Langka, Sajian Gambar Cadas dalam Visual Karya Rupa

0
868
Galnas Sajikan Pameran Unik, Gambar Cadas dalam Karya Rupa

Galeri Nasional Indonesia siap menggelar Pameran Gambar Cadas Indonesia bertajuk “Wimba Kala” pada 28 April – 15 Mei 2017 di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Perhelatan ini merupakan hasil kerja sama antara lembaga-lembaga kebudayaan yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Galeri Nasional Indonesia, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara; Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman; Pusat Penelitian Arkeologi Nasional; dan Museum Basoeki Abdullah.

“Wimba Kala” yang dikuratori oleh tiga kurator sekaligus yaitu Rizki A. Zaelani, Pindi Setiawan, dan R. Cecep Eka Permana, serta dibantu asisten kurator Adhi Agus Oktaviana, merupakan sebuat perhelatan yang menggabungkan dua disiplin ilmu sekaligus, yaitu seni rupa dan arkeologi. Ini merupakan tantangan baru bagi Galeri Nasional Indonesia juga bagi para perupa pameran ini untuk ‘melihat’ sebuah studi dan data-data ilmiah dari sudut pandang seni rupa, dan menampilkannya dalam visualisasi artistik yang menarik, yang tidak hanya dapat dinikmati oleh pecinta arkeologi saja, atau pecinta seni saja, melainkan juga dapat menjadi magnet yang mampu menggaet ketertarikan seluruh lapisan masyarakat pada umumnya.

Menafsirkan Gambar Cadas

Rizki yang telah lama berkecimpung di dunia seni rupa mengungkap, “Wimba Kala” mengundang para seniman untuk menafsirkan kembali ‘tradisi’ pembuatan gambar-gambar cadas di Indonesia pada masa prasejarah melalui karya-karya mereka di masa kini. Para seniman mengajak publik seni rupa dan masyarakat secara luas untuk mendekati [kembali] dan menafsirkan keberadaan gambar cadas Indonesia secara bersama-sama. Ada beberapa soal yang akan dipahami oleh para seniman untuk melakukan cara penafsiran mereka yang khas dan individual. Pertama, para seniman mengenal, menemukan, dan menjadikan gambar-gambar cadas itu lebih kurang sebagai ‘subyek’ yang berdialog secara aktif dan memunculkan rangsangan kreatif, daripada dilihat sebagai obyek kajian pengetahuan yang mesti ditafsirkan secara obyektif. Sebagaimana gambar-gambar tersebut diterima sebagai ‘subyek yang berbicara’, maka para seniman melakukan dialog kreatif mengenai keadaan mereka dalam rentang keberadaannya dari dulu hingga kini. Para seniman membayangkan bagaimana gambar tersebut, terjadi, dikerjakan, dan berfungsi dalam proses interaksi dengan publik yang menikmatinya. Kedua, para seniman menggunakan sudut pandangan seni yang khas dan kebiasaan mereka melakukan kerja kreatif mereka masing-masing. Dalam proses berkarya, para seniman terbiasa memakai cara pandang estetik, pamahaman filsafat keindahan (estetika), maupun kajian teori seni daripada sudut pandang bidang keilmuan (antropologi, arkeologi, etnologi).

Tentu bukanlah hal sederhana menafsirkan gambar cadas dari data ilmiah menjadi karya rupa. Para perupa perlu memahami terlebih dulu apa itu gambar cadas. Dipaparkan Pindi yang merupakan peneliti gambar prasejarah, istilah gambar cadas (garca) secara umum merupakan tinggalan arkeologis berupa gambar-gambar yang dibuat pada suatu permukaan yang keras, dan garca bukan merupakan artefak-portabel karena digambar pada dinding gua, ceruk, tebing, atau bongkahan besar. Masyarakat pembuat garca berada dalam kebudayaan nir-leka (illiterate), yaitu masyarakat yang belum berbudaya tulis. Tradisi garca ditemukan nyaris di seluruh bagian dunia yang bergua, berceruk, bertebing, atau berbongkah. Lokasi-lokasi itu digambari dengan gambar-gambar yang sangat bagus, indah, dan seringkali disusun dengan pertimbangan yang matang. Hal tersebut dipercaya dibuat untuk menyampaikan kejadian penting (sebagai pengalihan pengetahuan, pengalaman), dan untuk memuaskan perasaan khusus dari masyarakat pendukungnya. “Karena itu, garca boleh jadi penuh dengan cerita mengharukan, cerita mencengangkan, cerita kepahlawanan yang diiringi oleh dosa, tangisan, gumaman, teriakan, atau nyanyian. Juga sangat mungkin dilengkapi dengan tetabuhan atau alat musik lainnya, bahkan aromatik-aromatik tertentu,” ujar Pindi.

