Tantangan pelestarian Cagar Budaya semakin meningkat

Jakarta–Seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika perkembangan masyarakat maka tantangan pelestarian Cagar Budaya semakin meningkat. Bahkan berpotensi menimbulkan dampak negatif pada kelestarian fisik Cagar Budaya. Cagar Budaya yang ada disekeliling kita pada dasarnya memiliki sifat yang rapuh baik karena pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal. Tidak sedikit Cagar Budaya yang spesifik jumlahnya terbatas (limited) dan unik tersebut mengalami kerusakan, sehingga pada kasus tertentu diperlukan Revitalisasi Cagar Budaya.

Pedoman Revitalisasi Cagar Budaya

Hal ini kemudian mendorong Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud ditahun 2013 ini menyusun Pedoman Revitalisasi Cagar Budaya. Penyusunan ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penyusunan, uji petik dan finalisasi pedoman. Penyusunan pedoman diselenggarakan di Surabaya, uji petik diselenggarakan di Solo, dan finalisasi diselenggarakan di Jakarta.

Harry Widianato
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman saat penyusunan Pedoman Pelestarian Cagar Budaya.

Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Harry Widianto dalam sambutan Finalisasi Pedoman Revitalisasi Cagar Budaya menyampaikan bahwa “Revitalisasi merupakan salah satu upaya pengembangan Cagar Budaya yang mempertimbangkan nilai penting dan sifat Cagar Budaya”.

Harry menambahkan bahwa “revitalisasi ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat”

Namun, ungkap Harry Revitalisasi Cagar Budaya tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Akan tetapi juga dilakukan oleh Kementerian lainnya. Bahkan masyarakat dan hukum adat, swasta, komunitas serta lembaga swasta”

Diharapkan dengan tersusunnya pedoman ini pelaksanaan Revitalisasi Cagar Budaya sesuai dengan prinsip dan prosedur pelestarian, baik secara administratif maupun teknis. Juga tidak bertentangan dengan nilai budaya masyarakat. (AP)