Oleh: Leliek Agung Haldoko, Yudi Suhartono, Arif Gunawan

Balai Konservasi Borobudur

Preservasi dan restorasi

Tinggalan bawah air memiliki nilai penting bagi sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, sehingga dapat ditetapkan sebagai cagar budaya. Pelestarian cagar budaya tinggalan bawah air sangat penting untuk dilakukan, karena tingginya nilai penting cagar budaya tersebut, serta umumnya telah mengalami kerusakan dan pelapukan. Oleh karena itulah diperlukan tindakan konservasi.

Konservasi menjadi bagian yang penting dalam penelitian arkeologi. Permasalahan yang ada akan semakin kompleks pada tinggalan bawah air seperti pada sungai atau laut. Salah satu dari tinggalan bawah air adalah keramik. Keramik bawah air ini biasanya ditemukan pada kapal yang tenggelam pada masa lampau. Penanganan keramik bawah air yang ditemukan di laut merupakan yang paling sulit dari keramik bawah air yang ada, karena terkena pengaruh garam terlarut atau endapan karang, yang dapat memercepat kerusakan dan pelapukan. Selain itu, keramik yang ditemukan tidak selalu dalam keadaan utuh, ada yang pecah menjadi fragmen-fragmen, maupun ada fragmen yang hilang. Untuk itu diperlukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan keramik bawah air dari kerusakan dan pelapukan, yaitu dengan tindakan konservasi.

Konservasi yang dilakukan berkaitan dengan semua kegiatan untuk menyelamatkan artefak, yang dalam hai ini adalah keramik bawah air. Konservasi memiliki 2 fungsi utama, yaitu preservasi dan restorasi. Preservasi bertujuan untuk membuat stabil, memertahankan dari kerusakan dan kerapuhan serta kemunduran dari sifat-sifat yang terkandung secara fisik dari artefak. Tindakan ini diikuti dengan usaha untuk menyesuaikan artefak dengan lingkungan baru. Restorasi bertujuan untuk mengembalikan artefak sesuai dengan bentuk aslinya atau sesuai dengan bentuk ketika awal mula dibuat. Restorasi dibarengi dengan modifikasi materi untuk mengganti struktur atau bagian dari artefak yang hilang. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai pembersihan endapan karang dan penyambungan keramik dengan bahan perekat yang reversible.

Metode

Objek penelitian yang dipakai adalah keramik bawah air yang ada di laboratorium konservasi Balai Konservasi Borobudur. Keramik bawah air ini berasal dari kapal tenggelam di perairan utara Cirebon. Keramik yang akan di konservasi terlebih dahulu dibuat dokumentasinya sehingga dapat dilihat perbedaannya sebelum dan sesudah dilakukan tindakan konservasi (Hardiati, 2001). Metode konservasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 2 macam yaitu:

Pembersihan endapan karang

Proses pembersihan endapan karang dengan larutan jenuh CO2.

Untuk pembersihan endapan karang akan dilakukan dengan larutan jenuh CO2. Larutan jenuh CO2 ini didapatkan dengan cara mengalirkan gas CO2 secara terus menerus ke dalam aquades (H2O) dalam bak penampungan. Dengan cara ini akan terjadi penurunan pH karena reaksi antara CO2 dan H2O akan membentuk asam lemah H2CO3 (asam karbonat). Setelah itu keramik yang permukaannya masih ditutupi endapan karang dimasukkan ke dalam bak penampungan. Asam karbonat inilah yang akan dapat menguraikan endapan karang sehingga endapan karang yang lunak akan dapat terlepas sedangkan endapan karang yang keras dapat menjadi lunak. Selain itu sebagai pembanding juga akan dilakukan pembersihan endapan karang dengan cara lain, yaitu dengan asam klorida (HCl) 5%, asam sitrat 5% dan dengan cara direbus.

