Lahirnya Estetika Baru: Seniman Bukan Lagi Pencipta Artefak Seni

0
2276
ulfadewikabil@gmail.com
Suasana Seminar Estetik #2 Galeri Nasional Indonesia “Larut: Seni, Pengalaman dan Pengetahuan” di Yogyakarta

 

Ada pergeseran dalam praktik seni rupa kontemporer. Inilah yang menjadi sorotan Seminar Estetik #2 bertajuk Larut: Seni, Pengalaman, dan Pengetahuan yang diselenggarakan Galeri Nasional Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada 8 September 2015. Seminar ini menghadirkan para narasumber seperti Martin Suryajaya, Kurniawan Adi, dan Ugo Untoro. Sedangkan sebagai moderator adalah Soewarno Wisetrotomo dan Umi Lestari.

Martin Suryajaya berusaha menggali dimensi baru yang mengungkap keterkaitan antara seni rupa, pengalaman dan pengetahuan, yang mendorong ke arah estetika partisipatoris. Menurutnya, ada tiga pergeseran penting dalam seni rupa kontemporer. Yaitu pergeseran pengertian subjek seni: dari seniman sebagai kreator ke seniman sebagai organizer. Kedua, pergeseran pengertian objek seni: dari karya seni sebagai benda ke karya seni sebagai hubungan sosial. Ketiga, pergeseran pendekatan estetika: dari pilihan bentuk artistik berdasarkan pertimbangan formal–komposisional ke pilihan bentuk artistik sebagai perwujudan dari kebutuhan sosio–historis masyarakat. Ketiga pergeseran tersebut melahirkan pemaknaan baru terhadap estetika, khususnya terkait dengan dimensi pengalaman dan pengetahuan. Pergeseran itu juga berpengaruh pada perkara partisipasi yang dengan sendirinya memunculkan estetika yang partisipatoris.

Dilanjutkan Martin, pengalaman dan pengetahuan estetis yang berubah, membuat seniman bukan lagi bekerja sebagai pencipta artefak seni, melainkan lebih sebagai organizer hubungan sosial, sehingga karya seni tidak lagi hanya sebatas tentang keindahan komposisional suatu karya, melainkan juga tentang pengaruhnya bagi orang banyak.

Membincangkan hal yang sama namun mengambil sudut pandang berbeda dari Martin Suryajaya, Kurniawan Adi Saputro menyoroti pergeseran praktik seni rupa kontemporer dari persoalan seni. “Dalam pandangan saya, seni selalu soal bentuk karena ia pertama-tama harus berwujud, baru kemudian bermakna,” ujarnya. Karena itu, apa yang belum terkatakan oleh seni mencakup dua hal, yaitu soal mengenali apa saja persoalan yang belum berhasil dikatakan, dan soal bentuk-bentuk yang belum berhasil ditemukan. Menurut Kurniawan, seni bukan lagi soal seberapa persis gambar berbanding dengan kenyataan, atau seberapa jauh gambar menyarankan cara mempersepsi dunia, namun seni telah menjadi alat untuk mengungkap cara sesuatu bekerja.

*dsy/GNI