Permasalahan Pelestarian Gunung Padang dan Kebijakannya

0
5793

Ancaman

Sebagian besar ancaman yang dihadapi situs Gunung Padang berasal dari manusia. Ancaman itu langsung berhubungan dengan struktur bangunan punden, batuan penyusun punden, pemanfaatan ruang, penebangan pohon, atau kegiatan rekreasi yang meninggalkan sampah. Dalam batas tertentu, polusi suara yang dihasilkan oleh pengunjung mempengaruhi pula ketenangan lingkungan.

Ancaman yang disebabkan oleh alam umumnya adalah pengaruh cuaca seperti curah hujan, panas matahari, dan kelembaban. Air merupakan unsur alam yang paling besar pengaruhya terhadap kelestarian bukit. Penetrasi air ke dalam tanah lunak yang menutupi bukit mudah tererosi dan longsor, dipengaruhi juga oleh tingkat keterjalan lereng. Pengaruh vegetasi terhadap bangunan rata-rata tidak menimbulkan masalah serius namun membutuhkan perhatian dari kemungkinan rubuh atau akar yang menyusup ke bangunan. Dalam kurun 20 tahun tercatat sudah beberapa kali dilaporkan terjadinya tanah longsor berskala kecil di bukit Gunung Padang dan bukit-bukit lain sekitarnya.

Pada 2011 Kabupaten Cianjur sudah menetapkan lingkungan Gunung Padang  sebagai Kawasan Strategis Kabupaten untuk kepentingan sosial dan budaya (KSB), dan untuk melindungi situs Gunung Padang. Penetapan itu juga diiringi dengan menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur pada 2011–2031. Sejak 2012 Kabupaten Cianjur juga sudah melayangkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk menetapkan kembali kawasan yang sama. Bila dimungkinkan Kawasan Stratejik Nasional (KSN) ini diperluas ukurannya.

Adanya perubahan struktur organisasi Kementerian Pekerjaan Umum pada 2015, maka harapan ini belum bisa diwujudkan. Mengingat Direktorat Jenderal Tata Ruang yang berada di bawahnya disatukan dengan Badan Pertanahan Nasional menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Tabel kerusakan situs dan punden berundak Gunung Padang

Faktor Penyebab Ekses Kerusakan
Internal Pola susun batu yang sederhana Batu mudah bergeser dan berpindah Berubahnya daya ikat batu dan kedudukan batu
Berubahnya kedudukan yang menyebabkan batu mudah lepas
Melemahnya konstruksi dinding Mempermudah terjadinya longsor
Halaman punden tersusun dari tanah timbunan Kepadatan dan jenis tanah yang beragam Pergeseran tanah hasil timbunan
Punden menempati bukit berlereng curam Memudahkan terjadinya erosi Longsor dan turunnya permukaan tanah
Struktur tanah yang rentan air Mudah menyerap dan menyimpan air Terbentuknya kantong-kantong air di dalam tanah
Terbentuknya lumpur di dalam tanah
Longsor
Eksternal Fluktuasi suhu udara cepat berubah Mempercepat proses pelapukan batu Permukaan batu mudah mengelupas, aus, dan terkikis
Rusaknya patina batu
Munculnya retakan halus
Kelembaban yang tinggi Mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan vegetasi pengganggu Rusaknya permukaan batu akibat menempelnya ganggang (algae), jamur kerak (lichen), lumut (moss), dan tumbuhan merayap
Curah hujan Aliran air permukaan Menimbulkan erosi
Resapan air ke dalam tanah Menyebabkan longsor
Genangan air Membentuk kantong air dan lumpur di dalam tanah
Desakan akar pohon Merenggangkan daya ikat antarbatu Pola susun antarbatu melemah dan berubah
Merubah kedudukan batu Susunan batu berubah
Mendorong dinding-dinding batu Dinding menggelembung dan runtuh
Akar yang mati membentuk lubang di dalam tanah Menjadi jalan masuk air ke dalam tanah
Perilaku manusia Grafiti Merusak permukaan batu dengan coretan atau goresan
Cat yang sukar dihilangkan
Menurunnya nilai estetika dan nilai kepurbakalaan bangunan
Menduduki batu Batu patah
Menginjak batu Batu patah
Mendorong batu Batu roboh, patah, atau bergeser
Memukul batu Batu pecah, retak, gumbil, atau berlubang-lubang
Membuang sampah Menurunnya nilai estetika lingkungan, merusak kesuburan tanah, mematikan tanaman, dan memicu penyakit
Membuat lubang Mempercepat masuknya air ke dalam tanah atau terbentuknya genangan di permukaan tanah
Makan di lokasi Mengotori dan menurunkan nilai situs

Aktivitas manusia dan pengaruh alam yang merugikan kelestarian bangunan punden perlu dipantau untuk mengetahui polanya dan dampak yang dihasilkan. Halaman 1 dan Halaman 2 memperoleh perhatian khusus karena memiliki dinding-dinding yang tinggi dan terjal.

