Wayang Merentang Zaman Memancarkan Nilai

0
5004

wayang_indonesiaWayang adalah perlambang. Sarat makna. Tuntunan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Nilai, makna dan ajaran wayang, tentang ketuhanan, etika, moral atau budi pekerti, bersifat universal. Dan, akan memancar. Merentang zaman.

Pertunjukan wayang (wewayangan) dimaknai sebagai pertunjukan tentang “bayang-bayang” (baca: refleksi) manusia. Wayang yang telah diakui oleh UNESCO sebagai a Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity pada tahun 2003, bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa bukan hanya sekedar tontonan. Nilai dan makna yang terkandung dalam wayang yang intangible menjadi tuntunan bagi masyarakat. Wayang menjadi semacam “Kitab Undang-Undang Hukum Dharma” yang menuntun manusia meniti jalan kehidupannya. Antara sangkan (asal) dan paran (tujuan), menuju Yang Abadi (Tuhan).

Sebagai sebuah kebudayaan, wayang mencerminkan aspek-aspek kepercayaan, tradisi, sistem sosial, pandangan hidup atau pola pikir masyarakat pendukungnya. Dalam dinamikanya, wayang sangat terbuka terhadap berbagai kemungkinan perubahan. Perubahan yang terjadi pada wayang inilah yang seringkali dikhawatirkan. Kadang dianggap sebagai suatu degradasi. Profonisasi fungsi wayang semata menjadi sebuah kesenian, dipandang sebagai terkikisnya nilai-nilai sakral dan makna sejati wayang. Juga dalam dramaturgi wayang, pakem pedalangan dengan nilai wingit-nya, yang dulu dianggap sebagai harga mati, kini dirasakan lebih membumi karena tuntutan zaman. Sentuhan dalam yang kaya akan sanggit (kreativitas), sering dianggap sebagai penyebabnya.

Namun wayang, sekali lagi, mencerminkan budaya masyarakat pendukungnya. Kreativitas terhadap wayang adalah gambaran manusia dalam mengembangkan kebudayaannya. Ketika manusia selalu ingin meregleksikan dirinya, wayang pun mewujudkannya. Wayang selalu dapat merentang zaman. Oleh karena itu, wayang tetap lestari di tengah masyarakat. Kelestaria n wayang tak perlu dikhawatirkan. Tak perlu proses nasionalisasi dalam mengembangkannya. Wayang dengan sendirinya akan tetap lestari dalam konteks sosio-kulturalnya, mengiringi eksistensi masyarakat pendukungnya.

Bahwa esensi sejati wayang akan terabaikan terkait relevansinya dengan kekinian, rasanya juga seperti kekhawatiran yang tak berdasar. Nilai, makna dan ajaran wayang, bagaimana pun bersifat universal. Tak lekang dipupus masa. Ukuran nilai masa lalu boleh berbeda dengan masa kini. Namun nilai-nilai positif wayang dalam memaknai kehidupan manusia, baik sebagai individu, anggota masyarakat, atau dalam hubungannya dengan alam dan Sang Pencipta, tetap berlaku hingga ke depan. Nilai, makna dan ajaran wayang tentang ketuhanan, etika, moral dan budi pekerti, kiranya akan terus melekat. Terus memancar. Selama manusia memiliki kesadaran akan diri sendiri dan keberadaannya. (Nurman Sahid dalam Warisan Kita)