Konsistensi Sang Pelukis Pastel

0
1155
Suasana Pembukaan Pameran Retrospeksi 50 Tahun Titis Jabaruddin “Garis Liris Titis” di Gedung B Galeri Nasional Indonesia

Lukisan-lukisan pastel terbentang apik di sepanjang dinding Gedung B Galeri Nasional Indonesia. Itulah sebagian karya dari Titis Jabaruddin yang dipajang dalam pameran bertajuk “Garis Liris Titis” yang baru diresmikan pembukaannya pada Selasa malam, 15 Maret 2016. “Saya sudah lama ingin pameran tunggal di Galeri Nasional. Ketika saya mendapatkan kesempatan untuk berpameran tunggal di Galeri Nasional, saya langsung mengiyakan,” tutur Titis.

Pihak Galeri Nasional Indonesia pun merasa sudah saatnya memberikan kesempatan pada seorang pelukis senior yang konsisten berkarya seperti Titis Jabaruddin untuk berpameran tunggal. “Pameran ini merupakan sebuah apresiasi penghargaan kami atas peran serta dan kontribusi Bu Titis dalam seni rupa, agar masyarakat mengapresiasi karya-karya Bu Titis dengan segala makna,” ucap Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana.

Pameran yang diselenggarakan Galeri Nasional Indonesia bekerja sama dengan Beranda Seni Indigo ini merupakan pameran tunggal kesepuluh bagi Titis, namun istimewa karena menjadi pameran retrospektif pertama yang menandai perjalanan Titis Jabaruddin selama 50 tahun berkarya, mulai 1965 hingga 2016. Rentang 50 tahun berkarya itu bukanlah waktu yang pendek. Dalam rentang tersebut, Titis mampu menunjukkan konsistensinya sebagai perupa. “Melalui pameran ini, Bu Titis memberikan contoh eksistensi dan konsistensi seorang pelukis. Poin lainnya adalah edukasi dan apresiasi,” kata Zamrud Setya Negara, Kepala Seksi Pameran dan Kemitraan Galeri Nasional Indonesia.

Konsistensi Titis tersebut tak hanya dalam hal produktivitas mencipta karya, melainkan juga kesetiaannya dalam menggunakan media pastel. “Saya senang saja menggunakan pastel,” ucap Titis singkat. Beberapa karya pastelnya tersebut menampilkan kesan kabut. “Saya memang suka kabut. Seperti tak berujung. Itu pengembaraan yang tak terbatas,” tegasnya.

Menanggapi karya-karya Titis yang didominasi pastel, Andre berkomentar positif. “Jangan mengira bahwa lukisan cat minyak lebih berharga dari pastel dan drawing. Dalam kacamata yang sesungguhnya, semua karya seni rupa bernilai sama, bergantung gagasan atau ide-ide yang tertuang dalam bahasa visual tersebut,” ungkapnya.

Selain pastel, Titis juga berekslplorasi dengan media dan teknik cat minyak, tinta cina, cat akrilik, seni grafis hingga digital art. Eksplorasinya juga diterapkan dalam hal pemilihan tema lukisan. Titis mengusung gagasan dari apa yang dilihat, dirasakan, dan dilaluinya. “Semua karya-karya yang saya tampilkan di pameran ini berasal dari pengalaman dan pergaulan,” ucap Titis.

Keseluruhan karya-karya Titis tersebut dikemas oleh kurator pameran ini sekaligus kurator Galeri Nasional Indonesia, Citra Smara Dewi, dalam tiga periodisasi. Periode pertama tahun 1965–1995 menyajikan karya sketsa hitam-putih, lukisan potret cat minyak, dan lukisan soft pastel. “Sketsa ini sengaja ditampilkan untuk menggambarkan perjalanan karya Bu Titis,” ungkap Citra. Periode kedua mengambil rentang tahun 1996–2010, yang menyajikan berbagai media seni lukis seperti soft pastel, cat minyak, cat akrilik, seni grafis hingga digital art. Ruang ini menurut Citra menunjukkan eksperimen yang dilakukan Titis sehingga tampak eksplorasi media dan teknik yang begitu intens dengan menyunting berbagai tema yang dinamis. Periode terakhir yaitu tahun 2011–2016 menandai kembalinya Titis ke media pastel, dengan disertai nuansa religius, baik dari segi pendekatan teknis maupun tema.

Karya-karya Titis Jabaruddin yang masih dapat dinikmati hingga pameran usai pada 26 Maret 2016 ini diharapkan Zamrud mampu menghipnotis pengunjung sehingga memunculkan motivasi bagi para perupa dan masyarakat untuk terus berkarya secara konsisten. “Dari sinilah muncul eksistensi berkarya yang kemudian diapresiasi sekaligus memberikan edukasi kepada pengunjung” kata Zamrud.

*dsy/GNI