You are currently viewing AK. Gani Aktif Dalam  Organisasi Pemuda Jong Sumatranen Bond

AK. Gani Aktif Dalam Organisasi Pemuda Jong Sumatranen Bond

  • Post author:
  • Post category:Sejarah

Sebagian besar pelajar Sumatera di Jawa berasal dari Minangkabau. Mereka belajar ke Jawa karena hanya di Jawalah terdapat sekolah-sekolah tinggi. Untuk orang Minangkabau pergi ke Jawa itu berarti mengikuti tradisi lama yang dinamakan merantau, meninggalkan daerah sendiri untuk mencari pengetahuan dan pulang setelah lebih matang, baik secara pengetahuan, pengalaman, dan sosial ekonomi.

Seperti pelajar Jawa, pelajar Sumatera mempunyai minat yang besar terhadap perkembangan yang terjadi di sekitar mereka. Mengikuti rekan-rekan dari Jawa, pemuda Sumatera memutuskan untuk mendirikan sebuah perkumpulan pelajar. Mengingat pemuda Sumatera ingin mempersatukan seluruh pelajar yang berasal dari Sumatera, maka yang didirikan adalah Jong Sumatranen Bond (JSB atau Perkumpulan Pemuda Sumatera) walaupun jumlah pelajar dari Minangkabau sebenarnya lebih banyak.

Pendorong semangat pelajar Sumatera mendirikan Jong Sumatranen Bond  adalah ceramah seorang teosof, Ir. L. J. Polderman, seorang pegawai Dinas Pengairan, yang berjudul Nationaal Beurustijn (Kesadaran Nasional) di depan pelajar STOVIA pada September 1917. Polderman menyarankan didirikannya Algemeene Nederlandsch–Indische Bond van Studeerenden (Perserikatan Umum Pelajar Hindia Belanda). Gagasan Polderman selanjutnya dibicarakan secara intensif di STOVIA hingga pada 9 Desember 1917 dibentuk Jong Sumatranen Bond. Pendirinya adalah Tengku Mansur, Anas, Mohamad Amir, Munir Nasution, Kamun. Sebagai ketua pertama dipilih Tengku Mansur seorang pangeran dari Asahan, Sumatera Timur.

Tujuan didirikan Jong Sumatranen Bond adalah untuk mempererat ikatan antara pemuda-pemuda pelajar Sumatera. Dalam organisasi itu para pemuda pelajar dibangkitkan kesadarannya untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya, serta ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan Sumatera.

Untuk mencapai tujuan tersebut ditempuhlah usaha-usaha menghilangkan prasangka ras di kalangan orang Sumatera. Mereka, memperkuat perasaan saling membantu, bersama-sama mengangkat derajat rakyat Sumatera dengan melakukan propaganda, dan ceramah.

Setelah pendirian Jong Sumatranen Bond di Batavia, di Sumatera diusahakan pendirian cabang Jong Sumatranen Bond di Padang dan Fort de Kock (sekarang Bukittinggi). Untuk itu diutuslah Nazir Dt. Pamoentjak, lulusan Hogere Burger School (HBS) Batavia. Sedianya ia akan melanjutkan studi ke Universitas Leiden, Belanda. Berhubung jalur pelayaran ke Eropa terganggu akibat Perang Dunia Pertama (1914–1918), Nazir Dt. Pamoentjak menunda keberangkatannya.

Dengan bantuan Taher Marah Sutan diselengarakanlah pertemuan di Gedung Syarikat Usaha di Padang. Rapat pada Januari 1918 itu dihadiri juga beberapa puluh murid Hofden School Fort de Kock yang sedang bertanding sepak bola di Padang.

Pada kesempatan itu, Nazir Dt. Pamoentjak berpidato yang menyatakan bahwa pemuda-pemuda Sumatera sudah terlambat dibanding saudara-saudaranya di daerah lain dalam mendirikan perkumpulan. Oleh karena itu, pemuda Sumatera harus segera bergerak dan mendirikan perkumpulan. Nazir dengan gayanya menunjuk ke arah timur, “Lihatlah ke sana ke pinggir langit, matahari kemegahan bangsa telah terbit.” Semua tanpa sadar menoleh ke timur dan di sana tidak ada apa-apa karena hari sudah malam. Itu menandakan betapa pintarnya Nazir berpidato dan membangkitkan semangat orang.

Pidato Nazir yang berlangsung selama satu jam itu berisi kata-kata yang sangat menggugah dan menyentuh lubuk hati banyak pemuda. Walau secara resmi Jong Sumatranen Bond tidak berorientasi politik, tetapi banyak di antara kaum terpelajar yang menjadi anggotanya kerap kali membicarakan masalah-masalah politik yang hangat pada masa itu, baik yang terjadi di Hindia Belanda maupun yang terjadi di belahan dunia lainnya. Persoalan-persoalan politik yang berkaitan dengan Perang Dunia Pertama (1914-1919), pembentukan Volkenbond (Liga Bangsa-Bangsa) sehabis Perang Dunia Pertama, gagasan-gagasan yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson,  tentang hak bangsa-bangsa terjajah untuk menentukan nasibnya sendiri merupakan pokok-pokok perbincangan dalam pertemuan para intelektual muda tersebut.

Jong Sumatranen Bond mengalami perkembangan yang pesat, memasuki tahun 1920-an sudah mempunyai banyak cabang di kota-kota Jawa dan Sumatera. JSB mempunyai cabang di Batavia (Jakarta), Buitenzorg (Bogor), Serang, Sukabumi, Bandung, Purworejo, Padang, dan Bukittinggi. Pada tahun 1920-an banyak para pelajar muda dari Sumatera Barat yang bergabung dalam organisasi tersebut karena kampanye yang gencar dari para senior mereka. Salah satu pelajar muda tersebut adalah Adenan Kapau Gani.

Adenan Kapau Gani mulai bergabung dengan J.S.B. ketika usianya menginjak 18 tahun. Saat itu ia baru memulai pendidikannya di STOVIA. Setelah empat tahun menjadi anggota biasa dari organisasi tersebut, pada tahun  1927, Adenan Kapau Gani  terpilih sebagai sekretaris Dewan Eksekutif Pusat Jong Sumatranen Bond (Pemuda Sumatra) di Jakarta. Dewan eksekutif ini diketuai oleh Mohammad Yamin.

Dengan jiwa rasa nasionalis yang tinggi, pada tahun 1927 setelah menyelesaikan tugas sebagai sekretaris di Jong Sumatranen Bond, Adenan Kapau Gani mulai melirik organisasi Pemuda Indonesia. Pada periode 1927-1929, ia terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif Pemuda Indonesia.

 

Sumber : Sosok Pejuang Bangsa Adenan Kapau Gani, Cetakan Pertama Museum Sumpah Pemuda 2009