Foto Presiden Sukarno bersama Perdana Menteri Republik Rakyat Cina (RRC) Zhou En Lay.

Zhou En Lai dengan Sukarno

Bogor (10/5) Pada acara Konferensi Asia Afrika, tahun 1955 Presiden Sukarno banyak mendapat kunjungan kenegaraan dari negara di Asia dan Afrika. Salah satunya dari Republik Rakyat Tiongkok. Perdana Menteri Republik Rakyat Cina (RRC) Zhou En Lay beserta rombongan datang ke Jakarta untuk menghadiri KAA di Bandung.

Pada tanggal 11 April 1955 malam, sebuah pesawat milik India,”Kashmir Princess” yang membawa delegasi Tiongkok dari Hongkong menuju Indonesia untuk menghadiri Konferensi Asia Afrika di Bandung, meledak dan jatuh di Selat Karimata dekat Kepulauan Natuna dan menewaskan seluruh rombongan delegasi yang dipimpin Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Tiongkok, Zhou En Lai. Keesokannya, Pemerintah Tiongkok mengumumkan pesawat terbang itu disabotase oleh agen rahasia Kuomintang, Taiwan. Namun Perdana Mentri Tiongkok tersebut selamat karena pas mengisi bahan bakar di Hongkong, ia membatalkan naik pesawat tersebut karena ada laporan intelijen Tiongkok bahwa ada rencana teror.

Keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah KAA Bandung tidak lepas dari jasa PM Zhou Enlai yang sanggup menengahi perbedaan ideologi dari 29 negara yang berkumpul dalam konferensi tersebut. Ketika PM Irak, Mohammad F. Gamal dengan lantang mengatakan, selain kolonialisme dan zionisme, komunisme adalah salah satu dari tiga kekuatan yang mengancam dunia, kegaduhan langsung terjadi. Film itu memperlihatkan adegan seorang wartawan AS yang langsung memotret mimik wajah PM Zhou En Lai. Semua orang penasaran, bagaimana reaksi PM Zhou terhadap pidato PM Gamal.

Di tengah kegaduhan itu, PM Zhou En Lai yang selama itu terus berdiam diri, menulis catatan kecil mohon ijin bicara dari Ketua Konferensi Ali Sastroadmijojo. Sebagai diplomat yang ulung, PM Zhou mampu meredakan konflik. Sepenggal pidatonya yang terus diingat sepanjang masa dalam KAA itu adalah, ” Delegasi Tiongkok datang ke sini untuk mencari kesamaan, bukan untuk bertikai. Kami tidak datang untuk mempromosikan komunis, melainkan mencari persatuan dan kesatuan antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika, “.