Warisan Dunia merupakan program United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (= UNESCO) yang diusung melalui Konvensi 1972 tentang Pelindungan Warisan Dunia Alam dan Budaya (Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage). Lembaga ini, melalui World Heritage Committee, memberikan status Warisan Dunia kepada situs-situs warisan alam dan budaya yang dianggap memiliki Outsanding Universal Value. Hingga tahun 2019 ini, ada sejumlah 1.121 situs Warisan Dunia yang terdiri atas 869 Warisan Dunia kategori budaya, 213 Warisan Dunia kategori alam dan 39 Warisan Dunia kategori gabungan yang terdapat di 167 Negara Pihak (atau State Party), yaitu negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi 1972. Masing-masing situs dipertimbangkan menjadi Warisan Dunia karena mempunyai nilai penting untuk komunitas internasional.
Setiap Warisan Dunia memiliki keistimewaan dan keunikan sehingga tidak pernah ada Warisan Dunia yang persis sama. Karena keunikan dan jumlahnya yang sangat terbatas, Warisan Dunia menjadi sesuatu yang sangat langka. Oleh karena itu, mengelola sesuatu yang langka seperti Warisan Dunia bukan perkara yang mudah. Setiap hari situs-situs tersebut menghadapi ancaman yang membahayakan keaslian dan/atau keutuhannya. Tanggung jawab Pemerintah Indonesia bukan hanya sekadar menjaga keutuhan, keaslian, dan kelestarian Warisan Dunia yang telah ditetapkan UNESCO tersebut tapi juga bertanggung jawab terhadap pewarisan pengetahuan kepada generasi mendatang.
Bertolak dari hal di atas, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, menyelenggarakan kegiatan World Heritage Camp Indonesia (WHCI), sebuah kegiatan peningkatan kompetensi untuk generasi muda mengenai Warisan Dunia di Indonesia, khususnya yang ada di dalam kategori budaya, agar mereka mengenal, memahami dan terlibat aktif dalam pelestarian dan mengampanyekan nilai-nilai penting Warisan Dunia kepada masyarakat untuk mencapai pengakuan terhadap keragaman budaya dan menciptakan perdamaian dunia. Melalui program ini, generasi muda Indonesia memiliki kesempatan untuk menyuarakan perhatiannya dan menjadi terlibat dalam pelindungan warisan budaya dan alam bersama milik bangsa.
Sebagai salah satu negara peratifikasi Konvensi 1972 dan telah memiliki 9 Warisan Dunia, Indonesia memandang perlu untuk mendidik generasi muda tentang nilai penting situs-situs Warisan Dunia yang dimilikinya. Mengadopsi World Heritage Education Programme, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperkenalkan kegiatan World Heritage Camp Indonesia (WHCI) atau Bimbingan Teknis Generasi Muda Cinta Warisan Dunia yang dimulai sejak tahun 2016.
Kegiatan ini sejalan dengan World Heritage Education Programme UNESCO, sebuah kegiatan yang diluncurkan United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 1994 yang bermaksud untuk melibatkan dan mendorong generasi muda, sebagai calon pemimpin di masa depan, dalam usaha-usaha pelestarian serta tanggap terhadap ancaman-ancaman yang dapat merusak Warisan Dunia. Disini, para pemuda dibekali berbagai pengetahuan tentang warisan dunia, sehingga diharapkan dapat mengenali ancaman-ancaman yang dihadapi situs Warisan Dunia dan belajar bagaimana masyarakat internasional bergotong-royong dalam menyelamatkan warisan bersama umat manusia tersebut. Pada akhirnya diharapkan para pemuda tersebut dapat menemukan cara mereka untuk berkontribusi dalam pelestarian Warisan Dunia.
Kegiatan WHCI 2019 dilaksanakan di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, pada tanggal 21 Oktober 2019 sampai dengan 28 Oktober 2019, dengan naras sumber berasal dari berbagai latar belakang sesuai kebutuhan dalam upaya pelestarian warisan dunia Indonesia. Fokus kegiatan adalah pada pewarisan pengetahuan tentang Warisan Dunia kategori budaya di Indonesia kepada generasi muda, khususnya Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak Sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana, disebabkan Sistem Subak yang memiliki fungsi ganda sebagai Warisan Dunia sekaligus sistem pertanian tradisional.
Dilaksanakan dengan metode tatap muka di dalam ruang dan observasi di lapangan, kegiatan WHCI diikuti 40 pemuda dan pemudi, yang berasal dari Indonesia dan ASEAN, dengan rincian 32 peserta dari Indonesia, dan 8 peserta berasal dari negara-negara anggota ASEAN (minus Singapur, Brunei, dan Myanmar).
Kegiatan WHCI dilaksanakan oleh Subdirektorat Warisan Budaya Dunia, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan yang berada di Bali, serta Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, Pemerintah Kabupaten Gianyar, Pemerintah Kabupaten Tabanan, dan Pekaseh serta dibantu oleh penyedia jasa.
Sumber: Penulis