Upacara Adat Tunggul Wulung (1)

0
2382

Upacara adat Tunggul Wulung adalah salah satu bentuk upacara bersih desa di Desa Sendang Agung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Upacara ini dilaksanakan sebagai perwujudan rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan, agar mendapatkan berkah dan kesejahteraan serta perlindungan dari segala bencana. Secara khusus, upacara ini sekaligus sebagai bentuk penghormatan terhadap Ki Ageng Tunggul Wulung, seorang tokoh yang dipercaya sebagai seorang bangsawan dari kerajaan Majapahit. Keberadaan tokoh ini yang kemudian dipercaya oleh masyarakat sebagai perantara dalam memohon kesejahteraan hidup dan perlindungan dari bencana kepada Tuhan, sehingga memunculkan upacara adat Tunggul Wulung yang dilaksanakan turun temurun secara rutin.

Upacara adat ini dilaksanakan pada hari Jumat Pon, setelah musim panen, sekitar Bulan Agustus, setahun sekali. Dipilihnya hari Jumat Pon sebagai hari yang dikeramatkan karena pada hari itu terjadi peristiwa moksa (hilang beserta raga) Ki Ageng Tunggul Wulung beserta istri dan seluruh pengikutnya dan binatang peliharaannya. Peristiwa moksa ini terjadi ketika dilakukan tirakat untuk mendapatkan petunjuk pada lokasi di bawah Pohon Timoho di dekat Sungai Progo, yaitu dusun Dukuhan Sendang Agung Minggir. Lokasi tersebut kemudian dibuatkan nisan seperti layaknya makam yang dipahami oleh masyarakat sebagai tempat melakukan ziarah dan tirakat, terutama pada malam Jumat Pon. Berkaitan dengan makam tersebut, suatu peristiwa terjadi hilangnya seorang penari tayub yang sedang melaksanakan tirakat untuk memperoleh keselamatan dan penglarisan, sehingga sejak saat itu upacara adat ini selalu disertai dengan tayub dan sesaji. Tayuban yang pada intinya bertujuan untuk kesuburan, wajib dilaksanakan dalam rangkaian pelaksanaan, yang berfungsi sebagai pengesah (legitimasi) dalam upacara bersih desa.

Dalam upacara tersebut ketentuan dan peraturan yang ada tidak boleh diganti dengan ketentuan dan pertauran yang lain, yang malah akan menyebabkan bencana.

Secara umum prosesi upacara dipimpin oleh juru kunci, yang terbagi dalam 2 lokasi. Juru kunci mempimpin upacara kenduri selamatan di petilasan, sedangkan kenduri di lokasi kedua berada di rumah juru kunci, dengan dipimpin oleh kaum atau rois. Peserta kenduri adalah kepala keluarga dari dusun-dusun di Desa Sendang Agung, yang masing-masing menyediakan rangkaian nasi dan kelengkapannya yang akan dikendurikan, dimakan bersama dan dibagi-bagi kepada masyarakat setelah mendapatkan doa dari juru kunci. Kelengkapan acara upacara adat ini adalah kirab pasukan, pusaka, sesaji, rangkaian hasil bumi, dan kelompok kesenian, di awal prosesi menuju rumah juru kunci untuk menyerahkan semua kelengkapan kirab, sebagai sarana melaksanakan ritual dan doa di petilasan.