Beranda blog Halaman 3

Cendera Mata pada Sarasehan G20 Bidang Kebudayaan

0

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajak para delegasi G20 bergabung dalam kegiatan Sarasehan bersama peserta Pekan Konsolidasi Tenaga Budaya (PeKaT) dan Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) serta masyarakat di Kawasan Borobudur, Magelang, pada hari Minggu (11/09).

Kegiatan sarasehan yang digagas oleh Dirjen Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan dan Direktorat Pelindungan Kebudayaan, dalam kegiatan sarasehan ini para delegasi menerima cendera ramata berupa batik ketika akan memasuki area Pendopo Balkondes Ngargogondo.

Batik yang merupakan warisan budaya dari Indonesia serta yang telah di lukis dengan motif bunga menjadikan gambaran bahwa bunga memberi keindahan dan nikmat jika dipandang. Walaupun dimanapun bunga tumbuh pasti akan tetap indah. Filosofi itu menjadi tuntunan manusia dalam kehidupan agar senantiasa memberi keindahan dimanapun berada. Setelah menerima cinderamata berupa batik kemudian para delegasi berkeliling untuk melihat dan menikmati potensi-potensi budaya di Kawasan Borobudur yang dipamerkan di halaman lokasi. Banyak potensi  budaya yang dipamerkan disana dengan kajian Lapangan Analisis Ekosistem OPK yang termasuk dalam tahapan kegiatan Penyusunan Rencana Pelindungan Objek Pemajuan Kebudayaan di Kawasan Cagar Budaya Nasional Borobudur yang dilaksanakan oleh Direktorat Pelindungan Kebudayaan.

Kegiatan ini ditutup dengan para delegasi yang diajak untuk berpartisipasi dalam permainan tradisional  salah satunya gangsing. Para delegasi juga mendapatkan  cendera mata dari masyarakat muda di Kawasan Borobudur berupa klenting, sebuah kendi tanah liat yang digunakan untuk mengambil dan menampung air. Cendera mata tersebut menyimbolkan pesan ajakan untuk memelihara dan menjaga sumber air demi kelangsungan hidup generasi mendatang.

Kontributor : Dokumentasi dan Publkasi Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Diseminasi Rencana Pelindungan OPK di KCBN Borobudur

0

Magelang – Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Borobudur adalah Kawasan yang menyandang status penting, yaitu Warisan Dunia, Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional, Kawasan Strategis Nasional, dan terakhir sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas Nasional. Pengembangan KCBN Borobudur yang cepat perlu diimbangi dengan Pelindungan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) di Kawasan sekitar Borobudur untuk meningkatkan Kesejahteraan masyarakat dan juga mendukung pengembangan KCBN Borobudur itu sendiri. Dalam upaya Pelindungan OPK, Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan Penyusunan Rencana Pelindungan OPK di KCBN Borobudur.

Rencana Pelindungan Objek Pemajuan Kebudayaan yang lebih baik akan disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk talkshow Hasil Pendataan Objek Pemajuan Kebudayaan di Borobudur secara daring dan luring serta hasil Diseminasi kajian Borobudur dalam Rangka Rencana Pelindungan OPK.

Pelaksanaan Diseminasi ini mendapatkan momentum yang tepat dengan diadakannya acara internasional yang disebut Presidensi Group of 20 (G20). Tahapan dari G20 adalah Rapat tingkat menteri mengenai Kebudayaan yang dilaksanakan di Kawasan candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Selain Candi Borobudur, di kawasan Candi Borobudur terdapat Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang dimiliki oleh masyarakat. OPK tersebut memiliki peran penting di masyarakat dan menarik untuk disajikan pada saat G20 sebagai warisan budaya takbenda di Indonesia. Memperkenalkan OPK di kawasan Borobudur ini perlu dilaksanakan untuk memperlihatkan kayanya indonesia dan menjadi jalan melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan Objek Pemajuan kebudayaan.

Kontributor : Dokumentasi dan Publikasi Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Menuju Terbitnya Regulasi Penyelenggaraan Register Nasional Cagar Budaya

0

Jakarta – Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI melaksanakan diskusi kelompok terpumpun atas Rancangan Peraturan Mendikbudristek tentang Penyelenggaraan Register Nasional Cagar Budaya, pada 7 September 2022 di Jakarta. 