Kebijakan:

  1. Melakukan pelestarian secara holisitik terhadap semua aspek yang berpotensi menimbulkan dampak membahayakan bagi kelestarian situs dan bangunan punden;
  2. Mendokumentasikan seluruh proses pelestarian dan perolehan data;
  3. Pemulihan arsitektur dan tata ruang punden; dan
  4. Pelestarian Situs Cagar Budaya Gunung Padang mencakup aspek manusia, alam, manajemen, dan partisipasi masyarakat.

 Lingkungan Geologis

Penelitian volkanologi menyimpulkan bahwa Gunung Padang merupakan salah satu sumbat magma bekas gunung api purba ‘Karyamukti’. Bukit Pasirpogor (utara situs) dan Pasirmalang (timur situs) termasuk di antaranya. Aktivitas gunung meninggalkan jejak antara lain terbentuknya struktur batuan kekar kolom (collumnar joint) andesit basalt yang digunakan untuk mendirikan punden berundak. Batuan di sekitar situs umumnya memperlihatkan pengaruh hidrotermal menandakan aktivitas gunung berapi relatif dekat dengan permukaan tanah.

Kenyataan ini perlu diantisipasi sebagai kemungkinan penyebab terjadinya gempa vulkanik di kemudian hari, melengkapi laporan terjadinya beberapa kali gempa tektonik di daerah yang sama. Gempa yang disebabkan oleh aktivitas gunung bisa dikategorikan sebagai fenomena lokal, namun sebaliknya gempa tektonik besar kemungkinan mencakup wilayah yang lebih luas. Gerakan lempeng bumi di bawah tanah bisa mempengaruhi kestabilan gunung purba yang menyebabkan aktivitas volkanik. Kestabilan tanah permukaan bisa melemah disebabkan oleh gempa-gempa tersebut, apalagi bagian bawah bukit Gunung Padang tersusun dari batuan ubahan hidrotermal bersifat tidak pekat (solid) yang mudah bergerak di musim hujan.

Proses hidrotermal suhu tinggi juga menghasilkan mineral sulfida dan urat kuarsa yang mengandung emas. Penemuan bijih emas di desa Karyamukti misalnya, menarik minat masyarakat untuk menambangnya secara tradisional. Puluhan tahun sejak 1970-an hingga 1980-an masyarakat kampung Cimanggu, Cipanggulaan, dan Gunung Padang pernah menambang emas di sekitar bukit. Tradisi mencari emas ini oleh masyarakat lokal disebut glundung.

Menyikapi penemuan sumber-sumber mineral berharga di kawasan pegunungan di kecamatan Karyamukti, Cimenteng, dan Mangunjaya sehingga pada 2014 Pemerintah Kabupaten Cianjur mengeluarkan izin prinsip penambangan emas di kawasan seluas 2.400 hektar, termasuk Gunung Padang di dalamnya. Metode yang disyaratkan adalah penambangan tertutup (underground) dan bukan penambangan terbuka (open pit atau surface mining), tetapi penambangan kandungan emas tetap berpotensi menyebabkan terjadinya gerakan tanah yang bisa mengakibatkan penurunan kualitas air, selain itu juga polusi suara, polusi visual, dan perubahan lingkungan drastis diikuti dengan terjadinya perubahan sosial sebagai dampak dari masuknya tenaga kerja dari luar kawasan untuk menjalankan roda produksi. Dimungkinkan pula berdirinya bangunan-bangunan berskala massif untuk memenuhi kebutuhan produksi.

Kebijakan:

  1. Menghentikan penambangan emas, pasir, dan batu di lingkungan Situs Cagar Budaya Gunung Padang dalam radius 5,1 kilometer;
  2. Melakukan perkuatan jalan antardesa; dan
  3. Menetapkan rute dan daerah evakuasi aman bencana.

 Lingkungan Vegetasi

Telah kita ketahui bahwa lingkungan Gunung Padang sudah lama dimukimi oleh manusia. Keberadaan tinggalan purbakala menunjukkan adanya aktivitas manusia untuk mengolah sumber daya alam, antara lain dengan hadirnya desa. Masuknya perkebunan teh ke dataran tinggi Cianjur turut mempercepat pertumbuhan penduduk yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengelolanya.

