Situs Liyangan-Temanggung-Museum
Salah satu reruntuha di Situs Liyangan dengan latar Gunung Sindoro. Difoto pada 29 Januari 2016.

Studi teknis pemugaran yang dilaksanakan di Situs Liyangan menitikberatkan pada tata cara dan teknis pelaksanaan pemugaran Cagar Budaya. Juga didasari data-data yang telah dikumpulkan, berupa data arsitektural, struktural, material dan lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan analisis data untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab kerusakan struktur dan bangunan. Kemudian menurunkan satu analisis lagi untuk menjelaskan potensi ancaman yang ditimbulkan akibat kerusakan tersebut. Dari analasis tersebut menghasilkan prioritas-prioritas dan rekomendasi, yaitu:

Berdasarkan kondisi di lapangan (dari data yang terkumpul) harus ada skala prioritas penanganan untuk pekerjaan pemugaran. Sebagai prioritas awal yang dianggap mendesak untuk dipugar adalah pagar candi (pagar dalam 1) dan dinding halaman dua (talud halaman 2). Lingkungan situs juga masuk dalam prioritas awal pekerjaan, sebagai langkah antisipatif menghindari efek rusaknya lingkungan terhadap bangunan/struktur.

  1. Kemudian bangunan dan struktur lain dengan tingkat kerusakan yang rendah seperti bangunan candi 1 dan candi 2, batur 1, batur 2a, batur 2b, batur 2c, batur 2d, batur 3, dinding halaman 1 (talud halaman 1) dan talud boulder 1 serta talud boulder 2, masuk dalam prioritas kedua setelah pekerjaan pemugaran pagar candi dan dinding halaman dua telah dilakukan.
  2. Untuk bangunan maupun struktur lainnya yang tidak masuk dalam kedua skala prioritas di atas, dianggap masih perlu kajian lebih lanjut. Tinggalan seperti petirtaan dan lainnya yang belum tersingkap secara keseluruhan, direkomendasikan untuk ditindaklajuti berupa ekskavasi penelitian maupun ekskavasi penyelamatan dalam rangka menelusuri bentuk asli dari tinggalan-tinggalan tersebut.

Hasil kajian konservasi menjelaskan bahwa Situs Liyangan mengalami perkembangan yang dinamis. Hal ini karena penggalian masih terus dilakukan, baik penggalian dalam rangka penelitian arkeologi maupun penggalian untuk penambangan pasir. Setiap tahun selalu ditemukan struktur dan temuan baru, sehingga permasalahan yang dihadapi semakin berkembang. Beberapa temuan baru belum ada pada saat kajian ini direncanakan. Namun temuan baru tersebut saat ini muncul dan memerlukan pemikiran untuk pemecahan masalahnya.

Beberapa temuan baru, seperti selasar maupun petirtaan, merupakan hasil penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Dengan ditemukannya berbagai komponen baru di Situs Liyangan berarti data yang dijumpai semakin bertambah dan bervariasi. Akumulasi dan ragam temuan juga semakin banyak dan kompleks. Kondisi seperti ini tentunya menuntut untuk dilaksanakannya langkah-langkah pelestarian yang tepat, dan mampu mengakomodir pelestarian pada semua komponen situs. Dalam rangka memudahkan pelestarian dan memberikan skala prioritas pada upaya pelestarian situs maka perlu di susun standar dan pengelompokan temuan sesuai dengan tingkat kerentanan dan kerusakannya.

Berdasarkan pada intensitas temuan dan ragam temuan yang semakin bertambah dan berkembang, maka perlu dilakukan penilaian/assesment untuk melihat risiko yang dihadapi oleh masing-masing temuan. Dengan adanya penilaian risiko, maka akan dapat diputuskan objek mana yang lebih prioritas untuk ditangani. Menurut tinjauan kebencanaan, risiko merupakan fungsi dari kerentanan, ancaman, dan kapasitas. Ancaman yang ada untuk setiap unsur dalam situs tersebut relatif sama, yang berbeda adalah tingkat kerentanannya sesuai dengan jenis material penyusunnya. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, maka tingkat kerentanan dari masing-masing temuan penting yang ada di Situs Liyangan meliputi kerentanan tingkat rendah, sedang sampai tinggi.

Keberadaan sumberdaya arkeologi di Situs Liyangan, semakin mempertegas peran penting kawasan ini di masa lalu. Hasil kajian yang dilakukan tim pendirian Museum Situs Liyangan memperlihatkan karakteristik situs dan tinggalan sangat berpeluang untuk dimanfaatkan dalam bentuk museum. Berdasarkan pertimbangan estetika lingkungan, maka lokasi yang direkomendasikan untuk Museum Situs Liyangan adalah sebidang tanah yang berjarak sekitar 200 meter sebelah timur situs dengan luas lokasi yang diperlukan sekitar 10.000 meter persegi (1 hektar) untuk keperluan lahan bangunan dan halamannya. Oleh karena itu perlu adanya upaya tindak lanjut berupa:

  1. Kajian khusus mengenai Museum Situs Liyangan untuk menetapkan kebutuhan ruang, desain tata pamer, luas bangunan, desain bangunan, aspek kualitas pelayanan, dll
  2. Pembebasan tanah di sepanjang area sebelah timur dan utara situs, untuk menghentikan kegiatan penggalian pasir. Kegiatan penggalian ini telah memunculkan tebing tanah setinggi 10 hingga 12 meter yang rawan longsor pada musim hujan. Kondisi seperti ini sangat membahayakan kelestarian Situs Liyangan.
  3. Melakukan konservasi dinding tanah sepanjang 20 meter, dan tinggi 10 meter sebagai contoh stratigrafi Situs Liyangan. Area di sekitar tebing stratigrafi ini perlu dibebaskan untuk menghentikan kegiatan penggalian pasir. Luas lahan yang perlu dibebaskan untuk keperluan tersebut sekitar lebih kurang 10.000 meter persegi. (Albert&Tim)