Kegiatan ini bertujuan menjaring masukan dan usulan untuk pengayaan rancangan peraturan yang akan dijadikan pedoman dan rujukan bagi pemangku kepentingan dalam mengoptimalkan pelaksanaan register nasional cagar budaya di dalam maupun di luar negeri.  Penyusunan rancangan peraturan ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya, sehingga perlu disusun peraturan turunan yang dapat menguraikan dan memperjelas tiap-tiap pasal mengenai penyelenggaraan Register Nasional Cagar Budaya. 

Direktur Pelindungan Kebudayaan, Irini Dewi Wanti mengatakan bahwa pedoman ini tidak saja akan jadi rujukan oleh pemangku kepentingan di bidang kebudayaan, namun juga oleh pihak yang memiliki keterkaitan dan beririsan dengan cagar budaya.  “Regulasi ini berimplikasi untuk masa depan dan berlaku sepanjang undang-undang yang memayunginya juga masih berlaku” tambahnya di sela-sela menutup acara.

Peraturan yang mengatur teknis pelaksanaan register nasional cagar budaya ini memuat tujuh poin yang terintegrasi dan berkaitan, yaitu Pendaftaran, Pengkajian, Penetapan, Pemeringkatan, Pencatatan, Penghapusan, hingga Pengalihan Kepemilikan Cagar Budaya.  Pendaftaran, merupakan upaya Pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya. Pengkajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya terhadap objek yang telah didaftarkan untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya, Penetapan, yaitu pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya; Pencatatan, terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya ke dalam Register Nasional Cagar Budaya;  Pemeringkatan, dilakukan berdasarkan kepentingan pemerintah dan pemerintah daerah terhadap Cagar Budaya yang telah ditetapkan menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya;  Penghapusan, terhadap objek yang telah ditetapkan status Cagar Budayanya dalam Register Nasional hanya dapat dilakukan oleh Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya tingkat Pemerintah;  dan, pengalihan hak kepemilikan dan penguasaan.

Diskusi Kelompok Terpumpun Penyusunan Rancangan Peraturan Mendikbudristek tentang Penyelenggaraan Register Nasional ini melibatkan narasumber yang sejak awal dilibatkan untuk menyusun rancangan peraturan, antara lain Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Marsis Sutopo; Ketua Perkumpulan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Wiwien Djuwita; Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta, Gatot Ghautama; dan Perancang Peraturan Perundang-undangan Badan Keahlian DPR RI, Bagus Prasetyo.  Hadir pula dalam urun rembuk, perwakilan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Banten, Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, dan Biro Hukum Kemdikbudristek.  Peraturan ini ditargetkan dapat terbit dan disahkan di tahun 2022 sehingga dapat diimplementasikan sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia.

Kontributor : Dokumentasi dan Publikasi Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Pemasangan Tanda Pelindungan Umum Hukum Humaniter Pada Candi Borobudur dan Candi Prambanan

0

Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemdikbudristek RI melaksanakan pelaporan tugas dalam rangka hasil kunjungan lapangan koordinasi pemasangan tanda pelindungan umum Hukum Humaniter Internasional di Borobudur dan Prambanan yang berlangsung pada 31 Agustus–2 September 2022. Kegiatan ini menindaklanjuti surat Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Nomor B-2572/HK.02.02/08/2022 tanggal 26 Agustus 2022 perihal Tindak Lanjut Penetapan Status Pelindungan Pada Cagar Budaya di Indonesia, bahwa pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Den Haag 1954 yang mana dalam konvensi tersebut diamanatkan bahwa Pemerintah Indonesia memberikan penandaan (marking) terhadap benda-benda budaya yang dimiliki sebagai bagian dari bentuk penghormatan Hukum Humaniter Internasional.

Sehubungan dengan hal tersebut, guna memastikan tanda pelindungan yang ada di Kawasan Candi Borobudur dan Candi Prambanan sesuai dengan aturan hukum internasional yang berlaku, maka Ditjen Kebudayaan secara  bersama-sama dengan KemenkumHAM c.q. Ditjen Administrasi Hukum Umum c.q. Dit Otoritas Pusat Hukum Internasional, Kemenko Polhukam C.q. Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM c.q. Asdep Koordinasi Bidang Hukum Internasional bertindak sebagai anggota tim PANTAP Hukum Humaniter Internasional perlu melakukan penggantian tanda pelindungan khusus menjadi tanda pelindungan umum pada kawasan candi yang dimaksud. Penggantian tanda pelindungan dari khusus menjadi umum telah dilaksanakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang relevan khususnya dalam hukum internasional.