Penebangan pohon-pohon besar dan introduksi pohon-pohon jenis baru telah mengubah lanskap lingkungan bukit Gunung Padang yang semula adalah hutan primer kini menjadi hutan sekunder, diselingi oleh lahan-lahan pertanian yang sempit. Jenis vegetasi hutan primer yang masih tersisa kini masih bisa dlihat di lereng sisi barat yang cukup curam. Sudut keterjalannya mencapai 45 derajat bahkan lebih.

Sejak ditetapkan sebagai situs, lereng-lereng Gunung Padang tidak lagi dimanfaatkan lagi sebagai lahan pertanian. Akan tetapi dengan meningkatnya harga kayu mendorong masyarakat untuk kembali memanfaatkan pohon-pohan lama yang sudah berukuran besar.  Proses penipisan hutan primer dan sekunder tetap berlangsung hingga sekarang di lahan-lahan milik penduduk sekitar Gunung Padang.

Kebijakan:

  1. Mempertahankan stabilitas bukit;
  2. Penghijauan; dan
  3. Relokasi rumah dan kebun penduduk dari lingkungan bukit Gunung Padang.

 Lingkungan Sosial

Penduduk desa-desa di sekeliling situs Gunung Padang hampir seluruhnya berasal dari etnik Sunda. Asal usul mereka tidak diketahui, diperkirakan mereka sudah menetap di lingkungan situs lebih dari 100 tahun.

Dengan jumlah penduduk sebesar 62.650 orang (2013), kecamatan Campaka termasuk relatif tidak padat. Kebudayaan Sunda menjadi identitas bersama, diekspresikan melalui bahasa dan tradisi seperti kesenian, agama, sastra, dan legenda. Gaya hidup yang khas ini masih dipraktekan hingga sekarang. Perbedaan kronologi antara masa prasejarah hingga sekarang menyebabkan masyarakat lokal kurang memahami makna dari keberadaan punden berundak selain sebagai warisan leluhur yang patut dihormati.

Kebijakan:

  1. Melestarikan situs Gunung Padang sebagai warisan budaya Sunda;
  2. Memperkuat partisipasi masyarakat untuk melestarikan situs melalui pendekatan budaya;
  3. Menempatkan warisan budaya lama dalam konteks budaya baru; dan
  4. Mengembangkan potensi industri budaya berbasis kebudayaan Sunda.

Aksesibilitas

Tumbuhnya Kabupaten Cianjur sebagai daerah perkebunan Belanda ditindaklanjuti dengan pembuatan jalur kereta api jurusan Sukabumi-Bogor pada 1879–1882. Didirikan stasiun kecil dan terowongan rel kereta yang menembus bukit batu di Desa Lampegan (no. registrasi 60/243263 /LP) pada ketinggian +652 mdpl. Baik stasiun maupun rel kereta api tersebut masih aktif digunakan hingga sekarang.

Jalur kereta api ini membawa pengaruh besar bagi pertumbuhan demografi lokal, sekaligus menempatkan Gunung Padang sebagai kawasan agro-economic yang penting bagi Kabupaten Cianjur. Selain teh, di kawasan ini juga ditanam kopi dan pohon penghasil kayu untuk memenuhi kebutuhan bangunan.

Namun demikian, jalan menuju ke situs umumnya sempit dan kurang terawat. Lebar jalan rata-rata 3,5-4 meter untuk kendaraan roda empat ringan Klas III mulai dari desa Warungkondang sampai ke Lampegan, kondisi jalan umumnya belum beraspal, baru perkerasan menggunakan kerakal. Dari desa Lampegan hingga desa Paldua melewati area Perkebunan Teh Penyairan milik PT. Perkebunan Nusantara VIII sampai ke Gunung Padang, kondisi jalan relatif lebih baik. Seluruhnya sudah berlapis aspal dengan lebar rata-rata 2,5–3,5 meter mengikuti punggung-punggung bukit yang terjal.

Jalan desa antara kampung Cipanggulaan dan kampung Cikuta terlalu sempit dan terjal untuk dilalui kendaraan umum menuju Gunung Padang. Perluasan lapangan parkir di kaki bukit masih terlalu kecil untuk menampung kunjungan wisata berjumlah besar, diperlukan jalur alternatif untuk menghubungan kedua kampung tanpa melalui kaki bukit. Areal persawahan di dekat sungai Cikuta bisa menjadi alternatif pengganti.

Kebjakan:

  1. Memanfaatkan jalur kereta api Sukabumi-Bogor sebagai jalur alternatif wisata untuk mendukung jalan darat utama yang menghubungkan kota Sukabumi, Cianjur, dan Bandung;
  2. Meningkatkan kualitas jalan ruas dari arah kampung Warungkondang ke Gunung Padang; dan
  3. Memindahkan jalan antardesa di kaki bukit ke dekat sungai Cikuta.

