Satu lagi pelukis bangsa ini telah berpulang pada Sabtu malam, 12 November 2016. Ia adalah Lugiono, seorang perupa yang kerap menampilkan gaya pewayangan selain bunga dan pemandangan alam dalam karya-karyanya.
Lahir pada 1953, Lugiono mengembangkan bakat seni rupanya dengan bersekolah di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) dan sekarang menjadi Sekolah Menengah Kejuruan. Tak berhenti sampai di situ, Lugi panggilan akrabnya melanjutkan studi di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta yang berubah nama menjadi STSRI–ASRI dan sekarang menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Saat masih kuliah, Lugi sempat hijrah ke Jakarta tepatnya ke Pasar Seni Ancol untuk membiayai studinya dan adik-adiknya. Aktivitasnya di Pasar Seni Ancol ini ternyata membuat Lugi tidak menamatkan kuliahnya. Meski begitu, kualitas karya Lugi tak bisa dianggap remeh. Terbukti, ia mendapat pengakuan dari para perupa lainnya. Ia juga didaulat menjadi Ketua Paguyuban Alumni STSRI–ASRI Jakarta.
Berbagai pameran bersama di Jakarta, Yogyakarta, Bandung telah dilakoninya. Salah satunya pameran pada tahun 2013 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta bertajuk Expandableg: Mateng Pu’un. Dalam pameran ini, karya Lugi bersanding dengan karya perupa kenamaan lainnya yaitu Abdussalam, Ipong Purnama Sidhi, Irawan Karseno, dan Klowor Waldiyono. Ia juga sempat menggelar dua pameran tunggal di USA pada 2007, Indonesian Painting Javanes Wuku dan Wayang Kontemporer. Lugiono bahkan mendapatkan penghargaan sebagai pemenang Asian Artist Fellowship The 14th, Anual freeman Foundation, Vermont Studio Center, Johnson, USA (2006).
Kini Lugiono telah tiada. Namun jejaknya akan selalu diingat dalam dunia seni rupa Indonesia. Selamat jalan Bapak Lugiono…
*dsy/GNI/bbs