Kegiatan dilaksanakan dengan melibatkan K/L terkait  bersama dengan PANTAP Hukum Humaniter. Sebagai langkah lanjutan, tim juga menyiapkan persyaratan register yaitu logo perlindungan khusus yang terdaftar dan disetujui dalam  international register of cultural property under special protection. Kegiatan ini akan dipimpin oleh KemenkoPolhukam. Sejauh ini belum ada pendaftaran dan penerimaan untuk hal tersebut. Dirjen Kebudayaan juga didorong untuk segera menyiapkan instrumen hukum nasional pelindungan benda budaya dalam masa damai dan konflik bersenjata dalam rangka persiapan ratifikasi Protokol 2 (pelindungan yang dipertinggi).

Komtributor: Aryudhi Saputra
Direktorat Pelindungan Kebudayaan
Penyunting Naskah: Dokumentasi dan Publikasi
Direktorat Pelindungan Kebudayaan

kajian lapangan zonasi Kawasan Cagar Budaya Sangiran

0

Sejak tahun 1934, ketika Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald menggegerkan dunia dengan penemuan fosil dan artefak manusia purba di Sangiran, Kawasan Cagar Budaya Nasional Sangiran menjadi salah satu pusat penelitian kehidupan manusia purba di Indonesia. Tidak hanya manusia, namun juga lingkungan hidup di sekitarnya seperti flora dan fauna yang hidup berdampingan di masa itu. Manusia pada saat itu telah memanfaatkan kekayaan alam untuk bertahan hidup. Hal ini dibuktikan dengan adanya alat-alat batu yang tersebar di Situs Sangiran.

Kawasan Cagar Budaya Nasional Sangiran diketahui memiliki empat formasi yang menjadi representasi kehidupan manusia purba. Berdasarkan yang tertua, formasi tersebut diurutkan menjadi: Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan Formasi Notopuro. Formasi Kalibeng dibuktikan dengan lapisan batu gamping dan lempung. Formasi ini diduga merupakan endapan laut sebelum manusia dapat menempati wilayah tersebut. Sehingga, di formasi ini masih steril dari sisa-sisa kehidupan manusia.

Selanjutnya, litologi lempung hitam Formasi Pucangan yang sudah mulai dihuni oleh manusia. Formasi ini diperkirakan berusia 1,7 juta tahun yang lalu sampai 900 ribu tahun yang lalu. Pada lapisan ini ditemukan fosil manusia Homo erectus, fosil fauna berupa Bovidae dan Cervidae, serta berbagai mikro biota yang hidup di kehidupan rawa.

Lalu, ada Formasi Kabuh yang terletak di atas Formasi Pucangan. Litologi formasi ini berupa pasir, kerikil, dan batu tuff yang tersusun secara silang siur, menandakan adanya indikasi kehidupan sungai di formasi ini. Formasi ini juga merupakan hasil erupsi gunung api sekitar 700 ribu sampai 250 ribu tahun yang lalu. Formasi ini memiliki kekayaan temuan dibandingkan formasi-formasi lainnya.  Homo erectus tibilik diduga sudah mendiami formasi ini beserta fauna-fauna di sekitarnya dan telah mengalami perkembangan budaya yang lebih pesat dibanding formasi sebelumnya.

Formasi termuda, yaitu Formasi Notopuro merupakan pengendapan material vulkanik. Jika di Formasi Kabuh terjadi indikasi adanya sungai, maka di formasi ini diperkirakan sungai tersebut sudah tertutupi oleh material piroklastik seperti kerikil dan abu dari letusan Gunung Lawu. Di formasi ini terjadi perubahan lingkungan hidup yang tadinya sungai menjadi lahan terbuka berupa stepa. Tidak ditemukan fosil manusia di formasi ini, karena diduga manusia sudah berpindah ke aliran Sungai Bengawan Solo di sebelah timur. Namun, masih ditemukan fosil fauna yang artinya fauna masih mendiami formasi ini.

kekayaan bukti kehidupan manusia di masa lalu ini lah, diperlukan upaya untuk melindungi kandungan yang ada di dalamnya. Salah satu upaya untuk melindungi situs ini yang dilakukan oleh Direktorat Pelindungan Kebudayaan adalah penyusunan kajian sistem zonasi. Zonasi dibuat untuk melindungi dan mengatur penggunaan kawasan cagar budaya agar senantiasa lestari serta memberikan manfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya. Tak terkecuali untuk Kawasan Cagar Budaya Nasional Sangiran di Jawa Tengah.

