You are currently viewing Kuratorial “Illuminate” Sidik Martowidjojo #2

Kuratorial “Illuminate” Sidik Martowidjojo #2

  • Post author:
  • Post category:Kesenian

Pameran bertajuk “Illuminate” di Museum Nasional, Jakarta, 2017  mencoba menggali  persoalan yang disorongkan Liu Xilin itu-seni sebagai gejala universal. Pintu bagi upaya ini adalah penilaian  Liu xilin yang tidak diungkapkan secara eksplisit, yaitu lukisan-lukisan Sidik yang bertumpu pada bingkai seni lukis china pada perkembangannya memperlihatkan gejala multikultur.

Pertimbangan kuratorial itu sejalan dengan kegelisahan Sidik Martowidjojo yang tahun ini genap berusia 80 tahun. Kendati mendapat pengakuan di Tiongkok karena dinilai telah mengembangkan seni lukis China, Sidik merasa lukisan-lukisannya belum sepenuhnya terjelaskan.  Ia menyadari melukis berdasarkan kaidah-kaidah  seni lukis China tidak membuat ia tercerabut dari kehidupan ditanah air. Ketika memutuskan bekerja sepenuhnya sebagai pelukis pada tahun 1993, pergaulan seni rupa indonesia mempengaruhi perkembangan yag secara bertahap  berubah.

Selain itu sejak mula melukis Sisik merasa ungkapannya lahir juga dari rasa yang filsafat jawa  punya kaitan denga filsafat seni. Sidik sudah tidak ingat kapan kesadaran ini muncul pada proses melukisnya karena berbagai paham dalam filsafat dan kebudayaan jawa didapatnya dari kehidupan sehari-hari dan bukan suatu ketika mempelajari kebudayaan jawa. Meskipunmenguasai bahasa Tiongkok Sidik menggunakan bahasa jawa dalam komunikasi sehari-hari.

Rasa, hal mendasar dalam filsafat dunia batin pujangga Ronggowarsito (1802-1872) menjadi kata kunci pada filsafat dan kebudayaan Jawa. Sampai sekarang masih berkembang wacana dikalangan masyarakat Jawa yang menyiasati rasa untuk mensiasatinya dalam kehidupan sehari-hari. Antropolog Australia Paul Stange yang meneliti kebudayaan Jawa mengemukakan rasa bisa disamakan dengan intuisi yang pada pemikiran di dunia barat diyakini membawa seseorang ke kesadaran dan pemahaman final yang kemudian diyakini penuh. Namun rasa memperlihatkan gejola beyon intuition. Pada pemahaman di dunia baratintuisi dikenal sebagai pemikiran yang melibatkan kepekaan dan perasaan. Ada  kesadaran keterlibatan perasaan membuat intuisi tidak bisa  menghindari subjektifitas.Namun pada pemahaman intuisi di dunia barat subjektifitas ini tidak dipersoalkan lagi. Rasa sebagai intuisi menurut Paul Stange, masih memeriksa subjektivitas ini apakah membawa kepentingan.

Lukisan-lukisan Sidik yang bertumpu pada rasa membuat Liu Xilin  teringat pada ajaran Tao yang percaya pada kekuatan hati ketika memnghadapi kebingungan yang melumpuhkan pemikiran. Kritikus Tiongkok ini teringat juga pada ajaran budhisme, yang mempersoalkan hilangnya batas “ada” dan “tidak ada”  pada kesadaran (world of sense). Jim Supangkat/Kurator