Menguak Identitas dalam Karya Bibiana Lee dan Indah Arsyad

0
816
Suasana Pameran Karya Bibiana Lee dan Indah Arsyad
Suasana Pameran Karya Bibiana Lee dan Indah Arsyad "id: Sengkarut Identitas"

Persoalan identitas dan makna keragaman yang kini sering dipersoalkan, direspons Bibiana Lee dan Indah Arsyad dalam sebuah pameran seni rupa bertajuk “id: Sengkarut Identitas”. Menurut kurator pameran Asmudjo J. Irianto, identitas politik jadi sangat mainstream sejak tahun 90–an. “Identitas, laten di Indonesia karena ada beberapa lapis persoalan identitas. Persoalan identitas sangat kontekstual, apalagi belakangan ini ada pertengkaran di media sosial,” katanya.

Persoalan identitas ini dialami Bibiana Lee dan Indah Arsyad. Uniknya, masing-masing identitas mereka justru kontradiktif. Bibiana membicarakan identitasnya yang begitu jelas sebagai wanita keturunan, sedangkan Indah justru mengangkat identitas Jawa-nya yang samar. “Kedua seniman ini berbeda, yang satu minoritas yang kental dengan identitas keturunan, yang satu kehilangan identitas. Di sinilah menariknya saat ditampilkan dalam satu pameran,” ujar Asmudjo.

Bibiana Lee dengan identitasnya sebagai wanita keturunan yang lekat dengan WNI dan China mengalami dua masalah identitas sekaligus, yaitu keperempuanannya dan sebagai warga minoritas. Kegelisahan itu diolah Bibiana menjadi lima seri karya pecah belah berbahan dasar porselen China. “Fragility bahan porselen sesuai untuk menggambarkan warga keturunan sebagai kaum minoritas di Indonesia yang pada momen-momen tertentu kerap dicurigai, dijadikan sasaran,” ujar Bibiana saat press tour di Gedung B Galeri Nasional Indonesia, Minggu, (19/5/2019).

Medium porselen dipoles Bibiana dengan warna-warna menyolok khas peranakan, seperti merah muda, kuning, biru, dan turquoise. Di dalamnya ada ornamen burung phoenix dan burung peony. Ia juga menyematkan teks dalam porselen untuk memperkuat wacana politik identitas. Melalui karya ini, Bibiana mengajak untuk memahami persoalan mengenai politik identitas, khususnya hubungan warga keturunan dalam kehidupan sosial-politik di Indonesia.

Berbeda dengan Bibiana, Indah mengemas identitasnya yang samar melalui karya instalasi berbasis citraan fotografi. Ia menggunakan teknik drawing, transfer ilustrasi, dan grafir pada akrilik. Di akrilik tersebut ditampilkan figur-figur dengan beragam latar belakang, dengan perbedaan sosial, budaya, kelas ekonomi, dan agama. Keragaman figur tersebut menandai pluralitas dalam masyarakat Indonesia yang multikultur. Figur tersebut tumpang tindih dengan simbol-simbol mitos dari budaya masa lalu yang dibuat dengan teknik grafir. Akrilik kemudian ditembak dengan lampu sorot untuk menghasilkan lapisan bayangan. Bayangan samar yang berlapis-lapis itu merupakan refleksi dari identitasnya yang kabur. Indah lahir dari perkawinan campuran antaretnis dan tumbuh di kota besar sebagai warga kosmopolit. Mengambil sudut pandang sebagai suku Jawa, Indah merasa tak lagi mengenali ke-Jawa-annya. “Identitas berubah secara dinamis, karena realitas sosial politik yang kita jalani bisa mengubah identitas tersebut,“ ujar Indah. Ia mengibaratkan perubahan identitas seperti metamorfosis kupu-kupu. Karena itulah karya-karya Indah dalam pameran ini seluruhnya berjudul “Butterfly”. Menurutnya setiap identitas telah mengalami metamorfosis atau perubahan yang dinamis, dan juga bergantung pada sudut pandang, baik pemilik identitasnya maupun dari pihak luar.

Pameran yang mengetengahkan politik identitas ini ditanggapi secara positif oleh Prof. Melani Budianta saat meresmikan pameran pada Minggu sore (19/5/2019). Menurutnya kolaborasi Bibiana Lee dan Indah Arsyad berhasil mempertemukan keragamaan dan identitas di ruang pamer melalui karya seni. Meski wacana identitas mendominasi, namun Asmudjo menekankan bahwa penting juga untuk melihat pameran ini melalui sudut pandang pencapaian artistik. “Di pameran ini, bukan agitasi atau propaganda, saya rasa persoalan terkait identitas ini adalah yang mereka (Bibiana dan Indah –red) rasakan, namun disajikan dengan output pencapaian artistik. Karya seni rupa selalu ada tentang apa, inilah yang mengajak orang lain untuk belajar melalui karya seni,” ungkapnya.

Pameran “id: Sengkarut Identitas” masih akan berlangsung di Gedung B Galeri Nasional Indonesia hingga 16 Juni 2019. Publik dapat mengapresiasi karya-karya dalam pameran tersebut mulai pukul 10.00 hingga 18.00 WIB (selama Ramadan) dan 10.00–19.00 (setelah Ramadan).

 

*dest/dsy/GNI