Direktorat Pelindungan Kebudayaan mulai tanggal 30 Agustus s.d. 3 September 2022 melakukan kajian lapangan zonasi Kawasan Cagar Budaya Sangiran. Kajian zonasi merupakan tindaklanjut dari penetapan Satuan Geografis Sangiran sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 019/M/2015. Kajian lapangan ini melibatkan tim dari BPSMP (Balai Pelestarian Situs Manusia Purba) Sangiran serta narasumber di bidang arkeologi, planologi, dan antropologi, yaitu: Prof. Harry Widianto (palaeontologi), Yunus Arbi (arkeologi), Firman (planologi), dan Masdar Farid (antropologi). Kemudian membentuk beberapa tim dalam kajian lapangan ini, antara lain: tim arkeologi menyusuri batas delineasi kawasan cagar budaya, tim antropologi melakukan wawancara dengan masyarakat setempat dan planologi melakukan koordinasi dengan beberapa pemerintah daerah setempat terkait tata ruang dan tata guna lahan.

Kajian lapangan ini menghasilkan penyepakatan pembagian Sistem Zonasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Sangiran menjadi tiga zona, yaitu: Zona Inti, Zona Penyangga, dan Zona Pengembangan dengan luas mencapai 59,21 km2. Setelah tahap kajian lapangan dilakukan, selanjutnya merupakan tahap penyusunan draft kajian oleh masing-masing narasumber sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh ketika di lapangan.

Perlunya Sinergi Lintas Elemen Untuk Pengelolaan Situs Gunung Padang

0

Jawa Barat – Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek RI  baru-baru ini menggagas perlunya penyusunan Kajian Pengelolaan Situs Cagar Budaya Nasional Gunung Padang. Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi pola pengelolaan Situs Cagar Budaya Nasional Gunung Padang secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya yang bermuara pada kepentingan masyarakat luas dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar.  

Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus hingga 3 September 2022 ini meliputi kunjungan lapangan ke Situs Gunung Padang, berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di wilayah setempat, dan diskusi kelompok terpumpun dengan pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar Gunung Padang.  Koordinasi dilakukan melalui kunjungan dan audiensi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Cianjur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cianjur, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Cianjur, Kantor Pertanahan/ATR BPN Kabupaten Cianjur, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Cianjur, Kantor Kecamatan Campaka, dan Kantor Desa Karyamukti.  Kunjungan ini dimaksudkan untuk menggali lebih dalam informasi dan data yang akan digunakan sebagai acuan penyusunan naskah.

Pada salah satu kunjungan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, Iwan, Kepala Bidang Destinasi Pariwisata menginformasikan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA), data kunjungan ke Situs Gunung Padang, dan program pengembangan destinasi wisata dan potensi wisata yang ada di Kabupaten Cianjur. Data potensi objek, lokasi, jarak, dan keterjangkauan objek diperlukan untuk melihat kemungkinan apakah potensi-potensi yang ada di sekitar Gunung Padang dapat dijadikan satu sirkulasi kunjungan sehingga nantinya dapat mengurai arus kunjungan wisata ke Gunung Padang. Hal ini dinilai penting demi menjaga kelestarian Situs Gunung Padang.  Lebih jauh lagi Iwan menjelaskan bahwa saat ini Disbudpar sedang membangun aplikasi yang di dalamnya akan terdapat informasi pariwisata di Kabupaten Cianjur, termasuk fitur booking tiket daring. Dia juga menambahkan bahwa ada rencana pengelolaan Tradisi Karinding di sekitar Situs Gunung Padang sesuai dengan masukan masyarakat.  Tentu saja sinergi para pemangku kepentingan ini diperlukan demi kelestarian dan terlindunginya Situs Gunung Padang. 

