Galnas Boyong Karya Koleksi Negara ke Gorontalo

0
1084
Segera dibuka, Pameran Keliling Koleksi Galeri Nasional Indonesia dan Karya Perupa Gorontalo

Galeri Nasional Indonesia sebagai lembaga budaya negara yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki program Pameran Keliling yang secara khusus menampilkan dan memperkenalkan karya-karya koleksi Galeri Nasional Indonesia (koleksi negara) kepada masyarakat luas, mengingat tidak semua masyarakat memperoleh akses untuk melihat dan berkunjung langsung ke Galeri Nasional Indonesia di Jakarta. Program ini diselenggarakan secara rutin dan bergulir setiap tahunnya di berbagai tempat (lokasi) di luar Jakarta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam skala nasional, Pameran Keliling pertama kali digelar di Medan, Sumatera Utara (2006); kemudian Manado, Sulawesi Utara (2007); Balikpapan, Kalimantan Timur (2008); Ambon, Maluku (2009); Palembang, Sumatera Selatan (2010); Lombok, NTB (2011); Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2011); Makassar, Sulawesi Selatan (2012); Pekanbaru, Riau (2013); Pontianak, Kalimantan Barat (2013); Kupang, Nusa Tenggara Timur (2014); Serang, Banten (2014); Malang, Jawa Timur (2014), Daerah Istimewa Yogyakarta (2015); dan Palu, Sulawesi Tengah (2015).

Pada 2017, Pameran Keliling telah dilaksanakan di Lampung pada 22–29 Maret 2017, dan kini akan digelar kembali di Gorontalo, tepatnya di Museum Popa Eyato, Jalan By Pass Kelurahan Tamalate Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo, pada 10–16 Mei 2017. Pameran ini merupakan hasil kerja sama Galeri Nasional Indonesia dengan Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo. Dikuratori oleh A. Sudjud Dartanto dan I Wayan Seriyoga Parta, tema yang disuguhkan adalah “(mo)dulanga lipu”.

(mo)dulanga lipu diungkap kurator pameran ini, diambil dari konteks sejarah setempat yang memiliki makna lokal sekaligus universal. (mo)dulanga lipu berasal dari tiga suku kata berbeda dalam bahasa Gorontalo, yakni dulanga, modulango, dan lipu. Istilah pertama yaitu dulanga, bagi masyarakat pesisir kata tersebut berarti perahu. Sedangkan untuk masyarakat daratan, istilah dulanga dikenal sebagai benda yang dibuat dengan bentuk dasar dari perahu atau merujuk pada benda keseharian yang terbuat dari perahu bekas yang kemudian dimodifikasi menjadi bak air. Dulanga dianggap sebagai pintu masuk untuk menggali nilai-nilai kebudayaan bahari Gorontalo sekaligus penanda imajinasi kultural masyakarat yang bertransformasi melalui kreativitas dan menjelma menjadi barang-barang keseharian, serta benda bernilai seni seperti alat musik. Istilah kedua, modulango, merujuk pada aktivitas melakukan pencarian atau memilih dan memilah, seperti aktivitas para pencari bijih emas (mendulang emas). Istilah ketiga yakni lipu, merujuk pada wilayah geografis dalam arti lain juga mengarah kepada suku bangsa Gorontalo yakni Hulontalo Lipu. “Ketiga kata tersebut dalam bahasa Gorontalo dirangkai menjadi (mo)dulanga lipu, yang berarti pencarian nilai-nilai kebudayaan Gorontalo, sekaligus praktik memilah dan memilih yang secara simbolis dimaknai sebagai ‘praktik mencari yang tersisa’ dari Gorontalo, termasuk pencarian sejarah pembentukan makna Gorontalo, dari segenap pengalaman sejarah dan sosio-kultural yang lebih berfokus pada lingkup kebaharian atau kemaritiman,” papar Sudjud.

Pameran “(mo)dulanga lipu” menampilkan 39 karya seni rupa dalam media lukisan, patung, instalasi, fotografi, juga graphic art (digital art). 15 diantaranya merupakan karya pilihan koleksi Galeri Nasional Indonesia (koleksi negara) hasil karya 14 perupa kenamaan seperti karya Amri Yahya, Bagong Kussudiardjo, Fadjar Sidik, G. Sidharta, I Nyoman Tusan, I Wayan Bendi, Maria Tjui, Mulyadi W., Oesman Effendi, Popo Iskandar, S. Sudjojono, Saptoto, Srihadi Soedarsono, dan Suromo D.S. Sedangkan 24 karya lainnya merupakan hasil olah artistik 24 perupa Gorontalo terpilih. Seperti karya Pipin Idris, Riden Baruadi, Syamsul Huda M. Suhari (Syam Terrajana), dan perupa Gorontalo lainnya.

Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana, berharap semoga perhelatan ini mampu memberikan suguhan yang inspiratif, edukatif, dan rekreatif bagi publik luas, khususnya masyarakat yang berada di Gorontalo dan sekitarnya. “Selain itu juga diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman dengan menyaksikan secara langsung karya-karya asli yang memiliki nilai historis dalam sejarah seni rupa Indonesia serta memberi motivasi untuk menumbuhkan kecintaan dan penghargaan kepada para seniman daerah,” tuturnya.

Selain pameran, perhelatan ini juga dilengkapi dengan Acara Pendukung berupa Diskusi Seni Rupa pada 10 Mei 2017. Acara ini bertujuan untuk memberi ruang bagi para perupa Gorontalo dan masyarakat luas untuk saling berinteraksi serta bertukar pikiran demi kemajuan perkembangan seni rupa Indonesia khususnya di Gorontalo.

*dsy/GNI