Delimitasi adalah bagian penting dalam delineasi, seperti yang dilakukan di situs Sangkulirang. Delimitasi adalah cara-cara penentuan batas terluar sesuatu wilayah untuk tujuan tertentu. Dalam generalisasi regional, delimitasi dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu :

1) generalisasi wilayah yang menggunakan cara-cara kualitatif

2) generalisasi wilayah yang menggunakan cara-cara kuantitatif.

1. Delimitasi Kualitatif

Tinjauan menyeluruh terhadap sifat-sifat yang ada dalam suatu wilayah akan menimbulkan image tentang kenampakan yang menyolok dari suatu wilayah. Tiap daerah memiliki karakteristik khas, masing-masing daerah tersebut secara konsepsional akan dibatasi oleh garis pemisah (garis batas). Garis pemisah ini pada hakekatnya bukan merupakan batas tegas antar wilayah tetapi lebih merupakan suatu wilayah peralihan (zone of transision) antara dua kenampakan yang berbeda. Deferensiasi kenampakan paling kabur adalah wilayah peralihan sedangkan deferensiasi dengan kenampakan paling tegas adalah daerah inti atau core region (Alexander, 1963). Delimitasi kualitatif dalam generalisasi regional banyak dikerjakan dalam interpretasi foto udara maupun ERTS Imagery. Delimitasi kenampakan didasarkan pada rona, tekstur dan pola dalam foto udara. Delimitasi kualitatif lebih menguntungkan dan dapat dipercaya daripada delimitasi yang mendasarkan pada peta garis (line maps). Delimitasi wilayah kualitatif dalam generalisasi memiliki kelemahan yang disebabkan oleh cara memisah-misahkan wilayah yang satu dengan yang lain semata-mata mendasarkan pada pengamatan bersifat kualitaf. Delimitasi ini cocok untuk pre planning period untuk mendapatkan gambaran umum suatu wilayah sebagai pedoman penentuan langkah selanjutnya yang lebih konkrit dan tegas.

2. Delimitasi Kuantitatif

Menekankan parameter kuantitatif, data yang digunakan sebagai dasar generalisasi diambil dari berbagai bidang. Data yang sudah terkumpul dituangkan dalam peta yang akan memberikan gambaran penyebaran data dalam kaitannya dengan ruang. Contoh: pewilayahan klimatologis oleh US Weather Beureau, mendasarkan delimitasi pada lokasi stasiun-stasiun meteorologi yang tersebar diseluruh daerah. Dengan menghubungkan beberapa titik dan membuat garis berat masing-masing penghubung antar dua stasiun. Maka akan diperoleh wilayah klimatologi dengan batas garis berat dan stasiun meteorologi sebagai pusatnya. Wilayah tersebut menjadi bentukan yang disebut sebagai poligon. Cara ini dikemukakan oleh Thiesen dan dikenal dengan Thiesen Polygon (Hagget, 1970)

Dikutip dari Hadi Sabari Yunus, 1991, Konsepsi Wilayah dan Pewilayahan, PT. Hardana Ekacitra Tunggal, Jogjakarta, dalam aguseka1991.blogspot.com/2012/12/konsepsi-wilayah-dan-pewilayahan.html