Mengunjungi langsung Situs Cagar Budaya Nasional Gunung Padang juga menjadi agenda pengumpulan data bahan naskah kajian.  Dalam kesempatan tersebut, tim kajian merumuskan rekayasa alur kunjungan wisatawan agar Situs Gunung Padang tetap terjaga kelestariannya dan meminimalisasi kerusakan di area situs. Kunjungan ini juga menyasar pada kondisi sarana dan prasarana yang ada di lokasi,  identifikasi potensi destinasi lain di sekitar situs baik berupa destinasi wisata berbasis alam maupun budaya, dan survey kepada masyarakat setempat tentang  paradigma masyarakat terhadap Situs Gunung Padang dan bagaimana harapan mereka ke depan.

Penghujung kegiatan kunjungan ini adalah Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) dengan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan Situs Gunung Padang, yang diselenggarakan pada 1 September 2022. Beberapa usulan diberikan oleh peserta diskusi, salah satunya usulan oleh perwakilan budayawan mengenai pembentukan Badan Pengelola Situs Gunung Padang yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Dalam DKT yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam tersebut para undangan juga bertukar pikiran dan informasi terkait pengelolaan Situs Gunung Padang saat ini serta rencana-rencana ke depan. Subkelompok Kerja Warisan Budaya Dilindungi, Abi Kusno pada penutupan kegiatan menyampaikan harapan agar kegiatan seluruh pemangku kepentingan beserta komunitas dan masyarakat dapat bersinergi dalam pengelolaan Situs Gunung Padang sehingga dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya untuk masyarakat.

Muara kegiatan ini nantinya adalah terbitnya sebuah naskah akademik yang juga memuat rencana aksi sehingga harapannya bisa dijadikan rujukan bagi pembuat kebijakan di tingkat pusat maupun daerah. Penyusunan naskah ini melibatkan 4 (empat) narasumber dari kalangan para ahli, yaitu Lutfi Yondri dari BRIN (ahli manajemen sumber daya budaya), Roby Ardiwidjaja dari BRIN (ahli bidang pariwisata berbasis budaya), R. Widiati dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (arkeolog), dan Dede Tresna Wiyanti Asosiasi Antropolog Indonesia (antropolog).

Kontributor: Asri Cahyani Dokumentasi dan Publikasi
Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Penandatanganan berita acara serah terima Museum Natuna antara Direktorat Pelindungan Kebudayaan dengan Pemerintah Kabupaten Natuna

0

Direktorat Pelindungan Kebudayaan melaksanakan serah terima Museum Natuna kepada Pemerintah Kabupaten Natuna melalui Bupati Natuna, Wan Siswandi di Kantor Bupati Natuna pada Jumat, 2 September 2022.

Wan Siswandi dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Direktur Pelindungan Kebudayaan. Berharap dengan adanya Museum Natuna dapat menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Natuna.

Museum Natuna yang berlokasi di Kompleks Masjid Agung Natuna dengan luas bangunan 5.280 m2 dan dibangun melalui anggaran Direktorat Pelindungan Kebudayaan Tahun Anggaran 2018, 2019, dan 2021. Saat ini pengerjaan pembangunan dan tata pamer Museum Natuna telah selesai. Museum ini akan menjadi museum terbesar di Natuna.

Dalam kesempatan ini Irini Dewi Wanti selaku Direktur Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyampaikan bahwa dalam 2 (dua) tahun kedepan Museum Natuna bisa mengajukan standarisasi museum. Yang nantinya menjadi salah satu persyaratan mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) Museum.

Wan Siswandi mengatakan perlunya bantuan dari Kemdikbudristek dalam hal tindak lanjut operasional museum.

Akhir kegiatan dilakukan penandatanganan berita acara serah terima Museum Natuna antar kedua belah pihak dan foto bersama.

Kontributor : Dokumentasi dan Publikasi
Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Technical Evaluation Mission terhadap “Usulan Nominasi Warisan Dunia Sumbu Kosmologis Yogyakarta”

0

Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan pertemuan dengan tenaga ahli ICOMOS (The International Council on Monuments and Sites) dan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka Technical Evaluation Mission terhadap usulan nominasi Warisan Dunia Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang bertempat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 22 – 27 Agustus 2022.