Di Indonesia, masyarakatnya diyakini sudah memulai menggambar sejak 40.000 – 20.000 tahun lalu (artinya salah satu yang tertua dan pertama di Indonesia). Kemudian terdapat garca yang berasal dari periode 20.000 – 10.000 tahun lalu, dan ada yang dari kira-kira 3.000 – 500 tahun lalu. Diungkap Cecep yang merupakan seorang peneliti gambar cadas, gambar cadas terbaru di Indonesia ditemukan sejak tahun 2009 di wilayah Sumatra. “Gambar cadas pertama ditemukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Gua Harimau di wilayah Sumatra Selatan tahun 2009.  Selanjutnya gambar cadas di Sumatra ditemukan pula di wilayah Jambi dan Sumatra Barat pada tahun 2014 – 2016,” papar Cecep. Gambar-gambar cadas di Indonesia tersebut memiliki ciri khas yang tidak dimiliki gambar cadas di belahan dunia lain. “Salah satu ciri yang sangat khas dari garca di Indonesia adalah cap tangan jamak, seperti yang ditemui di Sangkulirang (Kalimantan) dan Maros (Sulawesi). Sedangkan pada tempat lain di dunia, cap tangan biasanya digambar terpisah sendiri-sendiri,” tambah Pindi.

Berangkat dari Ekspedisi

Dalam menafsirkan gambar-gambar cadas, para perupa berangkat dari sebuah ekspedisi singkat di Gua Muna, Sulawesi Tenggara dan Gua Maros, Sulawesi Selatan. Kedua lokasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk-bentuk gambar cadas yang bervariatif, sehingga dapat menyajikan visualisasi yang kaya bagi para perupa. Ekspedisi ini dianggap penting karena dapat mengantarkan para perupa dalam memperoleh pengalaman artistik secara langsung dengan melihat bentuk-bentuk asli gambar cadas. Selain mendatangi lokasi, para perupa juga dibekali dengan bahan-bahan teoretis yang merupakan hasil penulisan dan penelitian yang telah dikerjakan para ahli arkeologi selama ini.

Hasilnya, terciptalah delapan karya kekinian yang terinspirasi dan merupakan hasil representasi dari gambar-gambar cadas. Karya tersebut berupa lukisan, seni instalasi, video art, fotografi, dan mural. Menurut Pindi, pameran “Wimba Kala” ini, banyak menampilkan garca-garca yang paling banyak diwariskan para pembuat garca yaitu cap-tangan (citra), figuratif (wimba), dan garis-garis spontan (gerigis), yang sangat terkait dengan model mata pencaharian, latar sosial, ideologi, determinasi alam dari masyarakat pendukung garca. Uniknya dalam pameran ini, garca-garca tersebut diletakkan pada situs yang merepresentasikan posisi gambar sebenarnya di lapangan. Ada yang berada di langit-langit, dinding atas, dinding bawah, bahkan ada yang harus dilihat dengan cara berdiri, jongkok, dan berbaring.

Karya-karya yang ditampilkan dalam “Wimba Kala” merupakan hasil olah artistik delapan perupa masa kini yaitu Achmad Krisgatha, Andang Iskandar, Eldwin Pradipta, Farhan Siki, Irman Anas Rahman, Panca D. Z. & ARTi, Ricky ‘Babay’ Janitra, dan S. Dwi Stya ‘Acong’. Karya tersebut disandingkan dengan dua karya lukis para seniman ternama yang dianggap relevan dengan gambar cadas. Diantaranya karya Achmad Sopandi Hasan (1958 – 2015) yang merupakan koleksi Galeri Nasional Indonesia, serta karya R. Basoeki Abdullah (1915 – 1993) sebagai koleksi dari Museum Basoeki Abdullah. “Penggabungan antara karya-karya masa kini dan masa lalu seni rupa Indonesia ini kami harapkan bisa memberikan dan memperluas pengetahuan publik, khususnya kalangan dunia pendidikan tentang sejarah dan khazanah kekayaan gambar cadas Indonesia yang sangat bermakna dan berharga. Gambar cadas tidak hanya sebagai ekspresi ritual dan spiritual, tetapi juga sebagai ekspresi estetik,” tutur Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana. Selain karya rupa, dalam pameran ini juga ditampilkan data, informasi foto, video, dan data-data gambar cadas lainnya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian para ahli arkeologi dan juga hasil dokumentasi penelitian yang dilakukan lembaga-lembaga kebudayaan yang tergabung dalam pameran ini.

Pameran Gambar Cadas Indonesia “Wimba Kala” akan dibuka pada 28 April 2017, diagendakan akan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. Pameran dibuka untuk umum mulai 29 April hingga 15 Mei 2017, pukul 10.00 – 19.00 WIB, di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Selain pameran, perhelatan ini dilengkapi dengan serangkaian program publik berupa Seminar “GAMBAR CADAS INDONESIA: Seni Dulu dan Kini” pada 4 Mei 2017, pukul 09.00 WIB di Ruang Seminar Galeri Nasional Indonesia. Juga ada Gallery Tour setiap Sabtu, 29 April, 6 Mei, 13 Mei 2017, pukul 13.00 WIB di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Selain itu, ada pula kegiatan Melukis/Membuat Mural ‘Gambar Cadas’ untuk Publik di area outdoor yang dapat dimanfaatkan pengunjung selama pameran berlangsung untuk mencoba secara langsung dan merasakan sensasi melukis mural gambar cadas.

*dsy/GNI