Lokalatih Swabela Masyarakat Adat Aceh

0
439

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi menyelenggarakan kegiatan dengan tajuk Lokalatih Swabela Masyarakat Adat di Aceh. Kegiatan ini mengambil tema, Penetapan, Hutan Adat, Pemajuan Kebudayaan, dan Pemetaan Partisipatif.

Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari 21 Mukim yang ada di Aceh yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota. Mukim-mukim tersebut merupakan Mukim dampingan Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA) Aceh yang sedang mengusulkan atau mempunyai potensi untuk ditetapkan sebagai Hutan Adat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, peserta juga terdiri dari Dinas yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan gampong juga dinas yang membidangi kebudayaan. Kemudian juga ada unsur penggiat budaya dari Ditjen Kebudayaan, Kemendikbudristek.

Sambutan sekaligus pembukaan dilakukan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Almuniza Kamal, S.STP, M.Si. Kepala dinas menyebutkan Provinsi Aceh mempunyai potensi bahari dan gunung yang begitu indah, begitu juga dengan potensi sumber daya manusianya. Lebih lanjut kepala dinas menyebutkan masyarakat adat aceh mempunyai peranan dalam pelestarian kebudayaan.

Dalam laporan pelaksanaan, Christriyati Ariani, Kapokja Advokasi, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit. KMA) menyebutkan kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendorong proses penetapan masyarakat hukum adat dan penetapan hutan adat di Provinsi Aceh. Selain itu kegiatan ini juga mesosialisasikan program pemajuan kebudayaan pada masyarakat adat Aceh.

Sjamsul Hadi, SH, MM Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat dalam materinya menyebutkan pemerintah dalam hal ini Dit. KMA mempunyai program advokasi bagi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Di tingkat pusat sudah ada kelembagaan Tim Koordinasi Layanan Advokasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat yang dibentuk oleh Kemenko PMK yang terdiri atas lintas Kementerian/ Lembaga negara. Senada dengan itu, Piet Rusdi, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I juga menyampaikan program-program pemajuan yang dilakukan di wilayah Aceh baik terkait warisan budaya benda ataupun warisan budaya tak benda.

Kasubdit Fasilitasi Kewenangan dan Produk Hukum Desa, Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Kemendagri, Satria Gunawan, SE, MM menyampaikan bahwa dalam regulasi terkait masyarakat hukum adat sudah diatur dalam Permendagri No. 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum adat.

Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber dari Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, KLHK yang diwakili oleh Zakaria Yoseph Tien dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan wilayah Sumatera yang memaparkan materi tentang Hutan Adat. Pametari selanjutnya adalah Dr. Teuku Muttaqin Mansur, MH, akademisi dari Universitas Syiah Kuala yang memberikan materi terkait konsep Mukim dan Gampong di Aceh.

Pemateri dari Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Zulfikar Arma juga menyampaikan materi terkait upaya fasilitasi komunitas masyarakat adat dalam mendapatkan Hutan Adat. Rintho Tri Hasworo, praktisi advokasi masyarakat adat juga berbagi cerita terkait upaya advokasi masyarakat adat yang dilakukan di Indonesia.

Sesi terakhir adalah materi tentang Pemetaan Partisipatif yang diberikan oleh Diarman dari Seknas Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif. Materi ini bertujuan mengenalkan pentingnya dan aplikasi pemetaan partisipatif bagi peserta lokalatih.

Kegiatan kemudian ditutup oleh Christriyati Ariani yang menitipkan pesan kepada para pihak dalam upaya-upaya pelindungan dan pemajuan masyarakat adat.