Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya meresmikan status Kompleks Percandian Batujaya menjadi Cagar Budaya Nasional. Pemeringkatan status cagar budaya tersebut ditandatangani langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendy, 11 Maret lalu. Langkah peresmian status Cagar Budaya Nasional untuk kompleks percandian Buddha tersebut tentu sudah tepat, mengingat pentingnya kedudukan kawasan situs tersebut dalam sejarah kebudayaan Indonesia.

Walaupun disematkan label percandian, sebenarnya di kawasan situs percandian di Jawa Barat tersebut ditemukan juga jejak masa prasejarah seperti rangka manusia. Para ahli memperkirakan rangka dengan bekal tersebut berasal dari abad ke-1 sampai ke-3. Bekal kuburnya berupa wadah tembikar, perhiasan, alat logam, alat tulang, dan kapak persegi. Tinggalan ini kemudian disebut budaya Buni yang berasal dari awal Masehi hingga tahun 500. Dalam rentang waktu tersebut masyarakatnya sudah melakukan kontak budaya dengan India, terbukti dengan ditemukannya gerabah dan manik-masik yang berasal dari Arikamedu, India Selatan.

Multicomponent Site

Ditemukannya rangka manusia di wilayah percandian adalah hal yang sangat langka di Indonesia. Jejak kebudayaan dari masa prasejarah dan Hindu-Buddha memunculkan dugaan bahwa di Batujaya terjadi transisi kebudayaan dari prasejarah menuju masa sejarah, sekaligus menandakan bahwa situs Batujaya adalah situs percandian tertua di Indonesia. Candi yang dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten itu menjadi bukti kesinambungan budaya sejak masa prasejarah hingga masa Hindu-Buddha.

Sejak ditemukannya pada tahun 1984, jejak kebudayaan masa klasik sudah ditemukan 36 lokasi, 20 di antaranya adalah situs percandian. Candi-candi itu diperkirakan dibangun pada masa antara abad ke-6 dan ke-7 (fase I) dan berlanjut terus pada abad ke-8 hingga abad ke-10 (fase II). Candi atau struktur di Batujaya berbahan bata, cukup unik jika dibandingkan dengan percandian di Jawa (Tengah dan Timur) yang kebanyakan baru menggunakan bata untuk membuat candi pada masa yang lebih muda (masa klasik muda). Kondisinya candi, unur, sumurnya terbilang baik dan terawat walaupun kerap kali digenangi air.

Tak hanya bangunan fisik candi, banyak tinggalan masa Hindu-Buddha seperti inskripsi (emas, terakota, dan bata), votive tablet, arca (batu dan logam), ornamen dari stucco, gerabah, hingga keramik dari masa Dinasti Tang ditemukan di sana. Dari inskripsi itu diketahui bahwa kerajaan Tarumanagara berkembang di kompleks percandian Batujaya.

Pemeringkatan statusnya menjadi Cagar Budaya Nasional diharapkan dapat meningkatkan perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap kelestarian Kompleks Percandian Batujaya. Cagar budaya harus dilindungi dan dilestarikan, agar dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.

Baca juga:

Rumah Pengasingan Ir. Soekarno di Ende: Sejarah Bung Karno dan Pohon Sukun

Benteng Belgica, Pentagon dari Indonesia

Pecinan Ketandan dan Eksistensinya di Tengah Keramaian Malioboro