You are currently viewing Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi
Bung Karno dan Basoeki Abdullah dalam suatu pameran.

Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Ada sebuah peribahasa Indonesia yang mengatakan, “Setinggi-tinggi terbang bangau, hinggapnya ke pelimbahan juga”. Artinya betapapun seorang pergi meninggalkan kampong halaman untuk merantau nun jauh di seberang, mengelilingi berbagai benua dan mengarungi aneka samudra. Pada satu saat, ia pasti kembali ke tanah airnya.

Sebagai contoh misalnya, Basoeki Abdullah sudah sekian lama merantau dan tinggal di Eropa, menetap di Muangthai sekitar 13 tahun. Akhirnya ia pulang kembali ke Indonesia. Betapapun cantiknya negeri orang, masih lebih cantik Tanah Air sendiri.

Siapakah yang menghimbau Basoeki Abdullah untuk pulang ke tanah air? Ada yang bilang, atas saran mendiang Adam Malik. Entah mana yang benar. Tapi menurut Nataya.

“Bapak (maksudnya Basoeki Abdullah) sendiri memang kepingin kembali ke Indonesia. Sebab kalau terlalu lama tinggal di Istana (maksudnya istana Raja di Muangthai), orang bisa lupa sama saya”, ujar Nataya Nareerat menirukan kata suaminya.

Walhasil dalam tahun 1974, Basoeki Abdullah pulang kembali ke Indonesia. Akan tetapi sebelumnya ia mengadakan Pameran Lukisan dengan tema “Beautiful Thailand and Indonesia”, tahun 1973 bertempat di Dusit Thani Hotel dan diresmikan oleh Raja Bhumibol Aduljadej dan Ratu Sirikit.

Sesudah itu dalam tahun 1974 itu pula Basoeki Abdullah pulang ke Indonesia. Setibanya di Jakarta, ia selama 3 bulan ditampung oleh Gubernur DKI Ali Sadikin, dan ditempatkan di Jl. Taman Suropati 1, Jakarta tempat kediaman resmi gubernur DKI.

Akan tetapi Ali Sadikin merasa heran mengapa tanggapan dari seniman dan pelukis di Jakarta waktu itu terasa dingin. Sampai Gubernur memperkenalkan Basoeki Abdullah kepada para seniman di Taman Ismail Marzuki. Sambutannya sungguh di luar dugaan, tampak adem. Sehingga Ali Sadikin berpikir apa sebabnya. Kemudian ia bertanya di mana Basoeki Abdullah semasa revolusi?

Ternyata dia berada di Negeri Belanda. Pantas kalau begitu para seniman sambutannya dingin. Barangkali mereka berpendapat, bahwa Basoeki tidak ikut revolusi. Bukan karena mereka iri.

Mengenai hal ini memang pernah menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Terlepas dari pada itu semua, ada baiknya kita secara jujur meneliti hal ini. Pertama kali kita sebaiknya memaklumi, bahwa seorang seniman dan pelukis caliber Basoeki Abdullah yang suka glamour, senang hidup dalam kecukupan, mapan, suka jalan-jalan dan makan ala Barat dari satu restaurant ke lain restaurant, maklum dia biasa hidup di Eropa. Ditambah lagi ia mempunyai isteri orang Belanda. Faktor-faktor ini mungkin mendorongnya memilih lebih baik tinggal di Negeri Belanda. Daripada tinggal di Indonesia, keadaan tidak menentu. Dikhawatirkan ia tidak bisa berkarya dengan bebas.

Meskipun demikian tidak berarti bahwa Basoeki Abdullah tidak memiliki rasa nasionalisme dan patriotism. Dengan cara serta gayanya sendiri sebagai seorang seniman, dia bisa berbuat sesuatu untuk mengangkat nama Bangsa Indonesia melaluli profesinya. Hal ini dibuktikan melalui karya-karyanya sepanjang hayatnya. Sebagai Duta Seni, Basoeki Abdullah lebih bebas melalui kanvasnya untuk mengangkat nama Indonesia di mata dunia international. Dia berjuang bukan dengan senapan, tidak pula dengan penanya. Bukan di gedung DPR, MPR ataupun PBB ia berjuang. Bukan di Gunung dan lembah ataupun desa tempat ia bergerilya.

Akan tetapi di tempat-tempat Pameran di Eropa maupun di Asia, serta di sudut dunia manapun adalah merupakan lahan dan tempatnya ia menggelar kemampuannya sebagai putera Indonesia, dengan kanvas di tangan sebagai senjata yang ampuh, Basoeki Abdullah melukis dan berkarya untuk kepentingan Bangsa, guna menggalang persahabatan di antara Bangsa-Bangsa. Ia berjuang untuk mengangkat nama Bangsanya, kemanusiaan dan demi perdamaian Dunia.

“Saya memang sengaja tidak hanya bekerja di Indonesia saja, karena saya ingin selalu lebih berkembang untuk itu pengalaman seni sekaligus pengalaman hidup.” Demikian pernah dikatakan Basoeki Abdullah kepada Sidhawaty.

Sesungguhnya wawasannya yang dimilikinya dan sasaran yang hendak dicapai oleh Basoeki Abdullah jauh lebih luas dan lebih tinggi kadar serta bobotnya. Sekalipun ia berada di perantauan, hidup di negeri orang. Tapi tidak berarti dia tidak cinta Tanah Air dan bukan bukan berarti ia tidak memiliki rasa kebangsaan. Dari hasil karya-karyanya saja membuktikan, bahwa ia adalah seorang nasionalis yang humanis dan berwawasan yang luas. Ia sadar, bahwa bagaimana pun sesungguhnya “Mankind is One”.

Tanpa menyadari hal ini, maka sulit kita dapat mengerti dan memahami jalan pikiran Seniman besar itu.