The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmark saat ini sedang dinominasikan sebagai Warisan Dunia UNESCO. Warisan Dunia adalah Cagar Budaya atau Cagar Alam yang keberadaannya memiliki arti penting bagi umat manusia.  Cagar Budaya atau Cagar Alam yang dinominasikan harus melalui tahapan pengecekan administrasi dan substansi sebelum dinyatakan layak untuk menjadi Warisan Dunia. ICOMOS merupakan salah satu badan penasehat Komite Warisan Dunia UNESCO yang telah diberi mandat untuk melakukan evaluasi substansi terhadap nominasi Warisan Dunia secara independen.

Tugas ICOMOS adalah mengecek berkas dan mempelajari substansi nominasi, mulai dari nilai universal luar biasa yang diajukan, kriteria yang diusulkan, kondisi keaslian dan integritas atribut, hingga rencana pengelolaan. Setelah evaluasi ini, ICOMOS akan memberikan rekomendasi tertulis kepada Komite Warisan Dunia untuk disidangkan pada pertemuan tahunan Komite Warisan Dunia. Komite kemudian bertanggung jawab atas keputusan akhir mengenai nominasi tersebut.

Kegiatan pertemuan ini merupakan rangkaian dari Technical Evaluation Mission terhadap The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmark dan dihadiri oleh Vasu Poshyanandana (Secretary General of ICOMOS Thailand), Dian Lakshmi Pratiwi (Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta), Singgih Raharja (Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta), Beny Suharsono (Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta), Desse Yussubrasta (Koordinator Kelompok Kerja Warisan Budaya Dunia), Gatot Ghautama (Tenaga Ahli Warisan Dunia), dan Bambang Eryudhawan (Tenaga Ahli Warisan Dunia).

Vasu Poshyanandana selaku Secretary General of ICOMOS Thailand mengatakan “ICOMOS ditunjuk oleh Komite Warisan Dunia UNESCO untuk melakukan evaluasi dan memeriksa kesesuaian isi berkas nominasi dengan kondisi atribut di lapangan yang merupakan salah satu rangkaian penilaian nominasi Warisan Dunia.”

Pada kesempatan yang sama, Singgih Raharja selaku Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan, “Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah menyiapkan berbagai rencana untuk mendukung nominasi Sumbu Kosmologis Yogyakarta, antara lain mengatur sarana transportasi dan lalu lintas, melakukan kajian daya dukung kunjungan, dan juga menyiapkan sistem reservasi secara daring.Kami juga sudah menyiapkan aplikasi reservasi Jogja yang memudahkan reservasi sekaligus mengetahui jumlah pengunjung. Selain itu, kami juga akan mengembangkan beberapa daya tarik baru disekitar area nominasi yang tentunya akan didukung oleh sektor-sektor lain.”

Sejalan dengan itu, Beny Suharsono selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan, “Kabupaten Bantul berkomitmen untuk mengawal dan menjaga kawasan yang menjadi nominasi yang akan dinilai oleh UNESCO. Dengan adanya label “dunia” dari UNESCO, Yogyakarta bukan akan dibentuk menjadi kota metropolis namun kota dengan bernafaskan budaya.”

Desse Yussubrasta selaku Koordinator Pokja Warisan Budaya Dunia mengatakan “Yogyakarta memiliki kekuatan tersendiri di bidang pariwisata dibandingkan daerah-daerah lain. Salah satunya adalah karena Yogyakarta masih ada memiliki sultan, jadi saya rasa Yogyakarta siap untuk menjadi warisan budaya.” Tujuan Technical Evaluation Mission adalah untuk mengecek kesesuaian isi berkas nominasi dengan kondisi lapangan dan menggali berbagai informasi relevan yang berkaitan dengan usulan. Evaluator dari ICOMOS diajak untuk melihat berbagai Cagar Budaya yang dijadikan atribut nominasi, termasuk ke wilayah penyangga atau buffer zone, dan berdialog dengan perwakilan masyarakat untuk meminta tanggapan mereka terhadap usulan Sumbu Kosmologis Yogyakarta.

Kontributur : Dokumentasi dan Publikasi
Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Pelindungan Situs Cagar Budaya Liyangan Melalui Kajian Pengelolaan

0

Lereng Timur Gunung Sindoro, pada ketinggian 1100 – 1165 mdpl, terdapat sebuah situs pemukiman kuno  yang berkembang sekurang kurangnya  abad ke-2 (dua) dan berhenti akibat meletusnya Gunung Sindoro pada abad 11 Masehi. Jika dikaitkan dengan kepercayaan masyarakatnya, maka dapat dibagi dalam dua fase besar, yaitu fase sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha dan  fase Hindu-Buddha yang datang dari India.

