Renaissance Kedokteran Indonesia oleh Lulusan STOVIA

0
1645

Pada awal abad 20 dokter-dokter lulusan STOVIA menjadi pionir dalam bidang penelitian kedokteran di Indonesia. Mereka berprestasi di bidang kedokterannya masing masing. Awal abad 20 selain dikenal sebagai masa kebangkitan nasional juga menjadi masa yang penting bagi pendidikan kedokteran di Indonesia. Dokter-dokter lulusan STOVIA di masa ini banyak yang melanjutkan pendidikan kedokterannya hingga ke luar negeri dan kemudian melakukan penelitian sendiri.

Salah satu contohnya adalah dr. Jacob Bernadus Sitanala. Lulusan STOVIA tahun 1912 ini melanjutkan pendidikan kedokterannya ke Belanda hingga mendapat gelar doktor dalam ilmu penyakit kusta. Setelah kembali ke Indonesia dan bertugas sebagai ahli penyakit kusta, dr. Sitanala diangkat sebagai Kepala Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia. dr. Sitanala adalah ahli penyakit kusta yang pertama di Indonesia. Sebagai perintis pemberantasan penyakit kusta, ia dikenal pula di dunia internasional karena karya-karya ilmiah hasil penelitiannya dan metode baru pengobatan penyakit kusta yang ia kembangkan. dr. Sitanala juga merupakan salah satu dari panitia lima pendiri Palang Merah Indonesia (PMI).

Adapula dr. Achmad Mochtar. Mochtar melanjutkan pendidikan kedokterannya ke Universitas Amsterdam hingga meraih gelar doktor. Dalam disertasinya yang ditulis pada tahun 1927 ia menulis tentang penyakit leptospirosis (beri-beri). dr. Mochtar kembali ke Indonesia dan melanjutkan penelitiannya mengenai penyakit leptospirosis. Ia pun menjadi ahli penyakit beri-beri pertama di Indonesia. Ia kemudian bergabung dengan Lembaga Eijkman, sebuah lembaga penelitian biologi milik Belanda pada tahun 1937. dr. Mochtar kemudian ditunjuk sebagai direktur lembaga tersebut dan menjadi orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai direktur Lembaga Eijkman. 

Selain dokter laki-laki adapula dokter perempuan yaitu dr. Marie Thomas, yang merupakan dokter wanita pertama di Indonesia yang sekaligus juga menjadi ahli ginekologi dan kebidanan pertama di Indonesia. Ia merupakan murid perempuan pertama yang masuk STOVIA dan satu satunya di antara 180 murid laki-laki. Setelah lulus dari STOVIA di tahun 1922, Marie kemudian bekerja di Centraal Burger Ziekenhuis di Weltevreden. Selama menjadi dokter, Marie banyak melakukan penelitian di bidang ginekologi dan kebidanan. Ia juga kerap membantu wanita yang mengalamai kesulitan dalam persalinan. Marie Thomas kemudian dikenal sebagai dokter spesialis Indonesia pertama dalam bidang ginekologi dan kebidanan.

dr. Marie Thomas

Meski pada awalnya murid STOVIA diiming-imingi beasiswa untuk sekolah dan dipandang rendah oleh kaum bangsawan Jawa, murid-murid lulusan sekolah ini banyak yang sukses dan berhasil menjadi seorang dokter. Hal ini dibuktikan dengan prestasi di bidangnya masing-masing yang kemudian menjadi pionir penelitian kedokteran selanjutnya di Indonesia. STOVIA berhasil mencetak banyak dokter dan cendekiawan cemerlang. Di sekolah inilah semangat kebangkitan nasional pun terbentuk.