Indonesia dalam pendudukan Jepang 1942-1945

tentara PETA

Bogor (20/5) Pada 8 Desember 1941 Jepang mulai mewujudkan keinginannya untuk mendirikan Persemakmuran Asia Timur Raya dengan menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, Kepulauan Hawaii. Serangan tersebut menjadi momentum awal takluknya wilayah Asia Pasifik ke tangan Jepang.

Armada Jepang merapat di pantai utara Jawa Barat dengan tujuan menguasai kota Bandung sebagai salah satu basis militer Belanda di Indonesia. Pada 8-9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh, Panglima Perang Jenderal Ter Poorten dan Panglima Perang Jepang Jenderal Imamura bertemu di Kalijati Subang untuk menandatangani kapitulasi Belanda kepada Jepang.

Penandatangan Kapitulasi tersebut menandai perubahan pemerintahan jajahan dari Belanda ke Jepang. Pemerintah Jepang memanfaatkan data-data intelijen untuk merancang propaganda yang dapat menarik simpati rakyat Indonesia. Kultur lokal yang mengaitkan seluruh peristiwa sebagai akibat hal-hal yang berbau metafisis dipahami benar oleh Jepang, misalnya mengenai ramalan Joyoboyo tentang datangnya bangsa berkulit kuning yang akan mengusir bangsa kulit putih. Propaganda Jepang menarik perhatian masyarakat Indonesia, sehingga kedatangannya disambut gembira oleh rakyat.

Propaganda yang disampaikan yaitu menyatakan bahwa Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang memiliki keinginan untuk membuat kawasan persemakmuran di wilayah Asia Pasifik, untuk itu dilahirkan Gerakan 3A, yaitu:

  1. Jepang Cahaya Asia
  2. Jepang Pelindung Asia
  3. Jepang Pemimpin Asia

Jepang juga menarik pemuda Indonesia dengan melibatkan menjadi pasukan pembela tanah air (PETA). Pada 3 Oktober 1943 berdasar Osamu Seirei Nomor 44 Tahun 1943, pemerintahan Jepang membentuk PETA yang terdiri dari orang-orang Indonesia. PETA dibentuk untuk menghadapi Sekutu di medan tempur selama Perang Dunia II berlangsung.

Pada 1 Maret 1944 Jepang membentuk Jawa Hokokai dengan pemimpin tertinggi Gunseikan dan penasihat utama Soekarno . Jawa Hokokai bertujuan menghimpun tenaga lahir dan batin rakyat Indonesia dengan dasar semangat kebaktian, karena itu Jawa Hokokai menjadi organisasi induk gabungan dari kumpulan profesi seperti Himpunan Kebaktian Dokter, Himpunan Kebaktian Pendidik, Organisasi wanita dan Pusat budaya.

Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang membutuhkan tenaga kerja untuk membangun sarana pertahanan, seperti lapangan udara, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Pekerjanya diambil dari desa-desa di Pulau Jawa yang padat melalui sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha mulai dilaksanakan sejak 1942-1945, untuk bekerja di wilayah Indonesia serta Asia Tenggara seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Serawak.

Romusha awalnya dilakukan secara sukarela dengan tempat kerja tidak jauh dari tempat tinggalnya, karena terdesak dalam perang Pasifik pengerahan tenaga kerja mulai disertai dengan paksaan. Setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang anak lelakinya untuk berangkat menjadi romusha. Romusha diperlakukan kasar dengan pekerjaan sangat berat, sementara kebutuhan makanan tidak cukup.  Hal ini menjadikan banyak diantara romusha meninggal di tempat kerja karena sakit, kekurangan makan, kecapaian atau kecelakaan.

Akhir 1944 Jepang mulai terdesak dalam Perang Asia Timur Raya, bayang-bayang kekalahan Jepang mulai nampak karena seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur oleh serangan sekutu. Pada 1 Maret 1945 dalam situasi kritis, Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan anggota sebanyak 60 orang.

Pembentukan BPUPKI bertujuan menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus BPUPKI diumumkan pada 29 April 1945, dengan ketua Dokter K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Jabatan ketua muda pertama dijabat oleh Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. Kepala Sekretariat dijabat oleh R.P. Suroso dibantu Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.

Pada 7 Agustus 1945 pemerintah pendudukan Jepang membubarkan BPUPKI, diganti dengan Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI). Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa anggota PPKI dipilih oleh Marsekal Terauci yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Anggota PPKI berjumlah 21 orang, terdiri dari 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, 1 wakil dari Kalimantan, 1 wakil dari Sunda Kecil, 1 wakil dari Maluku dan 1 wakil dari golongan penduduk Cina. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Mohammad Hatta sebagai wakil ketua, dan Mr. Ahmad Subardjo sebagai penasehat.

Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Mohammad Hatta dan Dokter Radjiman Wediodiningrat berangkat menuju Dalat (Vietnam), memenuhi panggilan Marsekal Terauci. Pada 12 Agustus 1945  Marsekal Terauci menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah PPKI menyelesaikan persiapannya. Wilayah Indonesia nantinya meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.

Pada 6 dan 9 Agustus 1945 pukul 8.15 waktu Jepang, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki dari ketinggian hampir 10 ribu meter. Bom atom Little Boy dengan panjang 3 meter, lebar 71 cm dan berat 4000 Kg dibawa oleh pesawat B-29 Enola Gay. Ratusan ribu orang meninggal seketika, sisanya terluka seumur hidup, dan hanya sedikit yang sanggup untuk bertahan.

Pengeboman tersebut melumpuhkan kondisi politik dan ekonomi Jepang, karena itu pada  14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Pada 15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito menyampaikan pidato di Radio NHK yang dikenal sebagai Siaran Suara Kaisar. Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah. Upacara kapitulasi akan dilaksanakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat USS Missouri.