Letak Situs Liyangan menempati  2 (dua) desa, yaitu Desa Purbosari dan  Desa Tegalrejo, Kec. Ngadirejo, Kab. Temanggung, Jateng. Penetapan Situs Liyangan sebagai Cagar Budaya berdasarkan SK Bupati Temanggung No. 432/276 Tahun 2018 (tingkat Kabupaten)  dan SK Gubernur Jawa Tengah No. 432/30 Tahun 2020 (tingkat Provinsi). Saat  ini Situs Liyangan sedang dalam proses untuk ditetapkan menjadi tingkat Nasional.

Situs Liyangan mulai terkuak pada tahun 2008 karena adanya aktivitas penambangan pasir oleh masyarakat dengan ditemukannya boulder batu. Lalu tahun 2009  Balai Arkeologi Yogyakarta mulai meneliti situs itu. Dari hasil penelitian dengan keragaman temuannya terungkap bahwa situs Liyangan dulunya adalah pemukiman kuno yang   memiliki  komponen lengkap dan sudah menunjukkan peradaban yang maju. Situs Liyangan ini terdapat temuan yang merupakan komponen hunian, peribadatan dan pertanian yang tidak dimiliki oleh situs lainnya. Situs ini  menyimpan jejak bencana erupsi gunung berapi, termasuk indikasi mitigasi bencana. Penemuan berupa keramik zaman Dinasti Tang mengindikasikan sudah adanya interaksi dengan dunia luar yang menggambarkan masyarakat yang berbudaya tinggi pada masa tersebut.

Situs Liyangan dapat dikatakan  merupakan  peradaban yang sudah maju sejak seribu tahun yang lalu; peradaban Liyangan kuno. Situs Liyangan, tersegel oleh material vulkanis yang sangat tebal hasil erupsi Gunung Sindoro sehingga tidak mudah untuk membukanya. Namun ketebalan material yang menyegel situs Liyangan sebenarnya “menguntungkan” karena dengan begitu data arkeologi justru terawetkan dengan baik, meskipun diperlukan teknik dan strategi yang sangat khusus untuk mendapatkan data dengan baik

Sejak   ditemukan tahun 2008 hingga 2019, pemerintah melalui BALAR/Balai Arkeologi Yogya, BPCB/Balai Pelestarian Cagar Budaya Jateng, Direktorat PCBM/Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman telah  melakukan berbagai aktivitas pelestarian Cagar Budaya seperti  Survey, Ekskavasi penyelamatan, sosialisasi, pembuatan fasilitas  pelindungan, pemugaran, pembebasan tanah, pendataan temuan,   pengangkatan juru pelihara dan tenaga keamanan, konservasi, melakukan berbagai kajian, studi teknis, Kajian Delineasi dan lainnya.

Selanjutnya Direktorat Pelindungan Kebudayaan, BPCB Jateng  pada tahun 2020 – 2021 terus melakukan upaya pelestarian situs Liyangan dengan melakukan ekskavasi, pemugaran, kajian dan penguatan konten kanal budaya, melalui pembuatan video dokumenter. serta melakukan zonasi situs Liyangan.

Koordinasi dan wawancara dengan Kepala Desa Tegalrejo

Konsep pelestarian yang akan dijadikan sebagai acuan penyusunan Model Pengelolaan Cagar Budaya Situs Liyangan merupakan konsep yang tidak hanya melestarikan wujud fisik dari keberadaan situs melainkan juga melestarikan nilai-nilai budaya yang ada. Sesuai dengan Undang-Undang No 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya (wujud material/tangible) dan nilainya (esensi material/intagible) dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pengelolaan Cagar Budaya merupakan upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan merupakan pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya atau aspek komersial adaptif.

