Replika biola milik W.R. Supratman, biola asli disimpan di storage Museum Sumpah Pemuda.

Melalui biola pemberian kakaknya, W.R. Soepratman memersembahkannya kepada pemuda

Gedung sederhana itu beratap pelana, dindingnya bercat putih, kusen dan kesepuluh tiang kecil penyangga kanopi bercat hijau. Delapan puluh sembilan tahun lalu, gedung yang menghadap ke timur ini menjadi saksi peristiwa yang sangat penting bagi lahirnya Indonesia. Para pemuda dari berbagai suku bangsa berikrar untuk mengakui tanah Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, lagu kebangsaan Indonesia pun dikenalkan di gedung ini. Melalui biola pemberian kakaknya, W.R. Soepratman memersembahkannya kepada pemuda, kepada Indonesia.

Tiga tahun sebelumya, gedung ini menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java. Kegiatan kepanduan, diskusi politik dan latihan kesenian Jawa dilakukan di gedung ini. Hingga akhirnya gedung ini dijuluki Langen Siswo. Sementara pelajar lain menjulukinya “dame du palais”

Rumah itu milik Sie Kong Liong

Rumah milik Sie Kong Liong seluas 460 meter persegi itu penuh dengan lembar-lembar sejarah. Di gedung ini karya sastra Muhammad Yamin dan Aboe Hanifah lahir. Di tempat ini pula, Amir Sjarifudin, pimpinan redaksi majalah Pujangga Baru, pernah tinggal.

Setahun kemudian, tempatnya pada September 1926, gedung ini menjadi pusat kegiatan Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Dalam salah satu diskusi, Sukarno hadir dan mengatakan “sudahlah, tidak perlu banyak teori. Mari kita pikirkan apa yang akan kita perbuat, bagaimana mempersiapkan rakyat kita. Itu lebih baik kita pikirkan sekarang”.

Teras Museum Sumpah Pemuda.

Atas jasanya itu, bangunan yang sekarang berada di Jalan Kramat Raya No. 106 ini diubah menjadi Museum Sumpah Pemuda. Museum tempat kita mengenang, belajar dan menghargai Indonesia sesungguhnya.