Penggunaan larutan asam dikarenakan endapan karang tersusun atas garam karbonat CaCO3 maupun MgCO3 yang merupakan garam yang bersifat basa. Larutan asam akan bereaksi dengan garam karbonat tersebut sehingga garam karbonat akan terurai dan terlepas dari permukaan keramik. Sedangkan dengan cara perebusan, garam karbonat akan mengalami dekomposisi akibat adanya pemanasan, sehingga garam karbonat akan menjadi lunak dan mudah untuk dibersihkan. Selanjutnya dari keempat cara ini akan dibandingkan tingkat efektivitasnya dan potensi kerusakan yang ditimbulkannya.

Penyambungan

Gelatin

Penyambungan keramik yang pecah menggunakan beberapa bahan perekat yang reversible, yang selanjutnya dibandingkan tingkat kekuatan rekatnya. Dipilihnya bahan perekat yang reversible agar ketika terjadi kesalahan penyambungan dapat dilepas kembali. Bahan perekat reversible yang dipakai adalah animal glue, yaitu gelatin dan anchor. Untuk membuat perekat dengan gelatin maupun anchor adalah dengan mencampurkan salah satu dari bahan tersebut dengan air lalu dipanaskan dan diaduk sampai menyatu. Selanjutnya didinginkan dan diaduk sampai mengental, baru kemudian dipakai untuk perekat. Jika perekat mulai mengeras dapat dipanaskan untuk mencairkan kembali.

Anchor

Perekat dapat langsung diaplikasikan untuk menyambung pecahan fragmen keramik. Penyambungan dilakukan secara bertahap yaitu setelah sambungan antar fragmen mengering, baru dilakukan penyambungan untuk fragmen berikutnya. Untuk menyangga agar selama proses pengeringan sambungan tidak bergeser digunakan malam (wax).

 

 

Pembahasan

Pembersihan Endapan Karang

Untuk pembersihan endapan karang dilakukan percobaan dengan pengembangan metode baru yaitu dengan menggunakan larutan jenuh CO2 (aquades yang dialiri gas CO2). Pertimbangan dipakainya metode baru ini adalah karena pH yang dihasilkan dari larutan jenuh CO2 tidak terlalu rendah sehingga tidak berbahaya (tidak merusak) untuk keramik itu sendiri.

Dari percobaaan ini, aquadest yang sebelumnya memiliki pH 5 setelah dialiri gas CO2 pH-nya turun menjadi 4. Hal ini dikerenakan reaksi antara gas CO2 dan H2O membentuk asam karbonat (H2CO3) yang merupakan asam lemah. Reaksi ini dapat terjadi karena kelarutan CO2 dalam air yang cukup tinggi. Asam karbonat inilah yang akan menguraikan garam karbonat yang merupakan penyusun utama endapan karang. Dengan metode ini nantinya perendaman dilakukan dalam waktu yang cukup lama (sampai berhari-hari), mengingat pH yang dihasilkan dari larutan ini masih cukup tinggi.

Selain itu sebagai pembanding untuk pembersihan endapan karang dengan larutan jenuh CO2 juga dilakukan pembersihan endapan karang dengan HCl 5%, asam sitrat (C6H8O7) 5% dan dengan cara direbus. HCl merupakan asam kuat sehingga dapat dengan cepat menguraikan garam karbonat. Selain itu juga dilakukan pembersihan endapan karang dengan asam sitrat 5%. Asam sitrat merupakan asam lemah sehingga diharapkan dapat menghilangkan endapan karang dengan tanpa menimbulkan kerusakan pada keramik.

Perebusan

Pembersihan endapan karang juga dilakukan dengan cara perebusan. Dengan cara ini endapan karang yang tersusun atas garam karbonat akan mengalami dekomposisi akibat adanya pemanasan, sehingga garam karbonat akan menjadi lunak dan mudah untuk dibersihkan. Hal ini dapat terjadi karena jika dipanaskan, kebanyakan garam karbonat cenderung mengalami dekomposisi membentuk oksida logam dan karbon dioksida. Karena itu dalam keadaan panas harus segera dibersihkan dengan bantuan scavel, sebelum kembali mengeras jika suhu turun.

Berikut ini adalah hasil pembersihan endapan karang dengan dengan menggunakan metode-metode di atas:

Kiri: Keramik sebelum dibersikan. Kanan: Keramik telah dibersihkan dengan larutan jenuh CO2.

Dari percobaan pembersihan endapan karang dengan larutan jenuh CO2 (aquades yang dialiri gas CO2) ini, untuk keramik no. 3 dilakukan perendaman selama 2 hari, sedangkan untuk keramik no. 1 dilakukan perendaman sampai gas habis (+ 25 hari). Hasilnya adalah endapan karang pada keramik no. 3 telah menjadi lunak sehingga dapat dengan mudah dilakukan pembersihan mekanis dengan scavel. Penggunaan scavel diperlukan karena metode mekanis masih tetap yang paling aman untuk menghilangkan endapan karang (Hamilton, 1999).

Untuk keramik no. 1 dibiarkan terendam sampai gas CO2 habis. Ini dilakukan untuk melihat sejauh mana larutan ini dapat menghilangkan endapan karang dengan sendirinya. Hasilnya terlihat bahwa endapan karang yang lunak dapat terlepas sedangkan untuk endapan karang yang keras telah menjadi lunak. Persentase endapan karang yang lepas dengan sendirinya pada keramik no. 1 sekitar 25%. Selanjutnya untuk endapan karang yang masih menempel pada keramik dibersihkan secara mekanis dengan scavel. Pembersihan dapat dilakukan dengan mudah karena endapan karang yang masih menempel telah menjadi lunak. Yang menjadi kekurangan dari metode ini adalah noda besi yang menempel pada permukaan keramik tidak ikut hilang.

Menggunakan HCL

Selain menggunakan larutan jenuh CO2 untuk pembersihan endapan karang, sebagai pembanding juga digunakan HCl 5%, asam sitrat 5% dan dengan cara direbus. Pembersihan endapan karang dengan HCl 5% dilakukan dengan perendaman selama 3 menit, sedangkan dengan asam sitrat 5% perendaman dilakukan selama 15 menit. Pembersihan endapan karang dengan perebusan dilakukan selama 1,5 jam pada suhu +100°C. Untuk memercepat proses pembersihan juga dibantu dengan cara mekanis menggunakan scavel. Hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Kiri: Keramik sebelum dibersihkan. Kanan: Kondisi keramik setelah dibersihkan dengan HCl 5%.

Dari percobaan pembersihan endapan karang pada keramik no. 7 dengan HCl 5% terlihat bahwa larutan ini sangat efektif dalam melarutkan endapan karang. Hal ini terjadi karena HCl merupakan asam kuat yang sangat reaktif terhadap garam karbonat. Selain itu noda besi yang menempel pada keramik juga ikut hilang. Dampak negatif yang terjadi adalah glasir ikut mengelupas sehingga permukaan keramik menjadi kasar.

Kiri: Kondisi keramik sebelum dibersihkan. Kanan: Kondisi keramik setelah dibersihkan dengan asam sitrat 5%.

Untuk percobaan pembersihan endapan karang pada keramik no. 8 dengan asam sitrat 5% terlihat bahwa larutan ini cukup efektif untuk menghilangkan endapan karang. Selain itu noda besi yang menempel pada permukan keramik juga ikut hilang tanpa menghilangkan glasir. Perubahan yang terjadi adalah permukaan keramik menjadi berwarna kekuningan.

Kiri: Kondisi keramik sebelum dibersihkan. Kanan: Kondisi keramik setelah dibersihkan dengan direbus

Terakhir adalah pembersihan endapan karang pada keramik no. 9 dengan cara direbus. Perebusan dilakukan pada suhu + 100oC selama 1,5 jam. Perebusan ini tidak akan merubah fisik dari keramik karena suhu perebusan berada di bawah suhu pembakaran keramik (porselin) yang mencapai diatas 1000oC. Hasilnya adalah beberapa bagian dari endapan karang dapat terlepas. Yang menjadi kekurangan dari metode ini adalah di beberapa bagian masih terdapat endapan karang yang keras. Selain itu noda besi yang menempel pada permukaan keramik tidak ikut hilang.

Penyambungan Keramik

Kiri: Kondisi keramik sebelum disambungkan. Kanan: Kondisi keramik setelah disambung dengan anchor 1 : 1

Untuk melakukan penyambungan keramik yang pecah ini dilakukan percobaan dengan menggunakan bahan perekat yang reversible. Dasar pemilihan bahan perekat jenis ini adalah agar ketika telah dilakukan penyambungan masih dapat dikembalikan ke bentuk semula. Selain itu ketika terjadi kesalahan dalam penyambungan dapat dilepas kembali tanpa merusak permukaan sambungan. Karena itu dipilih untuk menggunakan animal glue yaitu bahan perekat yang berasal dari tulang atau kulit binatang. Percobaan pembuatan bahan perekat ini dilakukan dengan menggunakan gelatin dan anchor. Gelatin maupun anchor merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang. Kata kolagen sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya bersifat lekat atau menghasilkan pelekat. Untuk dapat digunakan sebagai bahan perekat, gelatin maupun anchor direbus dengan air dan selanjutnya didinginkan sampai mengental. Keunggulan perekat jenis ini selain bersifat reversible juga dapat digunakan untuk menyambung antar fragmen yang memiliki celah besar karena kekentalannya dapat disesuaikan.

Kiri: Kondisi keramik sebelum disambungkan. Kanan: Kondisi keramik setelah disambung dengan gelatin 1 : 1

Karena permukaan keramik yang akan disambung memiliki luasan yang kecil dan tipis, maka agar sambungan menjadi lebih kuat perbandingan antara gelatin maupun anchor dengan air dibuat besar. Untuk keramik jenis porselin bahan perekat dibuat dengan perbandingan 1 : 1 karena bahan perekat hanya akan menempel di permukaan sambungan sehingga dibuat yang lebih kental. Untuk gerabah yang memiliki porositas yang besar, bahan perekat dibuat dengan perbandingan 1 : 2 agar lebih encer sehingga dapat meresap ke pori-pori keramik yang akan menjadikan daya rekatnya menjadi lebih besar.

Perlu perekat yang kental dan agak tebal

Pada keramik no. 11, ketika fragmen disatukan terlihat adanya celah antar fragmen (tidak menyatu sempurna). Hal ini terjadi karena sebelumnya keramik ini pernah dilakukan penyambungan dengan lem alteco yang sifatnya yang tidak reversible sehingga bekas lem tetap menempel pada permukaan sambungan (tidak dapat dihilangkan). Karena itu untuk melakukan penyambungan kembali dibutuhkan perekat yang kental dan agak tebal sehingga dapat menyatukan fragmen-fragmen keramik yang terpisah. Pada penyambungan keramik no. 11 digunakan anchor dengan perbandingan 1 : 1 dengan air, dan hasilnya sambungan merekat dengan kuat.

Kiri: Kondisi gerabah sebelum disambungkan. Kanan: Kondisi gerabah setelah disambung dengan anchor 1 : 2.

Pada keramik no. 14, ketika fragmen disatukan hampir tidak terdapat celah. Untuk itu perekat yang digunakan haruslah tidak terlalu tebal agar tidak membekas pada sambungan dan dapat menyatu dengan sempurna. Pada penyambungan keramik no. 14 digunakan gelatin dengan perbandingan 1 : 1 dengan air. Hasilnya sambungan merekat kuat dan fragmen dapat menyatu dengan sempurna.

Gerabah no. 13 adalah gerabah baru. Ketika fragmen disatukan hampir tidak terdapat celah dan sangat rapat. Oleh karena gerabah memiliki porositas besar dan mudah menyerap cairan maka perekat yang dipakai adalah perekat yang encer agar dapat meresap ke pori-pori gerabah, sehingga kekuatan sambungannya akan lebih besar. Karena itu yang dipakai sebagai perekat adalah anchor dengan perbandingan 1 : 2 dengan air. Dipilihnya anchor daripada gelatin sebagai perekat adalah karena dengan perbandingan yang sama (dengan air) memiliki bentuk yang lebih encer. Hasilnya sambungan merekat kuat dan fragmen dapat menyatu dengan sempurna.

Untuk mengetahui kekuatan sambungan dilakukan pengujian dengan kuat geser. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan sampel bata pres yang dibentuk balok dan dipotong dengan sudut 45o. Selanjutnya pada bidang potongan tersebut diberi perekat dan dibiarkan sampai mengering lalu diuji kuat gesernya dengan menggunakan Universal testing Machine (UTM). Dan hasilnya adalah:

Tabel 1. Hasil uji kuat geser anchor dan gelatin

Perekat Kuat geser
Anchor 88,33 kg/cm2
Gelatin 92,5 kg/cm2

 

Sambungan akan terlepas ketika direndam dalam air.

Untuk melepas sambungan keramik dapat dilakukan dengan merendam dalam air, dan dalam beberapa menit sambungan keramik tersebut akan lepas dengan sendirinya. Hal ini terjadi karena sifat dari animal glue (gelatin dan anchor) yang larut air.

Kesimpulan

Dari percobaan pembuatan larutan jenuh CO2, pH air menjadi menurun setelah dialiri gas CO2 secara terus menerus. Untuk pembersihan endapan karang dengan larutan jenuh CO2 didapatkan hasil bahwa endapan karang yang lunak dapat terlepas sedangkan untuk endapan karang yang keras dapat menjadi lunak, tetapi noda besi yang menempel pada permukaan keramik tidak ikut hilang. HCl 5% dan asam sitrat 5% efektif untuk menghilangkan endapan karang sekaligus menghilangkan noda besi pada permukaan keramik, tetapi dampak negatif untuk pembersihan dengan HCl adalah glasir ikut mengelupas, sedangkan untuk pembersihan dengan asam sitrat adalah permukaan keramik menjadi berwarna kekuningan. Untuk pembersihan endapan karang dengan direbus, di beberapa bagian masih terdapat endapan karang yang keras. Selain itu noda besi yang menempel pada permukaan keramik tidak ikut hilang. Ini berarti dari beberapa metode yang dilakukan untuk pembersihan endapan karang pada keramik, setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Untuk penyambungan keramik digunakan bahan yang reversible, yaitu dari jenis animal glue, agar ketika telah dilakukan penyambungan masih dapat dikembalikan ke bentuk semula dan jika terjadi kesalahan dalam penyambungan dapat dilepas kembali tanpa merusak permukaan sambungan. Untuk penyambungan keramik jenis porselin digunakan bahan perekat yang lebih kental karena luas permukaan sambungannya kecil, sedangkan untuk jenis gerabah digunakan bahan perekat yang lebih encer agar dapat meresap ke sampai pori-pori sehingga sambungannya semakin kuat. Sifat reversible gelatin dan anchor terletak pada sifatnya yang larut air sehingga untuk melepas sambungan, keramik hanya perlu direndam air dan dalam beberapa menit akan terlepas dengan sendirinya.

Makalah ini disampaikan pada Seminar dan Kongres Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA XIV) oleh IAAI Pusat pada 24 s.d 27 Juli 2017 di Bogor.

Daftar Pustaka

Hamilton, D.L., 1999, Mothods of Conserving Archaelogical Material from Underwater Sites, Texas A&M University, Texas.

(http://nautarch.tamu.edu/CRL/conservationmanual/File4.htm)

Hardiati, E.S., 2001, Konservasi Keramik, Museum Nasional, Jakarta.

Plenderleith, H.J., 1957, The Conservation of Antiquities and Work of Art (Treatment, Repair and Restoration, Oxford University Press, London.

Suhardi, Nahar Cahyandaru, Sudibyo, 2008, Konservasi Keramik, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, Magelang.

Zeebe, Richard, 2009, Marine Carbonate Chemistry, Environmental Information Coalition, National Council for Science and the Environment, Washington

(http://www.eoearth.org/article/Marine_carbonate_chemistry?topic=49553)