 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

 Dalam kurun waktu 5 tahun perhatian publik terhadap kepurbakalaan Gunung Padang terus meningkat, berbagai penelitian telah dilakukan untuk memahami sejarah pendirian punden dan masyarakat pendukungnya. Tidak semua penelitian dilakukan di lapangan, cukup banyak penelitian ex-situ yang diprakarsai sendiri oleh unsur masyarakat menggunakan data sekunder. Penelitian-penelitian ini menghasilkan banyak informasi baru menggunakan paradigma yang beragam, sayangnya hingga sekarang hasil penelitian belum terhimpun dan dipertukarkan kepada pihak-pihak yang berminat termasuk untuk mendukung pendirian museum situs.

Kegiatan penelitian di masa depan akan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan budaya masyarakat lokal.

Kebijakan:

  1. Mendorong pemanfaatan situs dan bangunan untuk pengembangan ilmu dan teknologi; dan
  2. Izin pemanfaatan yang memenuhi kriteria akademik, keselamatan, dan kesejahteraan sosial.

 Pengembangan Wisata

Kunjungan wisata ke Gunung Padang selama 2012–2014 memperlihatkan kenaikan yang signifikan, jumlah ini diperkirakan bertambah setelah selesainya pemugaran punden berundak Gunung Padang pada akhir 2019.

Jumlah wisatawan tertinggi jatuh pada bulan-bulan liburan sekolah, pada hari biasa puncak kunjungan terjadi pada Sabtu atau Minggu. Wisatawan yang datang menggunakan motor, kendaraan roda empat dan truk, baik sendirian atau rombongan.

Kendaraan truk berukuran besar harus berhenti di lapangan parkir kampung Cimanggu, tidak jauh dari jembatan penyeberangan. Motor dan kendaraan roda empat bisa melanjutkan perjalanan sampai di kaki bukit Gunung Padang. Dari sini pengunjung situs harus mendaki bukit menggunakan dua jalur untuk sampai ke punden berundak, yaitu melalui tangga asli yang tersusun dari batu-batu alam di dinding utara atau jalur baru berupa tangga semen di sisi barat yang bisa digunakan sampai ke bagian paling atas dari punden.

Keterangan tentang kepurbakalaan situs Gunung Padang dapat diperoleh dari balai informasi di kaki bukit sebelum jalan setapak, kemudian dilengkapi oleh para Juru Pelihara yang merangkap sebagai pemandu wisata.  Meningkatnya jumlah wisatawan di masa depan di kemudian hari tentu membutuhkan pemandu profesional yang tidak merangkap sebagai Juru Pelihara.

Selain itu diperlukan fasilitas tambahan demi kenyamanan kunjungan wisata antara lain: peturasan (kamar kecil), tempat duduk, dan kotak sampah. Demikian pula rambu-rambu dan papan informasi yang memudahkan pengunjung menyelamatkan diri mereka saat bencana. Pola aktivitas dan pergerakan pengunjung kiranya perlu ditata untuk memenuhi kriteria keselamatan, kenyamanan, dan keamanan selama berada di situs.

Dari hasil pengamatan di lapangan, dapat diketahui lama tinggal pengunjung wisata di Gunung Padang rata-rata 1–2 jam. Umumnya mereka datang sebagai kelompok-kelompok kecil atau rombongan berjumlah besar. Selama berada di situs pengunjung melakukan berbagai aktivitas bersama di halaman punden atau ruang-ruang terbuka sekitar punden. Cukup banyak aktivitas yang merugikan situs seperti membuang sampah, membunyikan alat musik bersuara keras, atau melakukan kegiatan yang beresiko merusak batuan punden atau bangunan secara keseluruhan.

Lama kunjungan ke punden berundak sebenarnya dapat dipersingkat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu dengan membatasi penggunaan ruang-ruang di sekitar punden.

Kebijakan:

  1. Menata situs, lingkungan mikro dan makro untuk mendukung kunjungan wisata;
  2. Melengkapi sarana pelayanan, keamanan, dan kenyamanan pengunjung;
  3. Manata jalur dan waktu kunjungan wisata;
  4. Menata kawasan lingkungan Gunung Padang sebagai kawasan wisata berbasis budaya dan pelestarian alam;
  5. Menetapkan kawasan Gunung Padang sebagai Kawasan Stratejik Nasional berbasis kebudayaan;
  6. Mendirikan museum situs; dan
  7. Memindahkan warung dan menara pandang ke lokasi yang lain. (Albert&Tim)