syariat Islam, sedangkan golongan nasionalis tidak menghendaki dasar negara dengan syariat agama tertentu.

Panitia Sembilan

Hingga akhir sidang pertama BPUPKI, belum diperoleh kesepakatan utuh tentang rumusan dasar negara. Oleh karena itu, akhirnya dibentuk Panitia Sembilan untuk menerima dan menengahi berbagai masukan. Panitia Sembilan diketuai oleh Ir. Soekarno dengan Moh. Hatta sebagai wakilnya, dan anggota yang terdiri atas golongan Islam dan golongan nasionalis, antara lain: Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Muhammad Yamin, KH. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzaki, Abikoesno Tjokrosoejoso, H. Agus Salim dan Mr. A.A. Maramis.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan dan berhasil menghasilkan rumusan dasar negara yang tertuang dalam hukum dasar atau yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter):

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sidang Kedua BPUPKI (10-17 Juli 1945)

Sidang kedua BPUPKI membahas tentang bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan Ir. Soekarno sebagai ketua, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan Abikoesno Tjokrosoejoso sebagai ketua, dan Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan Mohammad Hatta sebagai ketua. Melalui hasil pemungutan suara, ditentukan wilayah Indonesia merdeka meliputi wilayah Hindia Belanda, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD membentuk panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu: Prof. Dr. Mr. Soepomo, Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan Dr. Soekiman untuk membuat laporan rancangan UUD. Selanjutnya pada 13 Juli 1945, Panitia Perancang UUD melakukan sidang pembahasan hasil kerja panitia kecil beranggota 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang BPUPKI menerima hasil laporan Panitia Perancang UUD yang disampaikan oleh Ir. Soekarno selaku ketua. Laporan tersebut berisi rancangan UUD, yaitu:

  1. Pernyataan mengenai kemerdekaan Indonesia
  2. Pembukaan Undang-Undang Dasar atau preambule
  3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar atau isi

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya Panitian Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam Bahasa Jepangnya disebut Dokuritsu Junbi Inkai dengan Sukarno sebagai ketuanya.

Tugas PPKI ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan serta batang tubuh UUD 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.

Anggota PPKI sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah jajahan Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. PPKI ini diketuai oleh Sukarno, dan sebagai wakilnya adalah Muhammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerdjo. Kemudian, anggota PPKI ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wirantakoesoema, Ki Hajar Dewantara,Mr. Kasman Singodimedjo, Mohammad Ibnu Sayuti Melik, Iwa koesoemasoemantri,dan Mr. Raden Achmad Soebardjo.

Secara simbolik PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Sukarno, Muhammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Radjiman Wedyoningrat ke Saigon, adalah kotaterbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.

Pada saat PPKI terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang PPKI. Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa PPKI ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak PPKI adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara yang baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari PPKI. Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada PPKI. Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah PPKI harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Akhirnya Pada tanggal 17 Agustus 1945 rakyat Indonesia dengan proklamasi menyatakan dirinya bangsa yang merdeka. Proklamasi kemerdekaan Indonesia itu dilakukan oleh Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dilakukan dengan tekad dan keyakinan, dilandasi dan dijiwai oleh suatu cita-cita luhur, sebagaimana dirumuskan di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Sehari sesudah Proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam sidangnya yang pertama menetapkan tiga buah keputusan yang sangat penting bagi kehidupan negara, yaitu:

  1. Mengesahkan dan menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Undang-undang Dasar 1945.
  2. Memilih Sukarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
  3. Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh oleh Komite Nasional.

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia secara bersama-sama disebut sebagai lembaga kepresidenan Indonesia, memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan.

Barulah sehari kemudian 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan UUD 1945 dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa.

Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan bersejarah dimulai. Dapat dikatakan lembaga negara adalah lembaga kepresidenan (lembaga negara adalah lembaga pemerintahan dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara dari negara dan untuk negara yang bertujuan untuk membangun negara itu sendiri). Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilalui lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi.