Press Release Pameran Udan Salah Mongso

0
492
Pameran Udan Salah Mongso

Galeri Nasional Indonesia (GNI) sebagai lembaga budaya negara yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki program Pameran Keliling yang secara khusus menampilkan karya-karya pilihan para perupa di berbagai wilayah. Program ini diselenggarakan secara rutin dan bergulir setiap tahunnya di berbagai tempat (lokasi) di luar kawasan Galeri Nasional Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri.

Dalam skala nasional, Pameran Keliling kali ini menjadi pameran ke-21 setelah pertama kali digelar di Medan, Sumatra Utara (2006); Manado, Sulawesi Utara (2007); Balikpapan, Kalimantan Timur (2008); Ambon, Maluku (2009); Palembang, Sumatra Selatan (2010); Lombok, NTB (2011); Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2011); Makassar, Sulawesi Selatan (2012); Pekanbaru, Riau (2013); Pontianak, Kalimantan Barat (2013); Kupang, Nusa Tenggara Timur (2014); Serang, Banten (2014); Malang, Jawa Timur (2014), Daerah Istimewa Yogyakarta (2015), Palu, Sulawesi Tengah (2015); Lampung (2017), Gorontalo (2017); Bandung, Jawa Barat (2018); Aceh (2018); dan Jakarta (2019).

Di tahun 2020, Pameran Keliling Galeri Nasional Indonesia kembali dilaksanakan sebagai kelanjutan program pada setiap tahunnya. Namun pameran kali ini yang sekaligus menjadi bentuk dukungan program dua tahunan (biennale) Kolektif Hysteria dengan tajuk event Penta Klabs, digelar dalam format, materi, dan konsep yang berbeda. Dengan pertimbangan berbagai hal, serta merespons situasi dan kondisi terkini, khususnya pandemi Covid-19 yang menjadi salah satu alasan kuat, pameran yang awalnya direncanakan digelar secara luring dan berada di wilayah Semarang, diubah menjadi pameran daring dengan menampilkan karya-karya terbaik di wilayah tersebut. Dalam kesempatan istimewa kali ini, Galeri Nasional Indonesia bersama Kolektif Hysteriasebuah komunitas yang menjadi pioneer dalam membangun ekosistem seni dan kreativitas yang sehat dengan melibatkan warga kampung, kampus, serta publik secara luasbersinergi menyajikan proyek-proyek seni berupa mural dan instalasi di delapan site specific, yang dibuat oleh para Perupa Semarang. Delapan site specific tersebut seluruhnya di Semarang, khususnya di Kampung Bandarharjo, Bustaman, Jatiwayang-Ngemplak Simongan, Kemijen, Petemesan, Randusari-Nongkosawit, Sendangguwo, dan Subali-Krapyak. Selain itu, disajikan pula arsip proyek-proyek seni yang telah dibuat dan diinisiasi oleh Kolektif Hysteria. Keseluruhan karya tersebut disajikan dalam format daring pada laman galnasonline.id.

Kurator pameran, Adin, dan Pujo Nugroho (Ko-Kurator) memilih “Udan Salah Mongso” (Rain in The Wrong Season) sebagai tajuk pameran. “Tema tersebut dipilih untuk merespons situasi kekinian terkait dengan perubahan iklim yang mempunyai dampak luar biasa terhadap ekosistem kehidupan, tidak terkecuali kondisi pandemi saat ini,” ujar Adin. Menurutnya, “Udan Salah Mongso” diambil dari frasa orang-orang di pedesaan di Jawa yang biasanya diutarakan ketika menyikapi perubahan musim tanam dan panen akibat musim yang tidak menentu. Musim di Jawa dikenal terbagi menjadi dua, rendheng (musim hujan) dan ketigo (musim kemarau). Biasanya, musim hujan bulan Oktober–April, dan musim kemarau pada bulan April–Oktober. Namun patokan ini tidak berlaku lagi sekarang.

Sesungguhnya fenomena ini tidak sepenuhnya terjadi dalam satu kondisi geografis tertentu saja, tetapi menjadi bagian dari perubahan lanskap global dalam konteks lingkungan. Seperti kita ketahui bersama, pemanasan global dan perubahan iklim adalah satu fenomena yang benar-benar terjadi. Secara kasat mata saja bisa kita saksikan perubahan besar-besaran lingkungan karena kasus pembalakan hutan untuk pertanian maupun perkebunan monokultur. Eksploitasi sumber daya alam, minyak, dan tambang juga merupakan satu fenomena tidak terelakkan oleh manusia yang mempengaruhi struktur geografis bumi. Tak heran dalam satu pertemuan Scientific Committee dari International Geosphere Biosphere Program (IGBP) di Cuernavaca, Meksiko, pada Februari 2000, Paul Josef Crutzen, seorang ilmuwan klimatologi berkebangsaan Belanda yang juga pernah menjabat Direktur Lembaga Kimia Max Planck di Mainz, Jerman, memperkenalkan istilah baru “Anthropocene”. Secara sederhana ini adalah pembabakan baru dalam epos (epoch) bumi manusia dalam memengaruhi struktur geologi, dan tentu saja berdampak pada iklim dan lingkungan pula.

Pandemi Covid-19 yang juga diyakini sebagai migrasi virus dari hewan ke manusia karena ekosistem hidup mereka yang terganggu, hanya salah satu dari dampak ini. Kesewenang-wenangan manusia terhadap alam dan lingkungan karena merasa sebagai pusat dunia telah membuat eksploitasi berlebihan. Manusia diserang balik oleh perilaku aniaya mereka sendiri. Jauh sebelum kepanikan Covid-19 melanda, sudah banyak pikiran untuk mencari pendekatan baru, misalnya Global Solution Summit 2019 di Berlin yang mengambil tema “Recoupling the World” berusaha mencari terobosan-terobosan baru dalam menghadapi antroposentrisme berlebihan ini. Personhood yang dalam konsep antropologi dianggap sebagai cara pandang manusia memperlakukan alam sebagai bagian dari keluarga mereka, dikaji ulang. Animisme dan dinamisme dilihat lagi sebagai upaya penghargaan terhadap alam alih-alih sebagai praktik bidah bahkan kemusyrikan. Kampung dengan ritualnya masih banyak melanggengkan tradisi penghargaan terhadap alam ini, namun karena tidak ada intelektual yang mengelevasi daya kritisnya, tradisi ini terjebak pada ritus yang diulang-ulang saban tahun tanpa dimaknai konteks kekinian.

Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto mengatakan bahwa Kolektif Hysteria dan Kota Semarang dipilih karena kedua hal tersebut memiliki keterikatan dan catatan penting yang melengkapi khazanah seni kolektif. Kelompok Kolektif Hysteria sebagai inisiator dan Semarang sebagai wilayah jelajah aktivitas. Kapabilitas inilah yang diharapkan dapat membantu memperkuat ekosistem seni rupa nasional yang telah ada. “Pameran ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengokohkan semangat berkarya, kebersamaan, serta identitas seni rupa Indonesia,” ujarnya. Pustanto juga berharap semoga sajian karya-karya kolektif dalam pameran ini dapat memberikan referensi dan rekomendasi terhadap seni rupa Indonesia dan perkembangannya.

—–

DISELENGGARAKAN OLEH
Galeri Nasional Indonesia
Kolektif Hysteria

TIM KURATOR
Adin Hysteria (Kurator)
Pujo Nugroho (Ko-Kurator)

KARYA
• Proyek seni di 8 site specific kampung di Semarang:
Bandarharjo, Bustaman, Jatiwayang-Ngemplak Simongan, Kemijen, Petemesan, Randusari-Nongkosawit, Sendangguwo, dan Subali-Krapyak
• Arsip Proyek Kolektif Hysteria

PEMBUAT KARYA
Seniman, warga

PEMBUKAAN
Selasa, 1 Desember 2020
Pukul 19.30 WIB
Via Zoom https://bit.ly/Pembukaan-Udan-Salah-Mongso
dan Live Facebook Galeri Nasional Indonesia https://bit.ly/liveFB-Udan-Salah-Mongso

PAMERAN
galnasonline.id