Raden Saleh, Bumiputra Jawa Pertama yang Belajar Melukis di Eropa

0
146
Raden Saleh
Karya Friedrich Carl Albert Schreuel (1773 - 1853) berjudul "Portrait of Raden Syarif Bustaman Saleh", c. 1840, cat minyak pada kanvas, 106,7 × 85,3 cm. Koleksi Rijksmuseum Amsterdam.

Nama Raden Saleh sangat dikenal di kalangan seni rupa. Ketokohan dan karya-karyanya memiliki posisi penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia. Siapakah Raden Saleh?

Raden Saleh Sjarief Bustaman (1811-1880) adalah bumiputra Jawa pertama yang mendapatkan privilese untuk belajar melukis di Eropa atas beasiswa pemerintah Belanda. Sejumlah penulis dan peneliti menyebutnya sebagai ‘manusia modern’ Jawa pertama yang memiliki pola pikir ala Barat. Ia menghabiskan 25 tahun masa hidupnya di Eropa (Belanda, Jerman, Prancis, Italia, Inggris) dalam pergaulan di kalangan elit aristrokat dan intelektual. Selain pelukis, Raden Saleh juga dikenal sebagai kolektor dokumen etnografi dan arkeologi, arsitek, paleontolog, perancang pertamanan, pendiri berbagai taman marga satwa, serta perancang busana.

Raden Saleh dilahirkan sekitar tahun 1811 di Terboyo, Semarang dalam lingkungan keluarga Jawa ningrat keturunan Arab. Karena ayahnya meninggal pada usia muda, Raden Saleh dididik pamannya yang ketika itu menjabat sebagai Bupati Semarang, Raden Adipati Sura-adimanggala. Di rumah pamannya inilah minat Raden Saleh kepada kesenian tumbuh. Pada tahun 1819, Gubernur Jenderal van der Capellen mengajak Raden Saleh muda ke Bogor dan diantarkan kepada Professor Caspar Georg Carl Reinwardt untuk kemudian dititipkan pada pelukis Auguste Antoine Joseph Payen. Teknik melukisnya yang baik membuatnya kemudian tergabung bersama Payen dalam tugas penelitian Professor Reinwardt sepanjang 1819-1822.

Akibat meletusnya Perang Jawa pada tahun 1825 di mana pamannya ditangkap pemerintah kolonial Belanda, Saleh memutuskan tidak kembali ke Semarang namun tinggal di Cianjur setelah diterima pada dinas administrasi rendah pemerintah kolonial Belanda. Saleh, yang tumbuh mendambakan hidup di tengah peradaban Eropa, pada tahun 1829 berkesempatan mewujudkan mimpinya setelah menerima tawaran berangkat ke Belanda untuk bekerja pada Jean Baptiste de Linge, sekretaris keuangan pemerintahan kolonial Belanda. Setibanya di Antwerpen, Raja Belanda menyetujui beasiswa untuk Raden Saleh selama 2 tahun, yang kemudian beberapa kali diperpanjang. Di Den Haag, Raden Saleh belajar pada Cornelius Kruseman (1797-1857), pelukis potret dan lukisan sejarah, serta Andreas Schelfhout (1787-1870), pelukis pemandangan alam. Ia kemudian berpindah dari kota ke kota di Eropa seperti Duesseldorf, Frankfurt, Berlin, Dresden, Coburg dan berakhir di Paris di mana ia meraih pencapaian tertingginya ketika lukisannya Berburu Rusa di Jawa diikutsertakan pada Pameran Salon tahun 1847 dan dibeli oleh Raja Louis Phillippe. Raden Saleh kembali ke Jawa pada tahun 1851 dan sempat kembali berkunjung ke Eropa pada tahun 1870.

Raden Saleh dalam sepanjang karirnya mengerjakan karya lukisan potret, pemandangan alam, dan tema-tema Romantik seperti perburuan binatang, badai di lautan, dan bencana alam. Karya-karyanya juga menyangkut kehidupan manusia dan binatang yang bergulat dalam tragedi. Walaupun berada dalam bingkai Romantisisme, namun tema-tema karya lukisannya bervariasi, dramatis, dan mempunyai elan vital yang tinggi. Meskipun demikian, Raden Saleh belum sadar (sepenuhnya) berjuang menciptakan seni lukis Indonesia, tetapi dorongan hidup yang diungkapkan tema-temanya sangat inspiratif bagi seluruh lapisan masyarakat, lebih-lebih bagi kaum terpelajar pribumi yang sedang bangkit nasionalismenya.

Raden Saleh Kapal Karam Dilanda Badai
Karya Raden Saleh berjudul “Kapal Karam Dilanda Badai”, c. 1840, cat minyak pada kanvas, 74 x 98 cm.

Satu-satunya lukisan historis yang diciptakan sekaligus merupakan karya utama dari Raden Saleh adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro (1957). Karya lainnya yang sering disinggung dalam literatur adalah Banjir di Jawa (1862) yang terinspirasi dari Rakit Medusa (1818) karya Theodore Gericault. Karya-karya Raden Saleh dikoleksi oleh kolektor dan museum terpandang di Eropa hingga Amerika seperti Museum Louvre di Perancis, Rijksmuseum di Belanda, dan Smithsonian American Art Museum di Amerika Serikat. Galeri Nasional Indonesia juga memiliki koleksi beberapa karya Raden Saleh, salah satunya adalah Kapal Karam Dilanda Badai (c. 1840).

Lihat deskripsi karya Kapal Karam Dilanda Badai

Semasa hidupnya Raden Saleh memiliki beberapa murid, di antaranya adalah Raden Salikin (putra dari saudara sepupu lelakinya), Raden Koesomadibrata dan Raden Mangkoe Mihardjo (keduanya adalah anak muda Sunda keturunan bangsawan). Karya lukisan cat minyak Raden Koesoemadibrata dikoleksi oleh Tropenmuseum Amsterdam berupa potret Raden Wangsajuda, patih dari Bandung dan potret Raden Adipati Aria Kusumadiningrat, Bupati Galuh. Sedangkan 21 lembar karya litografi Raden Mangkoe Mihardjo pernah dipamerkan pada Internationale Koloniale en Uitvoerhandel Tentoonstelling tahun 1883 di Amsterdam. Belakangan, Raden Soma dan Lie Kim Hok juga untuk beberapa waktu sempat menjadi murid Raden Saleh. Raden Saleh wafat di Bogor pada 23 April 1880.

*bbs