You are currently viewing Nama Indonesia dari Belanda ke Sumpah Pemuda Bagian 2

Nama Indonesia dari Belanda ke Sumpah Pemuda Bagian 2

Pengaruh Perhimpunan Indonesia terhadap cita-cita Persatuan diterima sebagian besar organisasi Pemuda di tanah air. Nama Indonesia ditanah air telah berkembang menjadi sebuah nama identitas atas sebuah bangsa yang sedang dijajah oleh bangsa Belanda. Perhimpunan Indonesia berhasil menguatkan semangat kebangsaan dalam satu simbol nama Indonesia. Semangatnya yang non kooperatif terhadap pemerintah Belanda dan cita cita kemandirian dan kemerdekaan dalam satu nama Indonesia telah memicu semangat baru dikalangan para pemuda ditanah air. Dalam rangka menggelorakan semangat
persatuan di kalangan pemuda dilakukan usaha-usaha untuk mempersatukan para pemuda yang masih terbagi-bagi pada ide kesukuan. Semangat itu kemudian terwujub atas prakarsa Moh Tabrani yang menggagas Konferensi Organisasi Pemuda Nasional yang pertama, pada tanggal 15 Nopember 1925. Dorongan yang menggagas Kongres Pemuda I adalah semangat persatuan yang dipropagandakan PI sejak tanggal 1925, dan Belum adanya persatuan diantara bangsa Indonesia, satu suku dengan lain suku saling curiga dan saling menjauh.

Dalam pertemuan di Gedung Lux Orientis, Jakarta, tersebut hadir wakil Jong Java, Jong
Sumateranen Bond, Pelajar Minahasa (Minahassasche Studerenden), Sekar Roekoen, dan peminat perorangan. Tujuan pertemuan adalah untuk membentuk sebuah panitia yang mempunyai tugas menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Yang bertujuan menggugah semangat kerja sama diantara bermacam-macam organisasi pemuda di Indonesia, supaya dapat mewujudkan dasar pokok untuk lahirnya persatuan Indonesia, di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia. Dalam pertemuan itu diputuskan Tabrani menjadi ketua panitia kongres pemuda ke I .

Tabrani kemudian menghadiri Kongres VIII Jong Java, 28 Desember 1925 – 2 Januari 1926. Dalam Kongres tersebut Tabrani mengemukakan pendapat perlunya persatuan bagi segenap rakyat yang ada di Hindia Belanda. Persatuan itu bukannya suatu hal tidak mungkin tercapai jika perasaan kesadaran akan keberadaan dirinya dalam lingkup terjajah telah muncul sebagaimana ia katakan : “Rakyat Hindia Belanda merasa bahwa bangsa Jawa, Sumatera, Ambon, Manado, Sunda, dan sebagainya sebetulnya terperintah oleh pemerintahan yang satu, yang kelak oleh kita sendiri akan digantinya. Pemimpin Jawa
diwajibkan memperbaiki keadaan di Jawa, pemimpin Sumatera diwajibkan meningkatkan derajat tanah Sumatera, begitu juga pemimpin – pemimpin lainnya harus senantiasa cari akal supaya familinya, kampungnya, dan pulaunya masing-masing harus dijaga jangan sampai menimbulkan perselisihan diantara anak-anak Hindia yang ada dan kebencian yang terkandung di dalam penghidupan sehari-hari tidak boleh sama sekali dibawa ke medan pergerakan”.

Diwajibkan kita ini senatiasa mencari haluan seluas-luasnya supaya dalam pergerakan rakyat Hindia ada persatuan yang berazas kemerdekaan masing-masing. Jika ada perselisihan hilangkanlah perselisihan itu supaya bisa datang persatuan antar segala bumi putera Hindia di medan politik. Dalam laporan R. A. Kern, pejabat Penasehat Urusan Bumi Putra, kepada Gubernur Jenderal de Fock tanggal 26 Januari 1926 dinyatakan bahwa Tabrani berkeyakinan, bahwa untuk membentuk Jawa Raya tidak mungkin itu bisa terlaksana apabila Indonesia Raya belum dibicarakan dahulu. Indonesia Raya itu adalah
tujuan untuk mengajak rakyat membangun Indonesia Raya di kemudian hari. Gagasan yang dikemukakan Tabrani, wakil Jong Java cabang Betawi, merupakan suatu hal yang mendapat perhatian penuh, terutama wakil dari Surabaya dan Blitar. Soebijanto, pimpinan Jong Java cabang Blitar dan murid sekolah Pamong Praja (Osvia), menganggap bahwa usulan demikian berguna bagi timbulnya kesatuan hidup berbangsa.