Tim penyusun sedang melakukan pengecekan temuan Cagar Budaya di Situs Liyangan

Pada tahun 2022 ini, Direktorat Pelindungan Kebudayaan melakukan Kajian Pengelolaan Situs Cagar Budaya Liyangan. Penyusunan Kajian ini adalah keberlanjutan dari Pelindungan cagar budaya yang tetap mensejahterakan masyarakat sekitar. Kegiatan penyusunan kajian Pengelolaan situs ini terdiri dari rapat-rapat persiapan secara daring, pengumpulan data di lapangan, penyusunan naskah kajian, diskusi kelompok terpumpun dan penyempunaan hasil kajian. Dalam penyusunannya dilakukan oleh empat orang ahli yang terdiri dari Drs. Sugeng Riyanto, M.Hum (Arkeolog /BRIN), Dr. Agi Ginanjar, S.S., S.E.,M.Si.(CRM, sumber daya budaya, ahli pemasaran), Dr. Maria Tri Widayati, S.S., M.Pd (Ahli Pariwisata), dan Putri Novita Taniardi, S.Ant, M.A (Antropolog/BRIN).

Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 22 – 27 Agustus 2022, Tim penyusun dengan Tim Direktorat Pelindungan Kebudayaan dan Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan pengumpulan data di situs Liyangan dan kawasan sekitar situs. Data dikumpulkan dengan melakukan Observasi Lapangan, Studi Dokumen, dan wawancara dengan para pemangku. Saat melakukan pengumpulan data, para ahli di lapangan  melakukan diskusi mengenai Situs Liyangan, membahas secara rinci  berdasarkan hasil observasi awal dan pengalaman dalam setiap bidangnya. Kegiatan pengumpulan data terus berlangsung dan akan dipaparkan kepada masyarakat pada tahapan Diskusi Kelompok Terpumpun untuk klarifikasi data dan penguatan Kajian Pengelolaan Situs Liyangan.

Kontributor : Lindia Chaerosti
Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Penyunting Naskah : Dokumentasi dan Publikasi
Direktorat Pelindungan Kebudayaan


Forum Konsultasi Publik Standar Pelayanan Direktorat Pelindungan Kebudayaan

0

Manajemen Perubahan memiliki tujuan mengubah secara sistematis konsisten dari sistem mekanisme kerja organisasi serta pola pikir budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance, melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi).

Reformasi birokrasi pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi diantaranya penguatan tata laksana dan penguatan kualitas pelayanan publik. Direktorat Pelindungan Kebudayaan, sebagai instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik di bidang pelindungan kebudayaan, akan menetapkan Standar Pelayanan berdasarkan regulasi yang berlaku dengan tujuan optimalisasi pelayanan kepada para stakeholder bidang kebudayaan.

Untuk mewujudkan penguatan kualitas pelayanan publik, Direktorat Pelindungan Kebudayaan melakukan kegiatan Forum Konsultasi Publik Standar Pelayanan di Hotel Century, Jakarta (23/08/22). Adapun Konsep Standar Pelayanan :

  1. Standar Pelayanan Rekomendasi Pemberian Nomor Pendaftaran Nasional Museum
  2. Standar Pelayanan Rekomendasi Surat Keterangan pendaftaran Museum
  3. Standar Pelayanan Pnegusulan Warisan Budyaa Takbenda (WBTB) Indonesia menjadi Intangible Cultural Heritage (ICH)
  4. Standar Pelayanan Pengusulan Warisan Budaya Indonesia menjadi World Heritage Culture (WHC)
  5. Standar Pelayanan Penerbitan Surat Keterangan Cagar Budaya/ Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) atau Bukan Cagar Budaya (CB)/ Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB)
  6. Standar Pelayanan Rekomendasi Perizinan Pelindungan Cagar Budaya

Kegiatan dibuka oleh Rusmisyati selaku Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat Pelindungan Kebudayaan dan melibatkan perwakilan berbagai pihak dari Biro Organisasi dan Tatalaksana Kemendikbudristek, Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Museum Nasional, Museum Sejarah Jakarta, Galeri Nasional, Museum Basoeki Abdullah, Museum Kebangkitan Nasional, Museum Sumpah Pemuda, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Balai Kirti, Kelompok Kerja Penetapan Dit Pelindungan Kebudayaan, Kelompok Kerja Inventarisasi dan Pengelolaan Sistem Dit Pelindungan Kebudayaan, Kelompok Kerja Warisan Budaya Dunia Dit Pelindungan Kebudayaan, dan Komunitas di bidang Kebudayaan.

Standar Pelayanan ini nantinya menjadi tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat/stakeholder dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur.

Kontributor : Publikasi dan Dokumentasi
Direktorat Pelindungan Kebudayaan